Menurut ekonom Destry Damayanti, pelambatan ekonomi sebenarnya sudah terjadi sejak 2012. Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai puncaknya, dengan angka 6,5 persen. Pada tahun 2012 turun menjadi 6,23 persen, lalu pada tahun 2013 turun menjadi 5,7 persen, pada tahun 2014 turun menjadi 5, 2 persen, dan memasuki kuartal pertama 2015 kini menjadi 4,7 persen.
"Di satu sisi, memang ada masalah struktur ekonomi kita yang harus dibedah. Ekonomi kita melambat, bertepatan dengan harga komoditi yang turun. Atau dengan kata lain, harga komiditi yang turun, akhirnya juga mempengaruhi ekonomi secara signifikan," kata Destry kepada
Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Jumat, 8/5).
Di sisi yang lain, lanjut Destry, kondisi global juga sedang tidak terlalu baik. Amerika Serikat (AS) misalnya sudah bicara normalisasi kebijakan ekonomi yang menyebabkan ketidakpastian. Pun demikian dengan pertumbuhan ekonomi China yang juga melambat, dan mencapai titik terendah.
"China baru di akhir kuartal ini mulai ada kejelasan dengan menurunkan suku bunga dan menaikkan stimulus," ungkap Destry.
Sisi lain lagi, lanjut Destry, adalah terkait dengan persoalan domestik Indonesia yang memasuki masa transisi. Bila saja tidak ada momentum transisi, artinya masih dalam satu pemerintahan, mungkin juga tidak akan terlalu turun. Di masa transisi misalnya, ada persoalan mengurus APBNP yang cukup komplek dibandingkan dalam kondisi biasa, juga ada perubahan nomenklatur di kementerian.
"
Over all, tidak bisa melihat sisi kinerja pemerintah saja. Pelambatan ekonomi sudah lama, cuma karena baru terlihat sekarang, yang kesannya memburuk. Ada masalah struktur ekonoimi, kondisi global, persoalan domestik dan lain-lain. Maka kita kasih waktu dulu pemerintah bekerja," demikian Destry.
[ysa]
BERITA TERKAIT: