Penjelasan tersebut dikeÂmukakan saksi Irfan Nur Andri dalam sidang lanjutan terdakwa Direktur Utama (Dirut) PT DCL Machfud Soeroso di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.
Irfan menyatakan, posisinya sebagai auditor keuangan PT DCL, membuatnya mengetahui alur keluar masuk dana perusaÂhaan tersebut.
Termasuk, sebutnya, dana-dana proyek ME untuk pekerÂjaan P3SON. Dia menandaskan, keterlibatannya mengaudit reÂkening perusahaan itu, diawali permintaan staf operasional PT DCL, Yahya Novanto.
Ia mengaku tak ingat persis kapan permintaan tersebut disampaikan. Tapi yang jelas, order alias perintah mengaudit rekeningperusahaan dijalankan secara serius.
Saat memulai proses audit, saksi mengaku menemukan kejanggalan. Kejanggalan itu terletak pada tidak adanya data pendukung transaksi keuangan perusahaan. Artinya, data-data keuangan yang diterimanya hanyalah data yang berasal dari perusahaan.
Dia menambahkan, saat itu sama sekali belum berpikir bakal menemukan adanya kerugian. Namun setelah diperiksa KPK, ia disodori data oleh penyidik. Data itu menyebutkan ada peÂmasukan dana ke perusahaan Rp 28 miliar.
Data itu, menurutnya, berÂbeda dengan hasil penghitungan menggunakan data transaksi PT DCL. Hasil audit keuangan PT DCL, sebut dia, menyimpulkan, adanya temuan dana masuk peÂrusahaan yang kurang dari angka yang semestinya.
Pria berkacamata itu pun menegaskan, total dana yang masuk ke PT DCLsemestinya Rp 162 miliar. Namun dalam pemeriksaan dokumen transaksi keuangan PT DCL, dia menemuÂkan bahwa dana yang masuk hanya Rp 122 miliar.
"Awalnya kita hanya memeriksa pendapatan dan biaya-biaya proyek Hambalang tahun 2011," katanya.
Irfan menyatakan, hasil audit menemukan adanya minus Rp 40 miliar. "Saya menyimpulkan ini sebagai kerugian perusaÂhaan," katanya.
Namun, ketika dicecar pertanÂyaan, kemana dana Rp 40 miliar tersebut, saksi mengaku tidak tahu. Ia pun menjelaskan, tidak tahu perbedaan hasil audit itu dilatari oleh hal apa. Dia bilang, bukti-bukti kuitansi yang diaudit seluruhnya berasal dari PT DCL. "Saya tidak tahu apakah kuitansi itu asli atau fiktif."
Saksi lainnya Yahya Novanto menerangkan, teknis audit rekÂening PT DCLberawal dari perÂmintaan Direktur Operasional PT DCL Ronny Wijaya untuk mencari auditor. Atas permintÂaan tersebut, Yahya lantas menÂgontak Irfan Nur Andri untuk mengaudit rekening perusahaan infrastruktur ini.
Namun, saksi mengaku semÂpat diminta oleh Rony Wijaya untuk mencari faktur fiktif. "Sama Pak Ronny," tandasnya. Hanya saja, dia menyatakan, tak pernah mendapat perintah untuk membuat hasil audit perusahaan menjadi rugi.
Hal senada disampaikan saksi Irfan. Pada keterangannya, dia menegaskan, tak pernah mendaÂpat order untuk membuat hasil audit perusahaan rugi.
"Tidak ada. Tidak pernah Yang Mulia," imbuhnya.
Kilas Balik
Bos PT DCL Machfud Soeroso Didakwa Perkaya Diri Rp 46,5 MiliarJaksa KPK mendakwa Machfud Soeroso memperkaya diri Rp 46,5 miliar. Dana tersebut diperoleh terdakwa saat perusahaannya, PT Duta Citra Laras (DCL) menggarap proyek Hambalang.
Perusahaan terdakwa, disebut dalam dakwaan, menjadi sub kontraktor pekerjaan mekanikal elektrik (ME) yang digarap kerÂjasama operasional (KSO) PT Wijaya Karya dan Adhi Karya.
Proyek Hambalang ditujukan untuk Pusat Peningkatan Prestasi dan Sarana Olahraga Nasional (P3SON). Namun tahun 2006, pembangunan terhenti karena belum ada sertifikat atas lahan. Untuk kepentingan tersebut, terdakwa Kabiro Perencanaan Kemenpora Dedi Kusdinar ditunjuk Sesmenpora Wafid Muharram sebagai koordinator tim persiapan pembangunan.
Anggota tim ini ialah Tommy Apriantono, Dosen ITB, dan Lisa Lukitawakti, Direktur CV Rifa Medika. Tim bertugas, merencanakan, mempersiapkan, mengoordinasikan, dan memÂbantu memperlancar pembanÂgunan proyek.
Tim pun bekerjasama dengan pengusaha yang dekat dengan Wafid Muharam yakni Paul Nelwan, Ida Nuraida, Dirut PT Biro Insinyur Eksakta, Sonny Anjangsono, Direktur Teknik dan Operasi PT Biro Insinyur Eksakta, Muhammad Arifin, Komisaris PT Methapora Solusi Global, Asep Wibowo, Direktur Operasional PT Methapora Solusi Global untuk membuat desain maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Wafid meminta Ida dan Sonny meninjau lokasi. Termasuk meÂnyiapkan dokumen masterplan tahun 2006 dan pagu anggaran Rp 125 miliar yang telah ditetapÂkan dalam daftar isian pelaksanÂaan anggaran APBN 2010.
Di sini, Sonny menemukan kendala dan potensi masalah di lapangan. Persoalan meliputi tidak ada peta lahan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan kondisi tanah yang labil. Masalah ini disampaikan ke Dedi dan Wafid Oktober 2009. Persoalan ini lalu dibawa dalam rapat di Kemenpora.
Rapat dihadiri Dedi, Wafid, Lisa, Paul, Wiyanto, Sonny, Asep Wibowo, Muhammad Arifin dan Ida Bagus Wirahadi Adhi. Dalam rapat, Muhammad Arifin dan Asep memaparkan desain P3SON Hambalang buatan PT Methapora Solusi Global. Desain ini berbeda dengan analisa Sonny karena tak sesuai dengan kondisi tanah Hambalang.
Wafid dalam rapat menyampaiÂkan desain Methapora akan diÂpaparkan ke Andi Mallarangeng selaku Menpora yang baru. Dalam kesempatan ini, Wafid minta Sonny membuat RAB sebesar Rp 2,5 triliun dengan rencana pembangunan dilakÂsanakan multiyears.
Begitu Andi Malarangeng dilantik jadi Menpora, Tim pun melakukan paparan awal rencana pembangunan P3SONHambalang. Rapat dilaksanaÂkan di Lantai 10 ruang rapat Menpora yang dihadiri Andi Mallarangeng, Deddy, Wafid, Mohamad Fakhruddin, staf khusus menpora, Rio Wilarso, staf Dedi, Lisa Lukitawati, Wiyanto, Muhammad Arifin, Asep, dan Anggraheni.
Saat itu Wafid bilang status tanah Hambalang bermasalah karena belum ada sertifikat. Andi pun memerintahkan Wafid segera menyelesaikan masalah status tanah. Akhir 2009, setelah masterplan diperbaiki, dilakukan kembali pemaparan rencana pembangunan P3SON di kediaÂman pribadi Andi.
Paparan kali ini, dihadiri Wafid, Deddy, Lisa, Wiyanto, Muhammad Arifin, asep, Anggraheni, Iim Rohimah, Rio, Poniran. Saat itu, Wafid menyampaikan perkiraan anggaran sekitar Rp 2,5 triliun dan akan ada hambatan di proses anggaran.
Keterangan Novanto Layak Jadi Pengembangan KasusSyarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPRPolitisi Partai Hanura Syarifudin Sudding mengatakan, keterangan saksi yang dihadÂirkan dalam persidangan, bisa dijadikan acuan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelisik kasus lebih jauh.
Menurutnya, keterangan akuntan publik, Irfan Nur Andri dan Yahya Novanto yang meÂnyebut ada kejanggalan dalam proses auditing, bisa dijadikan celah JPU mengembangkan kaÂsus Hambalang. "Itu bisa dijadiÂkan dasar untuk melihat apakah ada pidana lain," katanya.
Selain itu, tambahnya, penÂgakuan keduanya terkait denÂgan tidak adanya data-data dalam proses audit selain dari PT Dutasari Citra Laras (PT DCL), menunjukkan kejangÂgalan lainnya.
Bahkan, menurutnya, perÂmintaan mencari faktur fiktif dari Direktur Operasional PT DCLRonny Wijaya suÂdah sangat wajar untuk KPK membuka penyelidikan baru. "Karena itu fakta persidangan, jadi sudah seharusnya ditindaklanjuti," tuturnya.
Anggota Komisi III DPR ini juga tidak menampik, apakah nantinya dalam kasus mega proyek tersebut akan menyeret nama baru sebagai sebagai tersangka. Dia pun mengingatÂkan, dalam dakwaan Direktur Utama PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso telah disebut nama oknum Badan Anggaran DPR sebagai pihak yang diÂduga menerima aliran dana dari proyek tersebut.
"Maka tidak menutup kemungkinan orang tersebut ikut andil dalam menyusun anggaÂran proyek Hambalang yang membengkak. Sekarang tingÂgal kita tunggu saja, apakah nantinya KPK akan membawa dia ke dalam pusaran kasus ini," jelas Sudding.
Namun, Sudding berharap agar KPK bisa bertindak adil dalam menyelesaikan kasus tersebut. Dia juga menyatakan, tidak boleh ada pihak-pihak yang lolos dari jerat hukum. Apapun kesalahannya, perlu diproses secara hukum.
Pemalsuan Surat Bisa Dihukum Tujuh Tahun Akhiar Salmi, Dosen Universitas Indonesia BIRO
Dosen hukum pidana UI Akhiar Salmi menyatakan, keterangan akuntan publik, Irfan Nur Andri dalam persidangan kasus Hambalang yang meÂnyebut adanya perbedaan perÂhitungan antara KPK dengan PT Dutasari Citra Laras (DCL) merupakan pintu masuk peÂnyelidikan baru.
Menurutnya, proses penghiÂtungan yang dilakukan Irfan terhadap PT DCLrugi, karena adanya pesanan dari peruÂsahaan pimpinan Machfud Suroso tersebut. Bahkan, adanÂya keterangan yang menyebut Direktur Operasional PT DCLRonny Wijaya pernah meminta untuk mencari faktur fiktif, semakin memperkuat indikasi adanya dugaan pidana lain.
Akan tetapi, dijelaskan Akhiar, jika terbukti benar ada perintah dari PT DCLterhÂadap pemalsuan hasil audit perusahaan tersebut dalam proyek Hambalang, itu meruÂpakan kasus yang berbeda.
Menurutnya, jika ada seseorang yang dengan sengaja memalsukan hasil audit, dapat diancam dengan hukuman pidana. Hal itu, sambungnya, sudah diatur dalam Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP tenÂtang Pemalsuan Surat. "Hukumannya bisa enam atau tujuh tahun," jelasnya.
Sementara terhadap audiÂtornya, menurut Akhiar, harus ditelaah lebih jauh perannya. Sebab, kata dia, bisa jadi audiÂtor hanya disuruh memasukkan input data tanpa mengetahui kasus yang sebenarnya.
"Kalau dia tidak tahu, ya sulit untuk dijerat, kecuali dia tahu dan sepakat untuk meÂmalsukan hasil auditnya, maka akan menjadi tindak pidana. Namun, kasusnya berbeda dengan yang sebelumnya," ucap Akhiar. ***