Karena itu polemik perihal LGBT tidak bisa diselesaikan melalui pendekatan HAM dan demokrasi.
Demikian disampaikan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH A. Hasyim Muzadi dalam keterangan persnya malam ini (Minggu, 31/1).
"Maka pendekatan yang benar adalah prevensi dan rehabilitasi sehingga seseorang bisa kembali normal," ucapnya.
Lebih jauh, mantan Ketua Umum PBNU ini menjelaskan prevensi dapat dilakukan sejak masa kanak-kanak sebagai tangkal dini apabila terdapat gejala kelainan seksual dengan cara psikoterapi, penyadaran, dan latihan-latihan agar kelainan seks itu tidak berkembang.
"Sedangkan proses rehabilitasi diperlukan untuk mereka yang sudah terlanjur menjadi bagian dari kelainan tersebut. Sesulit apapun proses rehabilitasi ini harus dilakukan, agar jumlah LGBT tidak membesar," tandas Pengasuh Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Depok ini.
Perihal LGBT menjadi perdebatan belakangan ini setelah terungkap keberadaan Support Group and Resource Center On Sexuality Studies Universitas Indonesia (SGRC UI). Selain sebagai study club yang membahas soal seksualitas, SGRC UI juga memberikan konseling dan advokasi kepada kaum LGBT.
Belakangan pihak kampus UI melarang SGRC menjalankan kegiatannya. Bahkan, pihak Rektorat meminta SGRC mengganti logo dan tidak lagi mencantumkan UI.
[zul]
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau LGBT merupakan kelainan seksual dalam peri kehidupan seseorang, sebagaimana juga bisa terjadi di bidang yang lain. 
BERITA TERKAIT: