BERKAH RAMADHAN (6)

Memahami Sistem Hisab

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 10 Juni 2015, 11:07 WIB
Memahami Sistem Hisab
Nasaruddin Umar/net
SELAIN motode rukyah, juga dikenal sistem hisab di dalam menetapkan datangnya bu­lan baru (hilal). Metode hisab mengacu kepada perhitun­gan kalender seperti yang terjadi pada penanggalan tahun Miladiah, yang tidak perlu dijastifikasi dengan rukyah. Jika menurut perhitungan hilal sudah wujud maka dapat dianggap sudah terjadi pergantian bulan. Hanya saja masalahnya, aliran hisab juga bermacam-macam, bahkan lebih rumit daripada aliran hilal. Da­lam aliran hisab ada yang menetapkan wujudnya hilal (wujud al-hilal) berdasarlan garis atas hilal, garis tengah hilal, dan garis bawah hilal. Bagi mereka yang mendasarkan pandangannya pada garis atas bulan, walau hanya 0,1 derajat sudah dikatakan wujud al-hilal dan dengan demikian sudah masuk bulan berikutnya. Jika akhir bulan Sya'ban sore harinya sudah wujud hilal maka keesokan harinya dengan sendirinya sudah masuk Ramadhan. Demikian pula pada akhir Ra­madhan jika sore harinya menurut perhitungan sudah wujud hilal maka keesokan harinya tidak bisa ditunda untuk lebaran Idul Fitri. Berpuasa pada tanggal 1 Syawal hukumnya haram.

Dasar metodologi hisab antara lain juga yang digunakan dalil oleh aliran rukyah, hanya penaf­siran dari hadis itu yang berbeda. Di antara dalil tersebut ialah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah dan Ibnu 'Umar: Rasulullah ber­sabda: "Janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal (Ramadlan), dan janganlah kalian berbuka hingga melihatnya (hilal Syawal). Jika ia tertutup bagimu, maka kadarkanlah atasnya". Hadis lain: "Berpuasalah kamu semua karena terlihatnya (hilal Ramadlan) dan berbukalah kamu semua karena terlihatnya (hilal Syawal). Jika ia tertutup bagimu, maka perkirakanlah ia 30 (hari)”.

Terdapat sejumlah kata di dalam hadis itu dimungkinkan untuk difahami secara maknawi, tidak secara harfiah. Kata "ru'yah" di dalam li ru’yatih difahami oleh ahli hisab sebagai perhi­tungan, tidak mesti harus berarti penglihatan fisik. Mereka berpendapat bahwa perjalanan bulan adalah perjalanan eksakta yang selalu permanen setiap tahun. Hal ini juga telah diisyaratkan di dalam ayat: Dia-lah yang menjadikan Matahari bersinar dan Bulan bercahaya, dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (Q.S. Yunus/10:5). Banyak lagi ayat lain menyatakan planet itu berjalan secara teratur sehingga tidak perlu diragukan lagi.

Kelebihan metode ini secara social sangat me­mudahkan dilakukan perencanaan. Jauh sebe­lum tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal sudah dapat diprediksi dengan mudah sehingga segala urusan dapat direncanakan secara professional. Ibu-ibu memasak persiapan lebaran tidak perlu ragu lagi, karena sudah dapat diprediksi.

Namun metode ini juga memiliki problem karena standard perhitungan bulan tidak tunggal, bahkan lebih dari sepuluh macam yang sering dijadikan rujukan di Indonesia. Antara satu dengan lain berbeda dan bahkan ada yang sangat ekstrim perbedaannya antara satu dengan lain. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA