Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Papua harus Dapat Insentif Lebih kalau Smelter Dibangun di Gresik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Kamis, 29 Januari 2015, 10:13 WIB
Papua harus Dapat Insentif Lebih kalau Smelter Dibangun di Gresik
rmol news logo Persoalan kewajiban membangun smelter mestinya sudah tidak perlu lagi dibahas saat ini. Karena dalam UU Minerba sudah disebutkan bahwa semua perusahasaan tambang wajib membangun smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian mineral.

Demikian disampaikan ahli pertambangan dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Witoro kepada Kantor Berita Politik RMOL pagi ini (Kamis, 29/1) terkait kebijakan Pemerintah yang memberi perpanjangan waktu untuk Freeport mengekspor konsentrat bahan tambang.
 
"Kalau mau ikuti UU, tahun 2014 itu sudah final. Cuma terus terang saja, pemerintah kurang mengawal, terlalu longgar memberi keleluasaan kepada Freeport. Kalau Freeport menghindar wajar, karena bisnis smelter tidak banyak," jelasnya.

UU Minerba tersebut, menurutnya mempunyai semangat yang bagus. "Karena industri manufaktur kita masih banyak impor. Semuanya harus diolah disini," tegasnya.

Karena itu, dia mengingatkan, Pemerintah Indonesia harus mengawal lebih ketat agar komitmen perusahaan asal Amerika Serikat membangun smelter dilaksanakan. Karena pihak Freeport sendiri sudah memastikan smelter di lahan milik PT Petrokimia Gresik di Gresik, Jawa Timur.

Soal lokasi pembangunan smelter tersebut, dia menilai wajar kalau pihak Papua menginginkan agar dibangun di bumi Cendrawasih. Karena yang diharapkan bukan hanya hak pemerintah daerah saja, seperti royalti dan pajak, tapi kesempatan membuka lapangan pekerjaan baru.

Namun bagi dia, lokasi pembangunan smelter itu bisa dimana saja. Asal ada jalan keluar dari semangat atau permintaan rakyat Papua tersebut. "Smelter boleh dimana saja. Mau di Papua atau di Jawa. Tapi hasilnya harus dibawa kembali," ungkapnya.

Pasalnya, kekayaan tanah Papua yang sekarang dieksplorasi Freeport akan habis. Papua juga tidak boleh terus tergantung kepada perusahaan tersebut. "Kalau pertanian itu sustainable. Tapi pertambangan bisa membangun yang sustainable," dalihnya.

Karena itu, harus ada nilai tambah untuk Papua kalau memang akhirnya smelter dibangun di luar daerah itu. Misalnya, dana CSR ditambah.

"Lalu kompensasinya apa? Entah itu CSR dilebihkan atau ada komitmen untuk membangun Papua. Karena yang diinginkan bukan hanya mendapat bagian untuk pemerintah daerah. Tapi di luar itu. Yang besar itu di hilirnya," ungkap dia.

Misalnya, seperti yang ia sampaikan di atas, ada itikad membangun pertanian. Apalagi, tanah Papua sebenarnya cocok untuk menjadi lahan pertanian. "Pendapatan dari Freeport untuk membangun pertanian di tanah Papua bisa. Apalagi, swasembada pangan yang dijanjikan Pemerintah juga harus dijalankan," tandasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA