KEKUATAN SILATURRAHIM (5)

Menjalin Ukhuwah Imaniyah

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Sabtu, 25 Juli 2015, 12:27 WIB
Menjalin Ukhuwah Imaniyah
NASARUDDIN UMAR
SALAH satu gagasan kemanusiaan fundamental yang digagas Al-Qur'an ialah Ukhuwah Imaniyah. Al-Qur'an adalah kitab suci paling vulgar menyatakan persaudaraan orang-orang yang memiliki keimanan, sebagaimana ditegas­kan dalam ayat: "Innamal mu'minuna ikhwah, fa ashlihu baina akhawai­kum..." (Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah saudaramu/Q.S. al-Hujurat/49:10). Tuhan tidak mengatakan: Innamal muslimuna ikhwah (Ses­ungguhnya orang-orang Islam bersaudara). Ini mengisyaratkan pengakuan terhadap orang-orang yang beriman. Urusan keimanan sese­orang adalah urusannya sendiri, sebagaimana ditegaskan Nabi: "Kita hanya menghukum apa yang tampak, dan Allah menghukum apa yang tidak tampak". Hadis ini sebagai teguran keras terhadap Panglima Perangnya, Usamah, yang membunuh musuh yang sudah bersyahadat, meskipun menurut Usamah itu hanya untuk menyelamatkan diri.

Untuk mewujudkan doktrin ini, Nabi tidak han­ya menganjurkan toleransi terhadap penganut agama lain tetapi mencontohkannya sekaligus. Banyak tokoh yang hanya bisa bicara tentang toleransi tetapi dalam sikap dan tindakannya berbeda dengan apa yang sering dibicarakan­nya. Nabi dan para sahabatnya tidak pernah sedikit pun ragu untuk bekerjasama dan ber­toleransi dengan orang-orang non Islam kare­na dasarnya di dalam Al-Qur'an bergitu banyak dan begitu tegas. Diantara ayat-ayat itu ialah:

Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. (Q.S. al-Mumtahinah/60: 7-8). Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, ke­mudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui. (Q.S. al-Taubah/9: 6).

Suatu ketika Nabi menerima delegasi non-muslim yang terdiri atas tokoh-tokoh lintas agama berjumlah 60 orang, 14 orang di antaran­ya dari kelompok Kristen Najran. Rombongan tamu dipimpin oleh Abdul Masih. Rombongan ini diterima di Mesjid dengan penuh persahaba­tan. Bahkan menurut Muhammad ibn Ja'far ibn al-Zubair, sebagaimana dikutip Abdul Muqsith dalam kitab "Al-Shirat al-Nabawiyyah", karya Ibn Hisyam, Juz II, h. 426-428, ketika waktu ke­baktian tiba, maka rombongan tamu Rasulullah ini melakukan kebaktian di dalam mesjid den­gan menghadap ke arah timur. Ia tidak membe­da-bedakan tamu berdasarkan kelas dan status sosial. Luar biasa riwayat ini. Ini sekaligus mem­buktikan bahwa Nabi pantas dikagumi oleh se­mua orang tanpa membedakan agama, suku, dan golongan. Pantas kalau ia dinobatkan se­bagai Peringkat Utama dari 100 tokoh terkemu­ka yang pernah dilahirkan di muka bumi ini oleh Michael Hart, atau Tokoh Utama di antara 11 Tokoh yang pernah lahir di muka bumi ini oleh Thomas Carlile. Yang paling penting bagi kita semua bagaimana kearifan nabi ini bisa diikuti oleh semua pihak. Nabi Muhammad saw, tokoh yang sering disebut lahir jauh melampaui kurun waktunya ini betul-betul menarik untuk dikaji.

Kebijakan-kebijakn dan statmen-statmennya selalu tepat untuk semua orang dan di setiap waktu. Nabi hampir-hampir tidak pernah ada orang yang tersinggung pada setiap kebijakan dan statmennya. Kita tentu merindukan sosok orang seperti ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA