Jaksa Pras diperkarakan ke polisi dengan tuduhan telah menyalahgunakan kewenangan saat men-deponir alias mengesampingkan perkara AS dan BW. Penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) terhadap perkara yang membelit Novel di-pra peradil-kan di Pengadilan Bengkulu.
Pensiunan Jenderal bintang dua ini disebut-sebut menjadi 'otak' di balik perlawanan itu. Dihubungi via ponselnya, Jenderal Sisno menjawab semua tudingan itu;
Anda disebut-sebut menjadi otak dari upaya perlawanan terhadap keputusan Jaksa Pras. Benar begitu...Nggak. Salah itu semua. Jadi begini, pasca keputusan (deponering dan SKPP) itu saya ketemu kawan-kawan dari IPW (Indonesia Police Watch), PMHI (Perhimpunan Magister Hukum Indonesia) dan PPPK(Perhimpunan Pengacara Pengawal Konstitusi). Saya sendiri saat ini menjadi Waketum ISPPI (Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia). Semua yang hadir saat itu ngomentarin (keputusan Jaksa Agung) itu, dari situ akhirnya kita sepakat hukum ini perlu diluruskan. Karena kasus (Abraham Samad, Bambang Widjojanto dan Novel Baswedan) ini ada hukum dan politiknya, maka untuk itu perlu kita pisahkan. Yang politik ke politik, yang hukum kita bawa ke hukum.
Lalu...Dari situ kita ke DPR untuk minta agar DPR menggunakan hak angket untuk menanyakan kenapa (Jaksa Agung ) mendeponering kasus-kasus itu. Saat di DPR itulah ternyata ada banyak kawan-kawan dari LSM dan organisasi profesi lainnya yang sehaluan dengan kita. Akhirnya jadilah kita punya aliansi sebanyak 18. Terus kemudian kita menyampaikan aspirasi ke Komisi III DPR. Saat diterima DPR Komisi III mengatakan, sebelum kalian menolak kami sudah menolak (keputusan Jaksa Agung). Nah, ternyata DPR pun menolak. Tak hanya itu Mahkamah Agung juga menolak, Kapolri sendiri dari pernyataannya sepertinya juga menolak. Makanya saat itu Kapolri menyebutnya (
deponering) itu kewenangannya Jaksa Agung silakan saja, tapi sebaiknya (kasus-kasus itu) sampai ke pengadilan dulu, demi kepastian hukum dan keadilan. Begitu pernyataannya Kapolri. Kan itu sama saja menolak.
Kabarnya Anda juga mengumpulkan purnawirawan jenderal untuk menggugat putusan itu?Kalau purnawiraran itu bukan mengumpulkan lagi, ISPPI itu anggotanya polisi aktif, purnawirawan, cendekiawan dan lainnya. Jadi sebenarnya itu semua adalah jeritan dari purnawirawan dan polisi aktif yang merasa saat ini kok polisi dikuyo-kuyo (disakiti atau dibuat menderita) terus. Zaman SBY dulu waktu polisi bermasalah dengan Novel dan KPK kita dikalahkan sama SBY. Masak sekarang di zaman Jokowi kita digitukan lagi.
Jadi, penyidik Kepolisian itu sekarang menjerit. Polisi senior yang sudah purnawirawan seperti Pak Bimantoro (bekas Kapolri) pun turut mengelukesahkan (keputusan Jaksa Agung) itu. Hukum kita ini mau dikemanakan ini. Polisi kan sudah bekerja dengan benar melakukan penyidikan, setelah rampung penyidikan itu, berkas dilimpahkan ke jaksa penuntut. Dan jaksa pun sudah menyatakan P21. Lantas kenapa sekarang dideponir. Bahkan untuk kasus Novel itu jaksa sudah mengirim berkas penuntutannya ke pengadilan. Dan pengadilan pun sudah menjadwal sidang. Eh tiba-tiba ditarik dan SKPP. Ini kan bukan lagi pelanggaran, tapi sudah menginjak-injak wibawa polisi dan hukum.
Terkait perkara Novel, rekomendasi Ombudsman menyebutkan kasus itu sarat rekayasa. Tapi mengapa dipaksakan? Itu (rekomendasi ombudsman) termasuk suara yang ingin melabelkan polisi seperti ingin mengkriminalisasi. Agar label itu semua dianggap bener dong semuanya sepertinya. Sepakat ini bukan kriminal tapi dikriminalkan. Tapi faktanya kasus (yang membelit Novel) itu memang ada toh. Jadi bukan kriminalisasi.
Tapi terkait kasus AS dan BW, bukankah itu hak prerogatif Jaksa Agung untuk men-deponir sepanjang memenuhi syarat... Menurut Pasal 35 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, itu kan jelas (
deponering) bukan hak, tapi kewenangan. Kalau yang selalu disebut Jaksa Agung kan hak prerogatif, sementara di undang-undangnya itu kan kewenangan dengan ada ketentuan persyaratan.
Sebelumnya apakah Anda pernah menyampaikan langsung ke Jaksa Pras terkait hal ini? Ya pernah. Saat itu saya sampaikan intinya ini Pak Pras ada jeritan dari teman-teman penyidik dan senior Polri, tolong Pak (kasus ASdam BW) jangan sampai dideponir. Beliau menjawab, begini-begini politislah dan semua ini pro kontra. Saat itu saya bilang, Pak kalau hukum itu tidak ada pro-kontra, yang ada itu benar-salah. Mana yang salah ya disalahkan biar orang gak setuju ya salahkan. Yang benar pun demikian biar orang nggak setuju, ya harus tetap dibenarkan. Itu hukum Pak. ***