Dalam salahsatu riwayat disebutkan, Anas ibn Malik meriwayatkan ada seorang laki-laki yahudi sedang sakit keras lalu Nabi diberitahukan akan keadaan itu. Selanjutnya Nabi membesuknya dan duduk di samping pemuda itu. Nabi menawarkan seandainya pemuda itu berkenan untuk mengenal dan masuk agama Islam. Pemuda itu menatap ayahnya yang kebetulan ada di sampingnya. Ayahnya menyarankan agar anaknya mendengarÂkan seruan itu dengan mengatakan: Dengarkanlah apa yang disampaikan oleh Abul qasim (Nabi), lalu pemuda itu mengucapkan dua kalimat syahadat. (HR. Bukhari). Betapa mulianya perbuatan Nabi menengok orang sakit umat beragama lain dan berusaha membantu meringankan bebannya. Tradisi seperti ini diwariskan kepada para sahaÂbatnya dan tabi'in.
Contoh menarik lainnya ialah ketika paman Nabi Muhammad Saw meninggal, yaitu Abu Thalib, yang sampai akhir hayatnya belum menÂgucapkan syahadat, maka Nabi memerintahkan putranya, yaitu Ali ibn Abi Thalib, untuk mengurus jenazah ayahnya sampai pada penguburannya dengan baik. Pengalaman ini menjadi pelajaran buat kita semua bahwa mengurus mayat huÂkumnya wajib apapun agama mayat itu. Dalam kitab-kitab Fikih juga banyak disebutkan riwayat bahwa manakala ada mayat hanyut di sungai tidak ada yang mendamparkannya maka berdosa massal seluruh penghuni desa yang dilaluinya, karena mengurus jenazah apapun agama dan kepercayaannya wajib hukumnya, karena mayat itu hak Allah swt (al-mayyit haq Allah).
Kepemihakan kepada kaum lemah juga ditegaskan di dalam ayat: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terÂhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang lalim. (Q.S. al-Mumtahinah/60: 8-9).
Dalam ayat di atas difahami bahwa ancaman Allah Swt bagi orang yang melecehkan hak-hak sosial orang-orang non-muslim ialah dianggap orang-orang yang lalim (al-dhalimun). Banyak lagi pengalaman Nabi dan para sahabat yang memberikan hak-hak sosial dan hak-hak politik terhadap orang-orang non-muslim. Dengan demikian, FK yang ideal ialah yang bisa menyadarkan orang untuk berbuat baik kepada sesama warga tanpa membedakan agama dan kepercayaan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. ***