Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perusahaan Menengah Minim IPO, IHSG Rentan Tertekan Dominasi Emiten Jumbo

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/alifia-dwi-ramandhita-1'>ALIFIA DWI RAMANDHITA</a>
LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA
  • Selasa, 11 Februari 2025, 19:58 WIB
Perusahaan Menengah Minim IPO, IHSG Rentan Tertekan Dominasi Emiten Jumbo
Ilustrasi bursa saham/Net
rmol news logo Ketergantungan pasar modal Indonesia pada emiten beraset besar dinilai menjadi faktor utama pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). 

Kondisi ini menandakan kurangnya keseimbangan dalam struktur pasar modal yang dapat berdampak negatif terhadap perekonomian nasional.

Analis Strategi Institute, Fauzan Luthsa menilai, dominasi perusahaan jumbo di Bursa Efek Indonesia (BEI) menciptakan pasar yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif. 

“Dampaknya, IHSG turut alami ketergantungan pada segelintir emiten besar. Secara jangka panjang, ini bukan hal yang baik dan membebani perekonomian nasional,” ujar Faurza dalam keterangan di Jakarta, Selasa 11 Februari 2025.

Menurut Fauzan, minimnya diversifikasi skala emiten menciptakan ketidakseimbangan dalam struktur pasar modal dan melemahkan pondasi pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

“Pasar modal dimonopoli segelintir pemain besar dan malah menciptakan oligarki, sementara peluang pertumbuhan ekonomi yang inklusif semakin menjauh dari harapan," jelasnya.

Secara khusus, Fauzan menyoroti pipeline IPO BEI yang saat ini mencatat 19 perusahaan akan melantai di bursa yang juga masih menunjukkan ketimpangan. Di mana 18 di antaranya merupakan emiten besar dan hanya satu perusahaan menengah. 

“Padahal perusahaan menengah itu backbone perekonomian nasional dan mereka memiliki dampak sosial langsung. Ini jadi membenarkan pernyataan presiden tahun lalu bahwa pasar saham hanya untuk pemain besar. Dan pergerakan IHSG saat ini yang terjun bebas menjadi bukti buruknya dominasi perusahaan jumbo," tambahnya.

Untuk itu, Fauzan menegaskan bahwa BEI perlu lebih aktif mendorong IPO dari perusahaan menengah untuk menciptakan keseimbangan di pasar modal. 

Ia juga memandang bahwa IPO emiten besar sering kali lebih menguntungkan pemegang saham lama daripada perekonomian Indonesia secara keseluruhan. 

“Ada kasus IPO emiten besar yang berhasil meraup dana lebih dari Rp4 triliun, tetapi lebih dari 90 persen dana tersebut masuk ke kantong pemegang saham lama di luar negeri. Uang yang berputar di Indonesia hanya kurang dari 10 persen. Secara peraturan ini legal, tapi ini benefit bagi perekonomian apa? Duit investor Indonesia yang malah terbang keluar,” paparnya.

Dalam konteks kebijakan ekonomi nasional, Fauzan menilai bahwa langkah BEI seharusnya sejalan dengan visi Prabowonomics yang menitikberatkan pada penguatan ekonomi domestik. 

“Di tengah tantangan ekonomi global dan domestik, di mana pemerintah membutuhkan uang menjalankan program-programnya, melambungkan perusahaan-perusahaan menengah di pasar modal dampaknya akan menggerakkan roda perekonomian. Multiplier effect-nya banyak dan terasa,” tambahnya. 

Fauzan juga mengingatkan soal pentingnya keseimbangan antara IPO emiten besar dan menengah, agar pasar modal lebih dinamis dan memberikan pilihan investasi yang lebih beragam bagi investor. 

“Mesti ada keseimbangan IPO yang jumbo dan menengah agar dapat mencegah tumbuhnya oligarki pasar modal, investor memiliki pilihan investasi yang lebih beragam dan meningkatnya aktivitas pasar modal karena menjadi lebih dinamis dan menarik bagi semua kalangan," pungkasnya. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA