BERKAH RAMADHAN (38)

Bermurah Hatilah!

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Kamis, 09 Juli 2015, 10:10 WIB
Bermurah Hatilah!
Nasaruddin Umar/net
AMAL kebajikan tanpa mod­al ialah bermurah hati (al-jud). Bermurah hati digam­barkan sebagai seorang yang rela mengorbankan harta dan miliknya lebih ban­yak ketimbang yang ia miliki sendiri. Orang yang sam­pai kepada maqam al-jud posisinya lebih tinggi dari pada dermawan biasa (al-sakha’), yang dapat mengorbankan sebagian kecil hartanya tetapi masih menyimpan sebagian besar lainnya. Kerendahan hati biasa juga disebut al-muatst­sir yaitu orang yang sanggup menanggung se­gala kesulitan dan bahaya demi mengorbankan segala kemampuannya. Dengan demikian, al-Itsar (mengutamakan orang lain) merupakan peringkat tertinggi, kemudian urutan berikut­nya adalah al-sakha', sebagaimana firman Al­lah: "Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran di­rinya, mereka itulah orang-orang yang berun­tung." (QS. Al-Hasyr/59: 9).

Dikisahkan bahwa Abdullah bin Ja'far pergi menengok kebunnya. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang budak hitam yang tengah bek­erja di kebun kurma. Budak itu membawa tiga po­tong roti sebagai bekal makanannya. Lalu seekor anjing mendekatinya, dan Budak itu melempar­kan sepotong rotinya kepada anjing itu dan di­makannya. Kemudian setelah habis dimakan, ia melemparkan sepotong lagi dan anjing itu mela­hapnya. Kemudian ia melemparkan sepotong rotinya yang ketiga pada anjing itu dan anjing itu melahapnya hingga habis. Abdullah bertanya: "Berapa bekal makananmu setiap hari?" Jawab­nya: Hanya tiga potong roti." Abdullah bertanya lagi: "Mengapa engkau memberikan semuanya kepada anjing itu, dan engkau sendiri tidak ma­kan?" Ia menjawab: "Sebab di daerah kami tidak ada anjing, jadi aku pikir anjing ini pasti datang dari jauh dalam keadaan lapar, dan aku tidak mau mengusirnya." Tanya Abdullah lagi: "Lalu, apa yang engkau makan hari ini?" Ia menjawab: "Aku berlapar saja sampai besok." Kata Abdullah: "Be­nar-benar inilah yang namanya dermawan yang murah hati, dan budak ini lebih dermawan dari pada aku. Akhirnya, aku membeli kebun itu dan segala isi dan peralatannya serta budak itu, lalu aku memerdekakannya dan kuberikan semuanya kepada si budak tadi.

Kedermawanan bagi orang-orang kebanya­kan (awwam) sudah cukup, meskipun tidak ter­tutup kemungkinan untuk naik ke maqan al-jud. Kedermawanan sudah mampu mendekatkan diri seseorang kepada Tuhannya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan sesama manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, dan dekat dengan neraka."

Keterangan dari ayat dan hadis di atas menunjukkan betapa mulianya orang yang dikaruniai kemurahan hati (al-jud). Dalam era sekarang ini mungkin orang seperti ini lang­ka. Yang banyak ditemukan ialah kebalikan­nya, yaitu kikir dan pelit. Bahkan banyak orang yang sesungguhnya sudah mampu, tetapi dira­suki kebiasaan meminta-minta, mereka suka menumpuk harta dan tanpa perasaan bersalah membiarkan hartanya menumpuk di bawah penguasaannya, sementara di sekitarnya ban­yak orang menjerit diterpa kemiskinan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA