Widjojo Nitisastro pada bulan Januari 1966 menyebutkan bahwa kebijaksanaan di bidang pembangunan ekonomi pemerintah ternyata kurang dihubungkan dengan realitas ekonomi dan realitas politik†atau lebih serius daripada itu, kebijaksanaan di bidang pembangunan ekonomi itu telah didasarkan pada teori-teori yang pada dirinya keliru�
Untuk merumuskan dasar politik hukum bagi perekonomian termasuk UMKM, pendapat para ekonom terbagi menjadi dua kelompok besar. Ada sebagian ekonom yang berpendapat bahwa sistem ekonomi haruslah bercirikan positif dan memiliki ukuran yang jelas dan didukung oleh data-data ilmiah empirik.
Hal ini tercermin dalam angka-angka pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya. Sistem ekonomi seperti ini juga menghendaki suatu persaingan yang sehat dan meminimalkan pengaturan yang mengikat dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
Diakui atau tidak, sistem ekonomi yang dimaksud ini bukanlah suatu sistem yang berasal dari nilai-nilai lokal yang dianut oleh bangsa ini sehingga regulasi dalam tataran implementasinya tidak mencerminkan nilai-nilai yang semestinya tercermin dalam politik hukum, pelaksanaan dan pembangunan ekonomi.
Ada beberapa hal yang menurut Emil Salim dapat menjadi perhatian dalam perkembangan politik hukum bagi perekonomian di Indonesia, yaitu:
Secara teoritis dan abstrak terdapat dua macam pola pelembagaan dalam mana ekonomi masyarakat bekerja; pertama adalah melalui mekanisme pasar dan kedua adalah melalui komando dari pusat.
Perkembangan yang dialami Indonesia sejak merdeka mencerminkan gerak bandul antara dua kutub sistem ekonomi pasar dan sistem ekonomi komando, untuk menuju pada posisi ekuilibrium yang mungkin bisa diidentifikasikan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila. Sejak merdeka, Indonesia telah mengalami dua kali sistem ekonomi liberal yang disusul masing-masing oleh sistem ekonomi komando.
Sementara perkembangan ini berlangsung, timbul keharusan untuk merombak ekonomi Indonesia secara struktural dan mendasar.
Keperluan merombak struktur ekonomi ini berarti bahwa struktur harga yang terdapat dalam sistem ekonomi pasar tidak bisa dibiarkan bebas.
Ciri-ciri sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan adalah karakteristik sistem Ekonomi Pancasila Indonesia. Ia cenderung berada di tengah- tengah antara sistem ekonomi komando dan sistem ekonomi pasar dalam posisi ekuilibrium.
Indonesia yang berideologi Pancasila harus tetap percaya diri bahwa sistem ekonomi Pancasila yang akan mampu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sistem ekonomi Pancasila ini harus bersifat:95 (1) Moralistik; (2) Manusiawi; (3) Nasionalistik; (4) Kerakyatan (demokratis); dan (5) Berkeadilan (sosial).
Meskipun sistem ekonomi sekedar menggambarkan cara-cara orang/masyarakat mencapai kebahagiaannya, namun Kyoko Sheridan menelaah sistem-sistem ekonomi yang berkembang di Asia dan Asia Tenggara tidak dalam perbandingannya dengan sistem ekonomi Barat, tetapi dalam perbandingan satu sama lain antara mereka sendiri, antarnegara tetangga.
Sistem ekonomi Pancasila yang diperkenalkan oleh Emil Salim ini menurut Mubyarto memiliki lima ciri, yaitu:
Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral;
Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan kemerataan sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan;
Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijaksanaan ekonomi;
Koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan merupakan bentuk yang paling konkrit dari usaha bersama;
Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat nasional dengan desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan sosial.
Berdasarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, Bernegara dan Bermasyarakat, nilai-nilai Pancasila juga dapat diwujudkan ke dalam norma moral atau etika. Salah satunya adalah etika ekonomi dan bisnis.
Etika ekonomi dan bisnis dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan bersaing, serta terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara berkesinambungan.
Hal itu bertujuan menghindarkan terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang bernuansa korupsi, kolusi dan nepotisme ataupun rasial yang berdampak negatif terhadap efisiensi, persaingan sehat, dan keadilan serta menghindarkan perilaku menghalalkan segala cara dalam memperoleh keuntungan.
Jika dicermati, dapat dikatakan bahwa ini merupakan dasar bagi politik hukum untuk mengarahkan kebijakan yang diambil untuk UMKM.
[***]
Tulisan ini adalah nukilan dari buku karya Dr. H. Ade Komarudin, MH. berjudul Politik Hukum Integratif UMKM†yang diterbitkan RMBooks (2014).
BERITA TERKAIT: