Nggak ada yang lepas dari keÂpentingan. Setiap lahir UnÂdang-Undang, pasti ada muatan keÂpentingan kelompok tertentu. Makanya banyak dibatalkan MahÂkamah Konstitusi (MK),Â’’ÂteÂÂÂgas Marwan Effendy keÂpaÂda
RakÂyat Merdeka, usai seÂminar dan diskusi panel bertema BerÂsihkan Hukum Dari KepenÂtingan PoliÂtik†di Ballroom Hotel Grand SaÂhid Raya Jakarta, Kamis, (13/11).
Contohnya saja, lanjut bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) itu, Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Di situ banyak sekali kepentingan poliÂtiknya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Sejauhmana penegak hukum itu berpolitik?Sebenarnya saya nggak koÂmenÂtar tentang ini. Sebagai maÂnusia, baik polisi, jaksa, dan haÂkim, bisa saja terkontaminasi oleh kepentingan politik. Tapi ini tergantung oknumnya.
Kalau lembaganya sih steril dan independen. Tapi penegak hukumnya itu, orangnya itu, beÂlum tentu steril, belum tentu inÂdependen.
Sedangkan lembaga hukum itu mewujudkan penegakan huÂkum yang bebas dari berbagai keÂpenÂtingan.
Lembaga penegak hukum itu seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), kejaksaan, kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan fungsi, tugas dan kewenangannya secara independen.
Anda yakin lembaga hukum itu steril dari kepentingan politik?Lembaganya ya. Tapi kalau orangnya, itu tergantung okÂnumÂÂnya. Steril itu kan bersih, terÂhinÂdar dari segala kepenÂtingan poÂlitik.
Terhindar dari kepentingan peÂlaku politik yang ada di lemÂbaga politik, bisa di eksekutif dan leÂgislatif. Seperti sekarang ini ada tarik menarik dalam penggoÂdoÂkan RUU KUHAP. Hampir seÂperempat abad, nggak jadi-jadi. Sebab, ada taÂrik meÂnarik, ada kepentingan poÂlitik di situ.
Bagaimana menyikapinya?Harusnya disikapi arif oleh petinggi hukum. Kekuasaan pemerintah tidak lebih sebatas pelindung bagi sistem aturan-aturan hukum untuk kepentingan penegak hukum. Bukan meÂmengaruhi atau mengintervensi penegakan hukum demi kepenÂtingan tertentu, baik politik mauÂpun ekonomi atau bisnis.
Bukankah sekarang ini sulit menemukan penegak hukum yang arif dan bijaksana?Saya harapkan ke depan, seorang penegak hukum itu tidak dituntut hanya profesional dan proforsional, tapi juga memiliki kearifan.
Contoh, saya dulu membuat surat edaran. Intinya, orang yang sedang mengikuti pilkada atau pemilu itu jangan diusut. Jangan sampai nanti kejaksaan ditungÂgangi kepentingan poÂlitik.
Tapi setelah saya tidak menjadi Jampidsus, kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi seenaknya saja memanggil orang yang sedang mengikuti pilkada atau pemilu. KeÂnapa nggak sabaran sih, tungÂgu dong. Nah ini yang disebut butuh kearifan itu.
O ya, Ketua MPR bolak baÂlik memberikan keterangan di KPK sebagai saksi , ini bagaiÂmana?KPK berwenang memangggil Ketua MPR sebagai saksi. Kita harus hormati langkah KPK itu. Tapi itu kan masih meminta keÂterangan. Jangan dulu berpraÂduga negatif. Kita harus berpraÂduga tidak bersalah.
Harapan Anda?Independensi lembaga peneÂgak hukum yang telah digariskan Undang-Undang harus diterapÂkan dan dipertahankan pada ranah implementasinya.
Independensi tersebut juga diÂhaÂrapkan dapat dimaknai secara bijak, sesuai dengan aturan-atuÂran, dan asas universal yang berlaku.
Selain itu, menjunjung tinggi prinsip profesinoalitas, proporÂsioÂnalitas maupun akuntabilitas dan berdasarkan nilai-nilai inteÂgritasnya. ***
BERITA TERKAIT: