Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sering Mengalami Kekerasan, tapi Banyak Perempuan Tak Berani Bersuara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Senin, 09 Maret 2015, 01:42 WIB
Sering Mengalami Kekerasan, tapi Banyak Perempuan Tak Berani Bersuara
rmol news logo Perempuan Indonesia masih kerap mengalami kekerasan, seperti pemerkosaan, trafficking dan juga kekerasan di dalam rumah tangga. Karena itu tak heran, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia sangat tinggi.

Demikian disampaikan Ketua DPP IMM Bidang Immawati, Muntazimah Nasution, dalam acara aksi damai memperingati Hari Perempuan Sedunia di kawasan Bundaran Indonesia, Jakarta, Minggu pagi (8/3).

"Sekalipun tinggi, tapi sayang sekali kebanyakan perempuan kita tidak berani untuk melaporkan kekerasan yang menimpa dirinya itu. Ini merupakan masalah serius, tidak hanya dalam sekala nasional tetapi juga secara global," tegas Ketua DPP IMM yang membidangi masalah perempuan ini.

Dalam aksi damai tersebut, IMM bersama organisasi mahasiswa lainnya yang tergabung dalam Cipayung Plus, menuntut penghentian terhadap diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan melalui perlindungan hukum dari negara. Selain itu mereka meminta media massa untuk mengurangi tayangan yang bersifat ekploitatif terhadap tubuh perempuan.

Peringatan Hari Perempuan Sedunia ini diisi dengan berbagai kegiatan. Antara lain orasi kebangsaan tentang perempuan Indonesia, teatrikal, juga aksi penandatanganan spanduk oleh masyarakat Ibu Kota sebagai bentuk penolakan terhadap kekerasan terhadap perempuan.

Sementara itu, Ketua Bidang Hubungan Luar Negri DPP IMM, Immawati Ela Nofitasari, mengingatkan tenaga kerja perempuan Indonesia harus memiliki kemampuan dan produktivitas tinggi untuk bisa bersaing dengan tenaga kerja lainnya.

Apalagi, pergerakan tenaga kerja dari satu negara ke negara lainnya, khususnya di kawasan ASEAN, tidak bisa dibendung lagi setelah Masyarakat Ekonomi ASEAN resmi berlaku akhir tahun ini.

"Namun sayang sekali, tenaga kerja perempuan kita kualitas pendidikannya masih rendah. Saat bekerja di luar negeri kebanyakan menjadi pembantu rumah tangga, yang terkadang diperlakukan dengan semena-mena. Ke depan harapannya tidak seperti itu, kita bisa mengirimkan perempuan-perempuan yang ahli dalam teknologi ataupun bidang-bidang lainnya," papar Ela yang sudah lama konsen terhadap isu-isu perburuhan internasional. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA