Sebagai contoh, perintah shalat (aqimu al-shalat), zakat (atu al-dzakat), puasa (kutiba 'alaikum al-shiyam), haji (atimm al-hajj), dll. Tidak menggunakan shigat muannats: Aqimn al-shalat, atin al-zakat, atimna al-hajj. Demikian pula perÂintah unuk berjihad (wa jahidu bi amwalikum wa anfusikum), berlomba-lomba dalam kebaikan dan ketaqwaan (wa ta'awanu ‘ala al-birr wa al-taqwa). Taat kepada Allah dan rasul-Nya (athi’ Allah wa al-rasul), perntah untuk bersabar (wa shabiru...), perintah untuk bersyukur (wa asykuru...), tawakkal (wa tawakkal 'ala Allah). Sesungguhnya bukan hanya dalam Al-Qur'an tetapi juga di dalam hadis. Contohnya perintah untuk menuntut ilmu (uthlub al-'ilm), berbuat kebajikan (wa ahsinu...), dll.
Kita sangat yakin bahwa Allah Swt Maha Adil dalam berbagai perspektif. Dominannya shigat mudzakkar di dalam menyampaikan khithab-nya seÂsungguhnya bukan mencerminkan ketidak adilannya, tetapi meyakinkan kepada kita bahwa Kalam-Nya (Al-Qur'an) sangat manusiawi karena disampaikan dalam bahasa manusia, yaitu bahsa Arab, bahasa yang digunakan umat Nabi Muhammad tempat Al-Qur'an itu diturunkan. Sama dengan Kitab Taurat menggunakan bahasa Hewbrew ('Ibrani) karena kaumnya Nabi Musa menggunakan bahasa Hebrew. Demikian pula Kitab Injil menggunakan bahasa Suryani karena kaumnya Nabi Isa menggunakan bahasa Suryani.
Bahasa Arab yang "dipinjam" Tuhan dalam menyampaikan ide-Nya adalah bahasa Arab. Sedangkan kenyataan bahasa Arab memang dominan menggunakan shigat mudzakkar. Meskipun menggunakan shigat mudzakkar tidak berarti khithab diadreskan hanya kepada kaum laki-laki tetapi juga kepada kaum perempuan. Dalam bahasa Arab dikenal kaedah: Al-tadzkir wa al-ta'nits idz ijtama'a guliba al-tadzkir (Jika laki-laki dan perempuan hadir bersama maka cukup hanya menyebutkan kaum laki-laki karena jika menyebutÂkan kaum laki-laki otomatis perempuan termasuk di dalamnya. Anggapan ini didasari oleh logikan bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki, karena itu menyebut laki-laki otomatis perempuan termasuk di dalamnya. Itulah sebabÂnya salam dalam bahasa Arab cukup dilakatakan: Assalamu 'alaikum warhmatullah wa barakatuh. Tidak perlu menambahkan "wa 'alaikunna" karena itu dianggap mubazzir kata (redandance).
Hanya saja kaedah tersebut di atas tidak berlaku kebalikannya. Jika sebuah khithab menggunakan shigat mu'annats maka hanya mengikat kaum perempuan, tidak kaum laki-laki. Contohnya: Waqarna fi buyutikunna (menetaplah ke dalam rumah kalian [perempuan]/Q.S. al- Ahdzab/33:33). Kata "wa qarna" adalah shigat mu’annats, bukan shigat mudzakkar (wa qarru). Dengan demikian, dalam keadaan tertentu yang diminta untuk menetap di dalam rumah ialah kaum perempuan, bukannya kaum laki-laki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bukan Allah Swt bermaksud melegitimasi bias jender atau memojokkan perempaun tetapi justru sebaliknya Allah Swt menyapa manusia dengan menggunakan bahasa hambanya. ***