Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

CATATAN TENGAH

Surya Paloh Dan Persahabatannya Dengan Presiden

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/derek-manangka-5'>DEREK MANANGKA</a>
OLEH: DEREK MANANGKA
  • Selasa, 08 Desember 2015, 07:39 WIB
Surya Paloh Dan Persahabatannya Dengan Presiden
derek manangka/net
FREDERIC Compain, sutradara Prancis yang sedang membuat film televisi tentang Indonesia, tak bisa menyembunyikan kekagumannya terhadap Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem. Frederic juga tak bisa menolak tawaran lainnya dari Surya Paloh.

Padahal, sejak awal, sebelum berjumpa dengan pria brewokan itu, Frederic berusaha menjaga jarak. Tadinya Frederic menempatkan Surya Paloh hanya sebagai 'pelengkap' dalam run-down film dokumenter tentang Indonesia.

Untuk pertanyaan yang diajukan pewawancara "Arte" TV, Halida Ilahude Leclerc misalnya Frederic hanya mengalokasikan waktu sekitar 3 menit. Pertanyaan pun hanya satu buah, berupa sisipan dan terfokus pada soal Pancasila semata.

Tapi dalam hitungan menit, Frederic berubah. Sutradara ini akhirnya mengaku kagum dengan Surya Paloh (SP).

Ia terpengaruh dengan cara SP menjawab pertanyaan. Menurutnya, jawaban SP sangat meyakinkan dan mudah dimengerti oleh orang Prancis atau warga asing yang tidak mengenal Indonesia. Dia tidak menyangka jawaban sekaligus penjelasan SP tentang Pancasila sebagai filosofi bangsa Indonesia, mengalir spontan dan begitu lancar

Selain itu suara SP sangat cocok untuk audio. Suara bariton SP sangat sesuai dengan selera penonton film ataupun tv bangsa Eropa.

Dengan latar belakang itu, akhirnya segala sesuatu yang berkaitan dengan agenda di Jakarta oleh Frederic diubah secara mendadak. SP dan materi pernyataannya justru menjadi sentral soroton. Bukan lagi sekedar pelengkap.

Tawaran makan siang dilanjutkan wawancara dengan lokasi di pulau milik SP di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, yang tadinya sudah dia tolak, akhirnya dia terima.

Dan perubahan itu terjadi dalam momen yang terdesak oleh perhitungan dead-line. Tiga buah "appointment" kru televisi Prancis - pada hari yang sama, Sabtu 5 Desember 2015, dibatalkannya. Perjalanan ke Yogya di sore hari dengan Garuda, juga di-reschedule.

Sebelum mengubah beberapa pertemuan, ketika masih dalam perjalanan dari kantor pusat Partai Nasdem, di Jalan. Gondangdia Lama menuju The Plaza di Jalan Thamrin untuk makan siang bersama, Frederic masih keukeuh menolak tawaran SP.

Walaupun sudah dijelaskan penerbangan dengan helikopter ke Pulau Seribu hanya memakan waktu 20 menit, tapi Frederic tetap berkata: "Non, Non, Non" sambil menggelengkan kepalanya khas gaya Prancis.

Tapi tiba-tiba menjelang naik lift menuju lantai 46 The Plaza, ke sebuah resto Italia untuk makan siang bersama SP, Frederic berubah pikiran.

Setelah duduk di ruang makan tertutup, sembari menikmati anggur Itali dan pemandangan Jakarta dari pencakar langit, sutradara Prancis ini minta supaya keputusannya menerima ajakan ke pulau, diterjemahkan ke SP.

Setelah diterjemahkan oleh Halida, Frederic pun berubah menjadi agresif. Bukan wawancara lagi yang dia utamakan. Frederic malah minta bantuan SP untuk dibukakan akses ke Presiden Joko Widodo.

"Saya sudah minta bantuan Kedubes Prancis di Jakarta sekitar dua bulan lalu. Tapi sampai sekarang belum ada jawaban dari Istana. Jadi sekarang saya mohon bantuan bapak. Karena saya dengar bapak bersahabat baik dengan pak Presiden," ujarnya.

SP tidak membantah penilaian Frederic tetapi ia menjawab bahwa untuk kali ini dia sedang tidak berkomunikasi dengan Presiden. Dia dan Presiden sedang sibuk dengan agenda masing-masing.

"Hari ini saya tidak bisa menjanjikan" jelas SP.

Mendapat jawaban negatif, Frederic justru memuji keterusterangan SP. Kata sutradara yang sudah memproduksi 600 film tv itu, tidak semua orang dekat dengan Presiden atau kekuasaan mau berkata jujur.

Biasanya, masih menurut Frederic, kalau pertanyaan seperti itu diajukan kepada orang yang dianggap dekat dengan kekuasaan, jawabannya selalu menjanjikan. Padahal sebetulnya yang dimintai bantuan tidak bisa membantu dan tak mau berbuat apa-apa.

Frederic pun kemudian mengajak SP berdiskusi tentang berbagai hal. Seperti serangan teroris di Paris, KTT Bumi yang baru saja berakhir di negaranya, kemudian pertanyaan yang bersifat pribadi. Yaitu mengapa Surya Paloh tidak menjadi salah seorang Menteri dalam kabinet Jokowi.

"Saya sudah tua. Lima belas atau duapuluh tahun lalu, saya justru ingin menjadi Presiden. Tapi sekarang tidak lagi. Saya sudah capek. Saya sekarang hanya mau menikmati hidup," jelas politisi yang juga dikenal sebagai pebisnis tersebut.

"Dan saya bersyukur saat ini saya tidak menjadi siapa-siapa. Anda bayangkan kalau saya jadi Menteri apalagi Presiden. Kita pasti tidak bisa bebas makan di sini. Tidak bisa duduk dan ketawa-ketawa. Kalau saya punya jabatan di eksekutif, teman-teman saya pun pasti makin sulit untuk bisa bertemu dengan saya", tambah SP.

"Yang paling penting bagi saya, yang jadi Presiden itu, haruslah orang yang bukan menjadi musuh saya. Siapapun Presidennya dia harus tetap seorang yang bersahabat dengan saya," tutur SP.

Bagian terakhir dari jawaban SP ini kelihatannya makin menarik bagi Frederic. Sebab menurut ceriteranya, isterinya merupakan seorang pakar hukum yang juga ditawari Presiden Prancis untuk menjadi Menteri. Tapi sama dengan pertimbangan SP, isterinya juga menolak tawaran tersebut.

Karena tertarik atas alasan SP yang tidak bersedia menjadi Menteri, Frederic pun kemudian minta jawaban SP itu diulang kembali. Tapi kali ini direkam dan divisualkan. Terjadilah apa yang disebut re-take.

Frederic pasti tidak tahu latar belakang yang menyebabkan kedekatan SP dengan Presiden Jokowi. Juga perkembangan terakhir hubungan kedua politisi tersebut.

Sebelum Presiden Joko Widodo hadir, SP sebagai politisi, sudah memiliki banyak kisah yang serba menarik dengan para Presiden terdahulu.

Kisah-kisah itu, jika difilm dokumenterkan, mungkin bisa membuat banyak orang terperangah.

Bentuk hubungannya dengan para Presiden sebelumnya: SBY, Megawati, Gus Dur dan Habibie serta Soeharto berbeda-beda. Semua berdampak pada visinya dalam berpolitik termasuk bagaimana SP memandang sebuah kekuasaan.

Tapi memang baru dengan Presiden Joko Widodo, SP memiliki ceritera kedekatan yang agak khusus. Baru dengan Presiden RI ke-7 SP bisa masuk keluar pintu depan atau belakang Istana. Hanya Jokowi, Presiden yang bisa diajak terbang berdua oleh SP dengan salah satu jet pribadinya.

Bahkan ketika menghadapi situasi dilematis menjelang serah terima jabatan dari SBY, di tahun 2014, hanya SP yang mendampingi Joko Widodo bertemu SBY di Bali.

Saat itu SP benar-benar terlihat sebagai seorang "Presiden Maker" atawa lebih tinggi kedudukannya dari Presiden SBY dan Presiden Jokowi sendiri.

Sebelum itu, saat Joko Widodo-Jusuf Kalla sedang mencari partai yang mau berkoalisi dengan PDI-P, serangan oleh media-media broadcasting terhadap pasangan ini, sangat intens.

Sampai akhirnya Nasdem, partai yang dipimpin SP menyatakan siap berkoalisi dengan PDI-P, partai yang menjadi kendaraan politik Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Semenjak itu jadilah Jokowi-JK ini memiliki semacam media resmi yaitu MetroTV milik SP.

Tanpa harus mengeluarkan modal atau uang bermiliar rupiah, postur mereka sebagai pasangan yang paling baik menjadi pempinan Indonesia, terus diwartakan oleh Metro TV.

Kalau dibuat semacam neraca, dukungan SP terhadap Jokowi-JK belum tentu bisa dikalahkan oleh mereka yang mengandalkan dana dan kolateral. Singkatnya, SP bisa disebut jauh lebih berkeringat ketimbang sosok lainnya.

Namun belakangan ini posisi SP sebagai salah seorang yang cukup dipercaya dan dekat dengan Jokowi, seperti tersisih. Posisi SP terkesan digantikan oleh Luhut Binsar Panjaitan (LBP).

LBP seorang jenderal purnawirawan asal Medan yang juga kaya raya seperti SP. Dua-duanya anak Medan. Perbedaannya LBP suku Batak yang identik dengan orang Medan, sementara SP putera Aceh yang besar di Medan.

Cara LBP masuk ke ring satu juga luar biasa. Dari posisi di luar Istana akhirnya bisa membentuk badan baru di Istana bernama Kepala Staf Kepresidenan. Sampai akhirnya LBP meninggalkan pos itu dan menggantikan Tedjo Edy, kader Nasdem, anak buah SP yang menduduki posisi Menko Polhukam.

Perkembangan terbaru, nama LBP disebut sebanyak 66 kali dalam rekaman pembicaraan "Papa Minta Saham". Sementara SP sekalipun perusahaan kateringnya "Pangan Sari" menjadi pemasok semua kebutuhan kuliner di PT Freeport, justru tak disebut-sebut sama sekali. Dari sudut skandal "Papa Minta Saham", SP terkesan lebih bersih ketimbang LBP.

Timbul pertanyaan akankah penyebutan nama LBP itu tidak menggangu Presiden Jokowi kemudian mendorong Jokowi melakukan evaluasi? Termasuk mengevaluasi posisi politik SP dan LBP ?

Mungkinkah SP akan kembali mendekat ke Istana ? Atau mungkinkah LBP dan SP, yang sejatinya eks kader Golkar dijadikan oleh Jokowi sebagai pilar baru pendukung pemerintahannya ?

Tak ada yang tahu dan tak ada yang berani menebak. Untuk amannya lebih baik kita menunggu perkembangan.

Karena apapun keputusan Presiden Jokowi soal bagaimana merawat persahabatannya dengan SP dan LBP merupakan hal yang gampang-gampang susah.

Kita tunggu perkembangan politik tersebut sambil menanti beredarnya film tentang Indonesia karya sutradara Frederic Compain: Indonesia Raksasa Yang Tak Terlihat atau L'Indonesie est Le Giant Invisible. [***]

Penulis adalah jurnalis senior

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA