MENGENAL FIKIH KEBHINNEKAAN (27)

Agenda Fikih Perempuan (1)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 22 September 2015, 09:32 WIB
Agenda Fikih Perempuan (1)
nasaruddin umar/net
AGENDA fikih kebhinnekaan tentang perempuan mungkin salahsatu tema yang paling rumit yang harus dis­elesaikan secara cermat. Pada satu sisi Al-Qur'an dan hadis menjunjung tinggi persamaan hak dan kewa­jiban dan kesetaraan jender, tetapi pada sisi lain artikulasi kitab-kitab fikih klasik tentang peran laki-laki dan perempuan dirasakan di dalam masyarakat, khususnya kaum perempuan, perlu kajian ulang dengan metodologi yang lebih komprehensif. Agenda-agenda tersebut tidak untuk dilakukan secara radikal menuju persamaan total, tetapi ada be­berapa hal yang perlu dilakukan reartikulasi atau dicarikan dasar logika yang lebih rasional untuk mengganti logika lama yang sulit difaha­mi, dan sebagian di antaranya memang sudah perlu ditinjau ulang karena hal itu hanya meru­pakan pemahaman para ulama terdahulu.

Di antara kajian yang sering dipermasalah­kan di dalam masyarakat ialah sebagai berikut: Laki-laki (Adam) diciptakan sebagai manusia pertama, dan perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam. Perempuan (Hawa) diciptakan un­tuk melengkapi hasrat Adam di syurga. Perem­puan (Hawa) dicitrakan sebagai penggoda dan penyebab utama jatuhnya manusia dari syuga ke bumi.

Bahasa Al-Qur'an dominan menggunakan bentuk maskulin (shighah muzakkar), sedang­kan bentuk feminin (shighah mu’annats), jarang digunakan. Jika bahasa Al-Qur’an mengguna­kan shighat muzakkar, tidak hanya mengikat laki-laki tetapi juga mengikat perempuan. Se­baliknya kalau digunakan shighah mu’annats, maka hanya mengikat permpuan, tidak mengikat laki-laki.

Bahasa Al-Qur'an lebih banyak menempat­kan laki-laki sebagai orang kedua (mukhatab), dan jarang sekali perempuan menjadi orang kedua (mukhatabah).

Kata ganti (dlamir) Allah, Tuhan, dan malai­kat menggunakan kata ganti maskulin (dlamir muzakkar), tidak pernah digunakan kata ganti feminin (dlamir muannats).

Banyak sekali nama laki-laki muncul secara eksplisit di dalam Al-Qur’an, seperti nama-na­ma para nabi dan rasul dan sejumlah nama lain, sementara perempuan hanya satu orang, yaitu Maryam. Perempuan memiliki kelemahan akal (nuqshan al-'aql), sementara laki-laki akal lebih unggul. Perempuan mempunyai keterbatasan di dalam agama (nuqshan al-din), sementara laki-laki lebih unggul.

Perempuan lebih banyak mengisi neraka dibanding laki-laki. Aurat perempuan seluruh anggota badan kecuali muka dan kedua tela­pak tangan, dan sebagian mufassir menam­bahkan termasuk suara, sedangkan aurat laki-laki hanya di antara pusat dan lutut, dan suara laki-laki bukan aurat. Kencing bayi laki-laki han­ya masuk kategori najis ringan (mukhaffafah), pembersihannya cukup dengan memercikkan air sudah dianggap bersih, sementara kencing bayi perempuan masuk kategori najis menen­gah (mutawassithah), cara pembersihannya mesti dicuci dengan baik baru dianggap bersih.

Laki-laki dibenarkan menjahar atau mengeraskan suara pada waktu shalat tertentu, se­dangkan perempuan tidak dibenarkan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA