Peristiwanya ialah mengacu kepada tradisi bangsa Arab bahwa manakala seorang laki-laki meninggal maka walinya berhak untuk mewarisi isterinya. Apakah sang wali akan menikahinya, "memeliharanya" untuk laki-laki lain, bisa dijadiÂkan mahar, atau hanya menjadikannya koleksi. Kondisi perempuan seperti ini amat tidak sejalan dengan perinsip kesetaraan gender, karena itulah ayat tersebut di atas diturunkan.
Dalam pandangan ayat di atas, perempuan adalah manusia yang memiliki hak dan kewaÂjiban sebagaimana halnya laki-laki. Meskipun janda, perempuan tetap memiliki hak yang sama. Ia tidak boleh dipersamakan dengan harta benda atau materi tanpa jiwa. Jika dalam perjalanan hidup suatu keluarga tidak sejalan, perÂceraian merupakan jalan keluar tetapi harus betul-betul menjadi opsi terakhir. Dampak perÂceraian adalah sangat luar biasa. Jika terjadi perceraian, dari dulu sampai sekarang, umumÂnya yang korban ialah isteri dan anak-anak. BeÂkas-bekas perceraian itu sangat nyata pada diri kedua orang tersebut. Isteri akan menjadi janda dan anaknya akan mirip nasibnya dengan anak yatim piatu.
Contoh kasus yang diangkat dalam Al- Qur'an ialah kasus rumah tangga Kabisyah binti Ma'an, yang sekaligus menjadi sebab tuÂrunnya ayat tersebut di atas. Ketika suaminya meninggal maka keluarga suaminya datang mengabil semua harta miliknya tanpa menyiÂsakan sedikitpun kepada isterinya (Kabisyah). Mereka mendasarkan pandangannya pada tradisi jahiliah bahwa perempuan tidak bisa mendapatkan harta warisan. Tentu saja KabiÂsyah selain berduka karena sedih ditinggal suaÂmi ia juga berduka dengan kehadiran keluarga suminya menyita seluruh barang-barang dan harta suaminya. Kabisyah hanya bisa memangÂgil nama Tuhan agar bisa mendapatkan jalan keluar terhadap diri dan masa depannya.
Bukan hanya sampai di situ, anak-anak keÂcil yang ditinggalkan suaminya harus hidup di dalam pemeliharaan Kabisyah seorang diri. KeÂluarga suaminya tidak mau tahu kalau di sampÂing anak-anak almarhum masih kecil dan masih membutuhkan bantuan materi dan non-materi. Dalam keadaan seperti itu maka turunlah ayat yang membela Kabisyah, seperti dikemukakan di atas. Turunnya ayat di atas setahap demi setahap, nasib dan martabat perempuan terus diangkat. Banyak contoh sekaligus bukti yang mendapatkan pengakuan bahwa kehadiran IsÂlam dengan kitab suci dan nabinya betul-betul mengangkat derajat dan martabat perempuan. ***