Soal kehadiran non-muslim di lingkungan Nabi adalah biasa. Keluarga dari salahseorang isÂterinya, yaitu Maria binti Syam’un Al-Qibthiyyah al-Mishriyyah, dari kelompok Keristen Koptik Mesir. Demikian pula keluarga isteri Nabi berÂnama Shafiyah binti Hayy, ayahnya masih aktif sebagai salahseorang pemimpin Yahudi. KeluÂarga mantan suami putrinya, Zainab binti MuÂhammad juga ada yang beragama non-muslim. Yang tak bisa dilupakan ialah sepupu Khadijah, Waraqah bin Naufal ibn Asad ibn Abdul ‘Uzzah, tokoh Kristen, yang menenangkan Nabi setelah mendapatkan wahyu pertama dari Goa Hira. Sahabat-sahabat karib Nabi juga banyak non-muslim, terutama relasi bisnisnya ketika masih aktif sebagai saudagar di Mekkah. Kepercayaan dan kedekatan Nabi dengan orang-orang non-muslim, diikuti juga oleh sahabat-sahabatnya yang lain. Periode Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khaththab banyak melibatkan non-muslim sebagai the inner circle di dalam pemerintahanÂnya. Umar pernah mengangkat staf khususnya dari bangsa Romawi non-muslim.
Demikian pula Utsman bin 'Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sejumlah raja dari kerajaan Bani Umayyah dan Bani Abbas, juga melibatkan orang-orang non-muslim di dalam pemerintahan meraka. Kebanyakan di antara mereka para dokÂter, ahli bahasa dan penerjemah, dan kalangan ahli tentang suatu keterampilan. Sejumlah nama besar non-muslim pernah berkibar di dalam peÂmerintahan dunia Islam, terutama dalam pemerÂintahan Bani Abbas. Di antara nama-nama terseÂbut ialah Hunain bin Ishaq (Kristen), Sabit bin Qurra (animisme), dan Abu Bisr Matta bin Yunus (Kristen). Pemerintahan Bani Umayyah juga ada sejumlah nama non-muslim memegang peran penting, terutama di dalam bidang pengembanÂgan ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Kehadiran orang-orang non-muslim di dalam pemerintahan dunia Islam, baik di dalam strukÂtur keluarga maupun dalam struktur pemerinÂtahan merupakan sesuatu yang biasa. Mulai dari periode Nabi Muhammad Saw, khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, Bani Abbas, sampai Bani Utsman, tidak ada masalah dalam kehadÂiran orang-orang non-muslim. Justru kehadiran mereka sering dimanfaatkan untuk mendekatÂkan dan menyatukan kelompok-kelompok yang berbeda di dalam masyarakat. Merangkul yang berserakan, menghimpun yang berbeda, dan mendekatkan yang jauh bisa menjadi perinsip FK. Strategi seperti ini juga sering digunakan Nabi dalam meraih sukses. Salahsatu rahasia Nabi melakukan poligami yang oleh kondisi saat itu ialah merangkul kabilah-kabilah yang jauh dengan mengawini janda pimpinan kabiÂlahnya. ***