Dasar metodologi hisab antara lain juga yang digunakan dalil oleh aliran rukyah, hanya penafÂsiran dari hadis itu yang berbeda. Di antara dalil tersebut ialah hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah dan Ibnu 'Umar: Rasulullah berÂsabda: "Janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal (Ramadlan), dan janganlah kalian berbuka hingga melihatnya (hilal Syawal). Jika ia tertutup bagimu, maka kadarkanlah atasnya". Hadis lain: "Berpuasalah kamu semua karena terlihatnya (hilal Ramadlan) dan berbukalah kamu semua karena terlihatnya (hilal Syawal). Jika ia tertutup bagimu, maka perkirakanlah ia 30 (hari)â€.
Terdapat sejumlah kata di dalam hadis itu dimungkinkan untuk difahami secara maknawi, tidak secara harfiah. Kata "ru'yah" di dalam li ru’yatih difahami oleh ahli hisab sebagai perhiÂtungan, tidak mesti harus berarti penglihatan fisik. Mereka berpendapat bahwa perjalanan bulan adalah perjalanan eksakta yang selalu permanen setiap tahun. Hal ini juga telah diisyaratkan di dalam ayat: Dia-lah yang menjadikan Matahari bersinar dan Bulan bercahaya, dan ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). (Q.S. Yunus/10:5). Banyak lagi ayat lain menyatakan planet itu berjalan secara teratur sehingga tidak perlu diragukan lagi.
Kelebihan metode ini secara social sangat meÂmudahkan dilakukan perencanaan. Jauh sebeÂlum tanggal 1 Ramadhan atau 1 Syawal sudah dapat diprediksi dengan mudah sehingga segala urusan dapat direncanakan secara professional. Ibu-ibu memasak persiapan lebaran tidak perlu ragu lagi, karena sudah dapat diprediksi.
Namun metode ini juga memiliki problem karena standard perhitungan bulan tidak tunggal, bahkan lebih dari sepuluh macam yang sering dijadikan rujukan di Indonesia. Antara satu dengan lain berbeda dan bahkan ada yang sangat ekstrim perbedaannya antara satu dengan lain. ***