BERKAH RAMADHAN (35)

Jangan Ketawa Melampaui Batas!

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Senin, 06 Juli 2015, 12:15 WIB
Jangan Ketawa Melampaui Batas!
nasaruddin umar/net
BULAN suci Ramadhan ser­ing disebut dengan bulan tangisan (al-syahr al-buka) dan bulan pertobatan (al-syahr al-taubah). Taubat membayangkan diri kita ter­hadap perbuatan yang amat mengecewakan kita terh­adap Tuhan. Kekecewaan itu membuat diri kita sering menangis, meratapi dosa masa lalu yang sangat tidak pantas. Bulan suci Ramadhan sebagai bulan penghangus dosa sewajarnya kita tidak sia-sia­kan. Jangan dibalik, justru bulan suci Ramadhan dipenuhi dengan "kemabukan" berupa canda dan tawa melampaui batas. Orang yang ketawa ter­bahak-bahak dan melampaui batas maka sama dengan menodai bulan Ramadhan sebagai bulan perenungan (al-syahr al-muhasabah).

Suatu ketika Nabi Muhammad Saw melewati kerumunan orang yang sedang bergurau sambil ketawa terbahak-bahak, lalu Rasulullah mengingat­kan mereka: "Mengapa kalian tertawa terbahak-ba­hak, sedangkan api neraka mengintai di belakang kalian? Demi Allah aku tidak senang melihat kalian tertawa seperti itu!". Dalam hadis lain dikisahkan: Nabi menghampiri sekelompok orang bercanda sambil tertawa terbahak-bahak seraya mengucap­kan salam kepada mereka. Setelah mereka men­jawab salam, Nabi mengingatkan: "Ingatlah, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kalian mengetahui sebagaimana apa yang aku ketahui, maka kalian akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis". Seketika itu mereka diam. Nabi berpamitan meninggalkan mereka, lalu para sahabat itu tenggelam dalam tafakkur sambil merenungi perkataan teguran Nabi. Dalam hadis lain Nabi bersabda: "Orang yang ketawa terbahak-bahak akan dicabut berkah dari wajahnya". Dalam satu qaul disebutkan: "Bulan suci Ramadhan adalah bulan untuk menangisi dosa-dosa masa lampau".

Memang ketawa itu manusiawi, tetapi Nabi membedakan dua macam ketawa. Ada ketawa dalam arti tersenyum (al-basyasyah) dan keta­wa terbahak-bahak (al-dhahhaq). Ketawa perta­ma dianjurkan bahkan dinyatakan dalam hadis: Al-Basyasyath sunnah (Tersenyum itu sunnat). Dalam satu riwayat lain dikatakan: Al-basyasyah shadaqah (Memberi senyum kepada orang itu shadaqah). Karena itu, kita dianjurkan untuk lebih banyak tersenyum sebagai salahsatu wujud sila­turrahim kita kepada sesama umat manusia tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan agama.

Hal yang memprihatinkan kita ialah banyak sekali kita disuguhkan pemandangan selama bulan Ramadhan dengan ketawa terbahak-ba­hak. Bukan hanya di waktu siang, tetapi juga di waktu malam yang seharusnya banyak kita lakukan muhasabah dan mujahadah, mengin­gat kematian, mengingat dosa-dosa, dan mem­bayangkan neraka yang selalu mengintip kita, malah digunakan untuk ketawa dan mabuk-mabukan di depan kamera atau di depan te­livisi. Lihatlah program hampir semua TV, di­padati dengan lawak dan banyolan sepanjang malam. Sejumlah program TV dan radio seolah mengajak para pemirsa dan pendengarnya un­tuk mabuk-mabukan. Hal ini pasti tidak sejalan bahkan bertentangan dengan harapan Rasu­lullah Saw. Saat-saat menjelang sahur sehar­usnya kita semakin syahdu mencari berkah ten­gah malam, kalau perlu tersungkur menangisi dosa dan kegelapan masa lampau kita, mum­pung bulan suci Ramadhan, kita memohon pengampunan terhadap kegilaan” masa lam­pau yang pernah kita lakukan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA