MENGENAL FIKIH KEBHINEKAAN (28)

Agenda Fikih Perempuan (2)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 23 September 2015, 10:11 WIB
Agenda Fikih Perempuan (2)
nasaruddin umar/net
LAKI-LAKI diberikan kesempatan menegur imam yang keliru dengan membaca ka­limat "subhanallah" dengan keras, sementara perempuan hanya dibenarkan menepuk paha sebagai isyarat.

Laki-laki melakukan I'tikaf di mesjid, sementara perem­puan lebih utama di rumah.

Shaf laki-laki paling utama di barisan terde­pan, sedangkan perempuan di barisan paling belakang.

Laki-laki boleh menjadi imam, sementara perempuan tidak dibenarkan.

Laki-laki boleh menjadi khatib jum'at, idul Fitr, dan idul Adha; sementara perempuan tidak dibenarkan.

Hanya laki-laki yang dikenal sebagai nabi dan rasul, bukan perempuan.

Laki-laki menjadi khalifah dan pemimpin poli­tik, sementara perempuan tidak ada khalifah dan menjadi pemimpin publik masih diperde­batkan.

Laki-laki bebas mengamalkan seluruh ajaran agama secara lengkap dan utuh, sementara perempuan tidak dibenarkan melakukan se­rangkaian ibadah ketika dalam keadaan haidl dan nifas, seperti shalat, puasa, I'tikaf, masuk mesjid, dan menyentuh mushhaf Al-Qur'an.

Laki-laki memiliki hak untuk berpoligami jika memenuhi syarat, sedangkan perempuan se­cara mutlak tidak dibenarkan berpoliandri.

Anak zina adalah anak ibunya, bukan anak bapaknya.

Tubuh laki-laki lebih kuat di banding tubuh perempuan.

Laki-laki diaqiqah dengan 2 ekor kambing, sementara perempuan cukup seekor kambing.

Porsi kewarisan anak laki-laki satu berband­ing dua dengan porsi kewarisan anak perem­puan.

Persaksian dua laki-laki setara dengan em­pat persaksian perempuan.

Porsi kewarisan ayah atau suami mendapat­kan 1/6 sedangkan perempuan atau isteri hanya mendapatkan 1/8 jika keduanya mempunyai anak.

Cucu perempuan terhalang (mahjub) untuk mendapatkan warisan kalau ayahnya mening­gal duluan, sementara cucu laki-laki tidak de­mikian.

Kematian ayah menyebabkan yatimnya se­orang anak kecil di bawah umur, sementara ke­matian ibu tidak demikian.

Laki-laki bebas kawin tanpa wali, sedangkan perempuan (gadis) mesti mempunyai wali.

Hak talak suami lebih gampang dan lebih menentukan, sedangkan perempuan lebih sulit dan terkadang tidak menentukan.

Laki-laki bebas bepergian (musafir) tanpa muhrim, sedangkan perempuan mesti dengan muhrim.

Laki-laki memiliki hak seksual lebih besar daripada perempuan.

Menuntut ilmu wajib bagi laki-laki tidak untuk perempuan.

Denda seorang laki-laki terbunuh 100 ekor unta, sementara seorang perempuan terbunuh hanya 50 ekor unta.

Jihad utama laki-laki di medan perang, semen­tara jihad utama perempuan menunaikan haji.

Perbedaan hak dan kewajiban serta peran la­ki-laki dan perempuan sebagaimana di sebutkan di atas merupakan agenda-agenda Fikih Kebhin­nekaan. Perlu ditegaskan sekali lagi bahwa per­bedaan-perbedaan tersebut tidak diagendakan untuk dilakukan persamaan secara total, karena sebagian di antaranya memang ditegaskan da­lam ayat atau hadis. Hanya perlu reartikulasi agar rasa keadilan fikihnya bisa dipenuhi. Kecuali ada beberapa di antaranya yang bersifat interpretative memang perlu disesuaikan dengan kondisi kein­donesiaan terakhir. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA