Al-Qur’an tidak pernah memopulerkan istilah konsep mayoritas (aktsariyyah) dan minoritas (aqaliyyah). Yang dipopulerkan oleh Al-Qur’an ialah hubungan (encounters) antara satu kelomÂpok dengan kelompok lain tanpa membedakan mayoritas dan minoritas: Hai manusia, sesungÂguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadiÂkan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. SesungÂguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. (Q.S. A-Hujurat/49:13). Al-Qur’an lebih koncern untuk menutupi perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lain tanpa menekankan unsur jumlah. Al-Qur’an mengiÂsyaratkan agar jangan terkecoh dengan jumlah mayoritas atau minoritas, sebab itu bisa sangat relatif. Ilustrasi Al-Qur’an indah sekali dengan menjelaskan boleh jadi suatu saat ada golonÂgan termasuk minoritas secara kuantitas tetapi mayoritas atau dominan di dalam masyarakat. Sebaliknya ada golongan mayoritas secara kuantitatif tetapi minoritas secara kualitatif, misÂalnya disebutkan dalam ayat: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahÂkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S. al-Baqarah/2:249).
Di dalam mengatasi problem mayoritas-minoriÂtas ini tentu yang diperlukan bukan jalan tunggal di dalam mencapai suatu tujuan, tetapi diperlukan jalan-jalan alternatif, sebagaimana ditegaskan di dalam ayat: Janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain. (Q.S. Yusuf/12:67). Yang penting bagi para komponen masyarakat, baik golongan mayoritas maupun minoritas diminta untuk menekankan titik temu, (kalimah sawa'), sebagaimana disebutkan daÂlam ayat: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (common flatÂform) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu." (Q.S. Ali 'Imran/3:64).
Golongan manapun, baik mayoritas maupun minoritas, diminta untuk berbaik sangka antara satu sama lain, sebagaimana disebutkan dalam ayat: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya seÂbagian prasangka itu adalah dosa dan janganÂlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebaÂhagian yang lain. (Q.S. al-Hujurat/49:12). Jika rambu-rambu yang ditanam di dalam Al-Qur'an ini diimplementasikan di dalam masyarakat suÂdah barang tentu akan lahir sebuah masyarakat ideal. ***