Dengan demikian, harapan dari sejumlah rombongan yang berfikiran untuk menyatukan atau menyeragamkan tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal ditolak oleh Imam Besar Masjid Madinah. Imam Besar Mesjid Madinah tentu bukan sembarangan tetapi telah lulus dengan berbagai seleksi ketat, bukan hanya hafalan, bacaan, dan lantunannya yang bagus tetapi pengetahuan keagamaannya sangat mumpuni. Di antara persyaratan barunya harus berkualiÂfikasi doktor dalam bidang keislaman. Sama atau tidaknya awal Ramadhan atau awal SyawÂal antara anytara satu tempat dengan temÂpat yang lain tergantung dengan mathla' dan wilayah hukum (wilayah al-hukm) tergantung posisi hilal. Jika hilalnya sudah tinggi dan bisa disaksikan oleh negara-negara yang bersangÂkutan maka tentu saja awal bulannya sama.
Di Indonesia yang luasnya dari ujung ke ujung selisih waktunya dua jam, namun karÂena wilayah hukumnya sama, maka ketetaÂpan awal bulannya sama. Jika di Marauke di ujung timur tidak berhasil melihat hilal tetap dua jam kemudian di Sabang, Aceh, sudah ada yang menyaksikan bukan, maka umat IsÂlam di Marauke harus mengikuti keputusan yang ditetapkan oleh hasil sidang itsbat yang dihadiri oleh unsur pemerintah, MUI, Ormas-oramas Islam, dan lembaga-lembaga sains, yang juga biasanya diundang para duta-duta besar negera sahabat.
Upaya untuk menyatukan kalender Islam (taqwim) terus dipayakan, baik oleh pemerinÂtah dalam hal ini Kementerian Agama dengan Lembaga Hisab-Rukyah dan oleh ormas-ormas Islam lainnya. Namun karena antara metode Rukyah dan metode Hisab sampai hari ini masih sulit dipertemukan kaka apa boleh buat, umat Islam Indonesia harus menerima kenyataan sering berbeda awal bulan Ramadhan dan hari lebarannya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Untuk tahun ini, baik awal Ramadhan maupun Idul Fitri dan Idul Adha diprediksi semua ormas Islam besar seperti NU dan Muhammadiyah akan sama, karena posisi hilalnya sudah cuÂkup tinggi, di atas dua derajat. Akan tetapi taÂhun berikutnya kembali akan riskan lagi dengan perbedaan awal Ramadhan dan lebaran Idul Fitrinya karena osisi hilal relatif rendah. ***