"Namun juga menjadi pemantik perubahan gerakan perempuan yang berkemajuan," jelas mantan Ketua Umum PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Danik Eka Rahmaningtyas, dalam pesan singkat yang diterima Minggu malam (2/8).
Menurutnya, Aisyiyah sebagai organisasi perempuan tertua di Indonesia seharusnya mampu berdiri di garda terdepan dengan management organisasi yang kuat, pendidikan politik yang sehat, hingga pemihakan pada isu-isu yang responsif gender di ranah publik.
Dia mengingatkan, sebelum masa kemerdekaan, organisasi perempuan diperuntukkan untuk pemberdayaan dan mendekatkan perempuan dengan isu-isu publik. Namun, tugas pascakemerdekaan bertambah, yaitu bagaimana organisasi perempuan jangan sampai menjadi ruang dikotomis berbasis gender. Budaya patriarkhal yang semakin mengakar kuat, "mengkamarkan" kembali perempuan yang ingin aktif di ruang publik.
"Harusnya bukan sekedar berbasis gender semata, namun bagaimana Aisyiyah mampu mengambil peran aktif di berbagai isu publik seperti politik-sosbud-ekonomi-hankam," tegas perempuan pertama yang pernah menjadi Ketua Umum IPM ini.
"Oleh sebab itu, besar harapan kami dalam muktamar Aisyiyah ini lahir pemimpin-pemimpin baru yang mampu menakhodai gerakan perempuan inklusif, sejalan dengan spirit Muhammadiyah: Islam berkemajuan," pungkas Danik Eka Rahmaningtyas.
[zul]
BERITA TERKAIT: