WAWANCARA

Effendi Simbolon: Jusuf Kalla Yang Lebih Bernafsu Ingin Menaikkan Harga BBM

Senin, 10 November 2014, 07:29 WIB
Effendi Simbolon: Jusuf Kalla Yang Lebih Bernafsu Ingin Menaikkan Harga BBM
Effendi Simbolon
rmol news logo Muncul berbagai spekulasi atas pernyataan Ketua DPP PDI Perjuangan Effendi Simbolon yang menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Ada yang menilai, ini rekayasa agar publik simpati terhadap par­tai yang dikomandoi Me­gawati Soekarnoputri tersebut. Tapi ada juga menilai, ini gara-gara tidak terpilih jadi menteri.

Menanggapi hal itu, Effendi Simbolon mengatakan, pernya­taan­­nya menolak rencana kenai­kan harga BBM bukan reka­yasa atau sakit hati karena tidak jadi menteri.

Yang benar adalah saya mem­posisikan diri sebagai anggota DPR yang mempunyai fungsi mem­beri kritik terhadap peme­rintah,’’ kata Effendi Simbolon, kepada Rakyat Merdeka, Jumat (7/11).

Bekas calon Gubernur Suma­tera Utara itu sadar bahwa partai­nya sebagai pendukung pemerin­tah, tapi tetap punya hak untuk me­lakukan koreksi terhadap ke­bijakan pemerintah.

Saya berada di dalam partai pemerintah. Tapi memberikan koreksi yang positif bagi peme­rintah, itu boleh asal jangan asal-asalan,” paparnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda begitu lantang menolak kenaikan harga BBM?
Selama 10 tahun ini PDI Per­juangan kritis menuntut agar ti­dak menaikkan harga BBM. Saya ingin PDI Perjuangan konsisten dalam membela kepentingan rak­yat. Kembali lagi merujuk kepada segala macam langkah atau pe­rencanaan yang terdapat di buku putih. Seharusnya buku putih men­­jadi acuan untuk diimple­mentasikan terlebih dahulu.

Anda menagih janji Jokowi saat kampanye lalu?
Ya. Saat kampanye lalu, Pak Jokowi menyampaikan untuk mensejahterakan rakyat. Mana ada kenaikan harga BBM bisa mensejahterakan rakyat.

Menurut Anda apakah ide menaikkan harga BBM ini me­mang karena kondisi keuangan negara yang jebol atau ada pihak lain?
Sebenarnya yang lebih nafsu ingin menaikkan harga BBM adalah Pak Jusuf Kalla. Bahkan, pengamatan saya, beliau sudah ber­manuver jauh sebelum kam­pa­nye. Ini sangat luar biasa. Dari zaman ke zaman sangat ambisius ingin mencanangkan program listrik 5.000 megawatt. Tapi be­lum terlaksana sampai sekarang.

Barangkali Anda sakit hati karena tidak dijadikan men­teri?
Tidak ada kaitannya dengan hal itu. Semua yang saya kritisi teru­kur, logis dan obyektif. Tidak ada muatan lain di balik semua ini. Jika ada rencana ingin menaikkan harga BBM, harus terlebih da­hulu ada langkah konkret dalam melakukan penanganan sektor energi.

Adakah teguran dari partai dengan statemen tersebut?

Kenapa mesti ada teguran. Ada­nya perbedaan pandangan atau pendapat dalam partai itu hal biasa dalam kehidupan demo­krasi.

Kader PDI perjuangan lain­nya, Rieke Dyah Pitaloka juga melakukan hal yang sama, apa ini direkayasa?
Tidak ada. Saya tidak ada koor­dinasi dengan siapapun terkait persoalan ini. Tidak ada settingan atau rekayasa untuk merebut sim­pati rakyat. Ini murni berdasarkan pengalaman saya selama 10 ta­hun di komisi energi, sehingga relevansinya sangat kuat.

Pemerintah bersikeras akan menaikkan harga BBM sebesar Rp 3.000 per liter...
Jangankan naik Rp 3.000, naik Rp 100 saja per liter  sangat be­rarti dan memberatkan bagi rak­yat kecil. Penghasilan mereka ti­dak bertambah. Sementara pe­nge­luaran sudah pasti bertambah. Saya tidak percaya jika kenaikan harga BBM bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Pengusaha menginginkan harga BBM naik, ini bagai­mana?

Pengusaha tidak usah ikut-kutan. Lebih baik mereka fokus pada persoalan Upah Minimum Re­gional (UMR) di setiap perusa­haan­nya masing-masing. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA