Majelis Ulama Indonesia menetapkan sistem BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah karena terdapat unsur
maisir, gharar dan
riba berdasarkan kajian yang matang.
"Proses ijma ini bukan atas dasar persepsi semata. Akan tetapi berdasarkan fiqih, Alquran dan Hadist dan kita tidak sepakat apa yang dikatakan oleh Menteri Keuangan ini hanya perbedaan persepsi," ujar Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Lia Kian (Jumat, 31/7).
Karena itu dosen Universitas Esa Unggul ini mengungkapkan pemerintah dan juga DPR harus menyikapi hasil ijtima tersebut dengan bijak. "Minimal pemerintah harus menyiapkan BPJS yang sesuai syariah. Jadi warga atau umat Islam punya pilihan alternatif, selain BPJS yang sudah ada selama ini," tandasnya.
Fatwa atau keputusan MUI yang dikeluarkan melalui Ijtima terkait BPJS Kesehatan ini tercantum di keputusan Komisi B 2, terkait masalah fikih kontemporer, tentang panduan jaminan kesehatan nasional dan BPJS Kesehatan.
Dalam keputusan itu dideskripsikan bahwa MUI memperhatikan program termasuk modus transaksional yang dilakukan oleh BPJS, khususnya BPJS Kesehatan, dari perspektif ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, dengan merujuk pada fatwa Dewan Syari’ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan beberapa literatur, tampaknya bahwa secara umum program BPJS Kesehatan belum mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.
Terlebih lagi jika dilihat dari hubungan hukum atau akad antar para pihak. Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan.
Denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja. Sementara keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Dari deskripsi tersebut, MUI kemudian merumuskan beberapa masalah yakni: apakah konsep dan praktik BPJS Kesehatan yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan telah memenuhi prinsip syariah? Jika dipandang belum telah memenuhi prinsip syariah, apa solusi yang dapat diberikan agar BPJS Kesehatan tersebut dapat memenuhi prinsip syariah? Apakah denda administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang dikenakan kepada peserta akibat terlambat membayar iuran tidak bertentangan dengan prinsip syriah?
MUI kemudian mencatat ketentuan hukum dan rekomendasi. Pertama, penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Kedua, MUI mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.
[zul]
BERITA TERKAIT: