SALAH satu perempuan yang mendapatkan tanggaÂpan khusus dari persoalan yang dihadapinya oleh AlÂlah swt ialah Khaulah binti Tsa'labah. Kisahnya ketika suaminya, Aus ibn Shamit, jengkel terhadapnya karena disuguhi makanan sederhaÂna, hanya berupa roti kerÂing dan minyak. Ia marah dan langsung meng-dhihar isterinya, yakni mengatakan: "Kami tidak ubahnya dengan punggung ibuku". Ungkapan seperti ini disebut dhihar dan dalam tradisi JaÂhiliah pernyataan itu sama dengan lafaz thalaq. Khaulah penasaran dan menanyakan halnya kepada Nabi. Namun Nabi belum menanggapi pertanyaan Khaulah. Dalam keadaan Nabi beÂlum memberikan jawaban maka Jibril datang menyampaikan wahyu sebagai berikut:
"Sungguh Allah telah mendengar ucapan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya dan mengadu kepada Allah. Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Orang-orang di antara kamu yang men-zhihâr istrinya (menganggap istrinya sebagai ibunya), istri mereka itu bukanlah ibu mereka. Ibu mereka tidak lain hanyalah wanÂita yang melahirkan mereka. Sesungguhnya mereka itu sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang mungkar dan batil. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang men-zhihâr isÂtri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (merÂeka wajib) memerdekakan seorang budak sebeÂlum kedua suami istri itu bercampur. Ini adalah sebuah perintah yang disampaikan kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatÂkan (budak), maka (ia wajib) berpuasa selama dua bulan berturut-turut sebelum kedua suami istri itu bercampur. Dan barang siapa yang tidak mampu (untuk itu), maka (ia wajib) memberi makan kepada enam puluh orang miskin. DeÂmikian itu supaya kamu beriman kepada Allah dan rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan orang-orang kafir memiliki siksaan yang sangat pedih." (Q.S. al-Mujadilah/58-14).
Dari ayat ini muncul suatu hukum yang sanÂgat penting dalam hukum Islam yaitu hukum dhihar. Jika seorang suami terlanjur mendhiÂhar suaminya maka solusi yang ditawarkan Nabi ialah memerdekaan perempuan hamba sahaya. Jika tidak sanggup maka ia harus berÂpuasa dua bulan berturut-turut. Jika tidak sangÂgup maka ia harus memberi makan 60 orang fakir miskin satu wasaq atau 60 gantang korma. Suami Khaulah tidak mampu memenuhi satuÂpun di antara yang dialternatifkan Nabi, sehingÂga Nabi pada akhirnya turun tangan membantu sebagian korma dan sisanya diusahakan oleh isterinya sendiri. Ini menggambarkan betapa sederhananya kehidupan rumah tangga pasanÂgan suami isteri ini.
Khaulah binti Tsa'labah dikenal sebagai perempuan pejuang Islam. Ia berkali-kali meÂnyertai Nabi turun ke medan perang seperti perang Badr, perang Uhud, perang Khandaq, dan beberapa peperangan lainnya. Ia sesungÂguhnya lebih tua dari suaminya tetapi lebih gesit. Pasangan rumah tangganya tergolong sederhana. Meskipun sederhana tetap setia mendampingi suaminya dengan baik. Khaulah cukup disegani di dalam masyarakat, termasuk juga disegani oleh Khalifah Umar ibn KhathÂthab. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.