BERKAH RAMADHAN (23)

Diamlah!

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Kamis, 25 Juni 2015, 10:14 WIB
Diamlah!
Nasaruddin Umar/net
SALAH satu sumber masalah yang sering kita alami ialah ucapan mulut yang tidak terkontrol. Jika seseorang mampu mengontrol mulutnya maka separoh pintu neraka sudah tertut­up. Masalah kita ialah lebih gampang membuka mulut ketimbang menutup mulut. Lebih mudah kita berbicara ketimbang mena­han diri untuk berbicara. Di dalam bulan suci Ramadhan ini sebaiknya kita melatih diri untuk tidak banyak bicara atau bicara seperlunya.

Latihan spiritual seperti ini juga pernah diper­kenalkan oleh Nabi Zakariya. Suatu ketika ia sangat berhasrat memiliki anak. Ia tak pernah berhenti berdoa agar ia bisa memiliki anak ketu­runan, meskipun keduanya sudah berusia lanjut. Sebagai wujud tanda syukur dan sekaligus nazar sekiranya ia berhasil dikaruniai anak maka ia akan berpuasa bicara selama tiga hari, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: "Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda". Tuhan berfirman: "Tanda bagimu ialah bahwa kamu tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal kamu sehat". (Q.S. Maryam/19:10). Akhirnya doanya dikabulkan dan Nabi Zakariya pun menunaikan nazarnya.

Puasa bicara atau diam bukan pekerjaan mu­dah bagi orang normal. Namun Allah Swt sela­lu mengingatkan kita agar hati-hati soal bicara, sebagaimana firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar". (QS. Al-Ahzab/33:70). Dalam hadis Nabi disebut­kan: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Rasulunya maka hendaklah ia mengata­kan yang benar atau lebih baik diam". Nabi juga mengingatkan kita: "Sesungguhnya dosa yang paling banyak dilakukan oleh anak cucu Adam adalah pada lidahnya". "Musibah itu terwaki­li melalui ucapan”. "Sesungguhnya dosa yang paling banyak dilakukan oleh anak cucu Adam adalah pada lidahnya". "Barangsiapa yang ban­yak bicara, banyak juga kekeliruannya. Barang­siapa yang banyak kekeliruannya, banyak juga dosanya. Barangsiapa yang banyak dosanya, maka nerakalah yang paling tepat tempatnya".

Kalangan sufi pernah mengatakan bahwa diam adalah keselamatan dan itulah yang es­ensial, sedang bicara adalah bukan esensial. Orang-orang masih memperselisihkan, mana yang lebih utama antara diam dan bicara. Na­mun, yang lebih tepat adalah masing-masing antara diam dan bicara memiliki keutamaan dibandingkan dengan yang lain tergantung pada situasi dan kondisinya. Diam lebih utama dilakukan pada situasi dan kondisi tertentu, dan pada situasi lain, justru bicara lebih utama.

Namun tidak selamanya diam itu baik. Adaka­lanya seseorang harus dan wajib biara, terutama menyuarakan kebenaran, sebagaimana sabda Nabi: "Katakanlah kebenaran itu meskipun pahit". Basyar al-Hafi pernah mengatakan: "Jika suatu pembicaraan membuatmu terkagum-kagum, maka sebaiknya anda diam saja. Dan jika diam justru membuatmu terkagum-kagum, maka se­baiknya anda angkat bicara". ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA