Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Visa Aman Tapi Deg-degan Lihat Konflik Terus Memanas

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-rusmadi-5'>MUHAMMAD RUSMADI</a>
OLEH: MUHAMMAD RUSMADI
  • Minggu, 08 November 2015, 18:26 WIB
Visa Aman Tapi Deg-degan Lihat Konflik Terus Memanas
PADA 22 Oktober, saya mendapat email penting. Visa sudah disetujui. Okey, tebak-tebakan di hati soal yang satu ini sudah terjawab. Tiket juga diemail! "Insyaa Allah mulus nih," pikir saya.

Tapi, perkembangan konflik Israel-Palestina ternyata bikin deg-degan! Minggu, 13 September misalnya, BBC melaporkan bentrokan pecah lagi di kompleks Masjid al-Aqsha di Yerusalem Timur, sesudah polisi Israel memasuki kompleks masjid.

Puluhan polisi memaksa masuk kawasan itu, yang disambut warga Palestina dengan lemparan batu serta petasan.

Saksi mata Palestina menyatakan polisi memasuki Al-Aqsha dengan tiba-tiba. Sementara polisi Israel berkilah tindakannya itu untuk menutup pintu ke masjid tersebut, sehingga perusuh yang melemparkan batu bisa terkunci.

Seorang saksi mata Muslim lain menuduh polisi Israel memasuki Al-Aqhsa dan membuat kerusakan hingga membakar sajadah. Bentrok kemudian berlanjut di luar kompleks masjid, hingga polisi menembakkan gas air mata serta peluru karet.

Ketegangan muncul lagi sejak dua pekan sebelum peristiwa ini, menyusul tindakan Menteri Pertahanan Israel Moshe Yaalon yang melarang dua kelompok Islam yang menghadang masuknya pengunjung Yahudi ke kompleks Haram al-Sharif yang juga diklaim umat Yahudi.

Selasa, 13 Oktober, serangan ganda juga terjadi di Israel, menewaskan dua warga Israel dan seorang pelaku penyerangan. Serangan di Yerusalem itu diawali penikaman dan penembakan di sebuah bus. Dua orang yang membawa senjata dan seorang lainnya yang bersenjata pisau naik ke bus dan melakukan aksinya.

Polisi mengatakan seorang pria berusia 60 tahun tewas dalam kejadian ini. Seorang pelaku penyerangan juga dilaporkan tewas, sementara satu pelaku lainnya dilumpuhkan warga.

Kejadian lain di Yerusalem melibatkan seorang pengemudi yang menabrakkan mobilnya ke sebuah halte bus. Satu warga Israel tewas dalam kejadian ini. PM Israel Benjamin Netanyahu bahkan dilaporkan mengadakan rapat mendadak dengan anggota kabinet yang mengurus keamanan.

Gelombang kekerasan antar Israel dan Palestina yang terjadi sejak awal Oktober lalu saja, telah menewaskan 61 orang dan melukai ribuan lainnya. "Wadduh, ada apa ini?" dalam hati saya.

Saya makin khawatir, karena akibat kekerasan ini, Kepolisian Israel menutup akses masuk ke Kota Tua Yerusalem bagi warga Palestina yang bukan penduduk setempat. Pembatasan dilakukan setelah dua insiden penikaman yang mengakibatkan tewasnya dua warga Israel.

Polisi Israel mengatakan, akses ke Kota Tua di Yerusalem Timur kini terbatas pada penduduk daerah itu, pemilik bisnis lokal, siswa yang bersekolah di sana, warga Israel, serta wisatawan. Untungnya, polisi mengatakan, pembatasan rencananya akan berlangsung selama dua hari.

Selama ini, Israel berjanji memang mempertahankan hak-hak beribadah Muslim di  Masjid al-Aqsha. Namun atas alasan kekhawatiran akan keamanan, mereka kerap melarang pria Muslim pada usia tertentu memasuki kompleks tersebut.

Syukurlah, sejak pertengahan September lalu, polisi Israel mengatakan, untuk pertama kalinya di kawasan kekerasan, seluruh muslim tua dan muda diperbolehkan memasuki Yerusalem untuk menjalankan shalat Jumat.

Juru bicara kepolisian Israel, Micky Rosenfeld mengatakan, batasan usia untuk mengunjungi Masjid Al-Aqsa dicabut pada Jumat, 23 Oktober 2015, menyusul situasi keamanan yang kian mendukung.

Keputusan pencabutan larangan tersebut datang sehari setelah Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam upaya meredakan kekerasan. Wow, Amerika sampai harus turun tangan lagi?

Terlepas dari semua ini, ada kemajuan yang dianggap luar biasa, ketika 30 September lalu, bendera kebangsaan Palestina untuk pertama kalinya dikibarkan di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat (AS).
Upacara pengibaran bendera ini disaksikan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Sekjen PBB Ban Ki-moon. Tapi sekali lagi, hingga kini kekerasan terus berlanjut.

Kondisi kekacauan di Yerusalem, kota tua bersejarah yang sama-sama diperebutkan Israel dan Palestina ini, rupanya juga menjadi perhatian Direktur Eksekutif Australia/Israel & Jewish Affairs Council (AIJAC), Dr Colin Rubenstein AM, yang mengundang saya ke Israel.

"Kami semua menyadari, kekerasan yang sangat mengganggu di Israel sekarang. Tapi yakinlah, kami akan mengambil setiap tindakan pencegahan yang bijak selama kunjungan untuk menjaga keselamatan dan keamanan kita," jaminnya.
"Hmmh..." Senin (26/10) siang, sekitar jam 13.00, saya check in  di counter Garuda di Soekarno-Hatta dengan nomor penerbangan GA 864. Si petugas agak bingung dan menanyakan visa saya. "Bapak ke Israel via Bangkok, boleh lihat visanya?" tanyanya, agak bingung.

Saya jawab, visa akan saya terima nanti di Bangkok. "O, begitu? Ok, sebentar ya, Pak," katanya lagi, sambil berbisik-bisik dengan rekan petugas lainnya.

Selesai check in, tanpa membawa barang bagasi, karena saya pikir akan ribet, saya pun melenggang ke ruang tunggu. Tak lupa, mampir ke mushalla, berdoa... semoga perjalanan ini lancar. Amin.[***]

Penulis adalah wartawan Rakyat Merdeka. Pada 26 hingga 31 Oktober lalu penulis mengikuti The Rambam Israel Fellowship Program di Israel, yang disponsori oleh Australia/Israel & Jewish Affairs Council (AIJAC).

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA