Tugas Negara Lindungi Warga Dari Ancaman Bencana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Rabu, 25 November 2015, 11:56 WIB
rmol news logo . Kebakaran hutan belakangan ini merupakan pengalaman berharga bagaimana Indonesia menghadapi bencana yang hampir setiap tahun terjadi. Karena itu, persoalan asap menjadi pelajaran untuk melihat kembali manajemen pengelolaan isu bencana di Indonesia.

Demikian disampaikan Syamsul Ardiansyah dari Platform Nasional Penanggulangan Resiko Bencana (Plarnas PRB) dalam diskusi  tentang "Asap, Bencana, Revisi UU 24/2007" di Ruang Perpustakaan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/11).

"Indonesia adalah negara yang memiliki potensi terjadi bencana besar. Mulai dari Tsunami di Aceh sampai gempa, banjir bandang dan banjir yang senpat melumpuhkan Jakarta yang menelan kerugian ekonomi lebih dari  satu miliar setiap harinya," katanya.

Menurut Syamsul, penanganannya kebakaran hutan terkesan lamban karena memang kontrol pemerintah lemah. Di saat yang sama, berbagai peraturan yang tertulis serta kesenjangan dalam berbagai pengelolaan bencana di tingkat pusat dan daerah membuat "ribet". Oleh karena itu, keberadaan UU 24/2007 sebagai payung hukum yang selama ini digunakan, harus segera direvisi.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi VIII DPR Soddiq Mudjahid mengatakan bahwa di dalam Pembukaan UUD tahun 1945 disebutkan bahwa salah satu tugas dan tujuan dibentuknya negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah memberikan perlindungan setiap warga negara dari ancaman bahaya bencana.

Kata Soddiq, sering terjadi perubahan paradigma dalam penanggulangan bencana sehingga paling tidak manajemen penanggulangan bencana dapat dibagi menjadi tiga kegiatan utama. Antaralain kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapansiagaan serta peringatan dini, kemudian kegiatan pada saat terjadinya bencana, mencakup kegiatan pemilihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

Namun dalam realitasnya, perubahan paradigma tersebut masih menghadapi masalah serius, yaitu pentingnya aspek perlindungan dan keselamatan bagi warga negara. Selain itu,  pemahaman tentang bencana masih berorientasi pada saat kondisi kedaruratan saja, padahal bencana itu merupakan daur ulang dari pencegahan, pengurangan, kesiapan, respon, rekontruksi dan rehabilitasi.

"Yang lebih memprihatinkan lagi adalah isu dan agenda pemerintah dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Padahal wilayah Indonesia berada di daerah yang rawan bencana," katanya.

Sebelumnya Sekjen MPR RI Edi  Siregar mengatakan, kebakaran hutan di pulau Sumatera dan Kalimatan selama 4 bulan ini telah membawa kerugian buat masyarakat. Bahkan, kabut asap akibat kebakaran itu telah  mengganggu kesehatan masyarakat termasuk  mengganggu mental dan jiwa.

"Jika kabut asap lebih dari empat bulan, maka kemungkinan mental dan jiwa masyarakat yang terkena kabut asap tidak bagus, mereka akan sakit," kata dia.

Pada kesempatan itu, Edi Siregar menyampaikan setidaknya ada 12 manfaat udara atau oksigen buat kehidupan manusia. Karena itu kata dia, bisa dibayangkan bagaimana keadaan udara  kotor dari asap akibat kebakaran hutan seperti di Sumatera dan Kalimantan belum lama ini.

"Masyarakat di wilayah itu sekian lama mengirup udara yang tercemar dari kabut asap, ini membahayakan kesehatan manusia," kata dia. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA