WAWANCARA

Prof Yusril Ihza Mahendra: Presiden Berhak Memodifikasi Kabinet, Tapi Nggak Boleh Melebihi 34 Kementerian

Kamis, 23 Oktober 2014, 10:10 WIB
Prof Yusril Ihza Mahendra: Presiden Berhak Memodifikasi Kabinet, Tapi Nggak Boleh Melebihi 34 Kementerian
Prof Yusril Ihza Mehendra
rmol news logo Pakar Hukum Tata Negara Prof Yusril Ihza Mehendra berpendapat Presiden Jokowi punya hak melakukan modifikasi kabinet tanpa perlu pertimbangan DPR.
 
Yusril beralasan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak merinci nama-nama  kementerian. Ini berarti Presiden punya hak melakukan modifikasi  kementerian.

Yang penting, lanjut Yusril, nggak boleh melebihi 34 kemen­te­rian. Sebab, maksimal 34 ke­men­terian itu sudah disebutkan dalam undang-undang.

Mengenai acara pisah sambut an­tara presiden baru dan bekas pre­siden, menurut Yusril, ti­dak  diatur dalam konstitusi. Tapi prosesi itu tidak melanggar un­dang-undang.

 â€œPisah sambut itu nggak diatur hukum tata negara kita, tapi itu boleh dipraktekkan. Adat istiadat ma­syarakat kita kan seperti itu. Saya kira itu hal positif,” ujar Pa­kar Hukum Tata Negara Prof­Yusril Ihza Mahendra, kepada ­Rakyat Merdeka, Selasa (21/10).

Seperti diketahui, setelah pe­lantikan Jokowi-JK menjadi Pre­siden dan Wakil Presiden, di Ge­dung DPR/MPR, Jakarta, Se­nin (20/10), pihak Istana meng­gelar sesi pisah sambut dengan bekas Presiden SBY di Istana Merdeka. Kedatangan Presiden Jokowi di­sambut upacara militer dan serangkaian kegiatan lain.

Usai prosesi, Presiden beserta Ibu Negara mengantarkan SBY dan Ani Yudhoyono menuju hala­man, sebelum menaiki mobil pribadi mereka  pulang ke Cikeas dan menjalani kehidupan sebagai warga negara biasa.

 Yusril Ihza Mahendra selan­jut­nya mengatakan, acara pisah sambut itu perlu diapresiasi posi­tif karena memberi simbol pe­nyerahan estafet kepemimpinan. Prosesi itu memberi isyarat, pro­ses pergantian kepemimpinan berlangsung damai. Terlebih, proses peralihan kepemimpinan di masa lalu tak berlangsung mulus.

Berikut kutipan selengkapnya:

Untuk menjaga kedamaian peralihan kekuasaan, apa perlu acara pisah sambut itu dima­sukan dalam undang-undang?
Nggak perlu. Meski hal ini tidak diatur undang-undang (UU), para menteri sudah le­bih dulu mempraktekannya. Biasa­nya, menteri yang lama se­cara simbolis menyerahkan tanggung jawab kepada men­teri baru.

Prosesi ini belum pernah ter­jadi dalam pergantian presiden kita, karena  proses peralihan kepemimpinan di masa lalu tak berlangsung mulus.

Hal semacam ini memang baru kali pertama terjadi. Ini perlu dilestarikan. Pesannya, meski per­tarungan politik persebutan kursi presiden berjalan keras, proses pergantian kepemimpinan harus berlangsung damai. Ini negara kita, milik kita semua.

Selama ini, menteri sudah mem­­praktekkan pergantian ke­pemimpinan secara mulus.

Prosesi apa saja yang dila­kukan?
Biasanya, menteri membuat memorandum akhir jabatan. Saat mengakhiri jabatan men­teri. Saya juga pernah buat itu. Praktek ini sudah berlang­sung lama.

Dalam memorandum akhir jabatan, saya menyampaikan apa yang sudah saya kerjakan, apa yang belum sempat dikerjakan. Kemudian memberi tahu menteri baru, apa masalah yang harus di­selesaikan ke depan. Ini kan baik untuk menjaga kesinam­bungan kerja dan kedamaian dalam pergantian kepemimpinan.

Bagaimana jika generasi selanjutnya tak melanjutkan tradisi ini?

Hal ini tidak perlu di khawa­tirkan kalau orang yang mendapat kepercayaan sebagai presiden atau menteri meyakini bahwa jawabannya adalah amanah. Orang yang jadi presiden atau menteri kebetulan mendapat ama­nah saja.

Bukan berarti ne­gara ini milik dia. Negara ini mi­lik kita, dan estafet kepemim­pinan harus diserahkan kepada pemimpin yang baru.

Soal pergantian presiden, poin apa saja yang diatur kons­titusi?
Dalam konstitusi kita diatur, ja­batan presiden berakhir pada ha­ri dia dialantik. Terhitung se­lama lima tahun. Presiden baru lang­sung memegang kepemim­pinan setelah masa jabatan presi­den se­belumnya berakhir.

Kemu­dian, presiden terpilih mengu­cap­kan sumpah di hada­pan sidang MPR. Itu saja. Soal acara pisah sambut menteri atau presiden, itu hanya soal simbolis dan kultural saja. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA