“Insya Allah nggak ada aliran dana ke DPR. Tapi, kalau
person to person saya nggak tahu,†ujar Sutan Bhatoegana kepada
Rakyat Merdeka, Jumat (12/9).
Menurut politisi Partai DemoÂkrat itu, Komisi VII DPR tak pernah membahas proyek-proyek yang menjadi domain eksekutif.
“Pembahasan APBN kan selalu terbuka. Biar KPK yang meÂnyelidiki, biarkan ini berproses. Kita percayakan pada KPK dan tunggu saja apa hasilnya,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya: Sejumlah kalangan berpenÂdapat, besaran dugaan korupsi yang dilakukan Jero Wacik terlalu kecil, apa Anda melihat ada keganjilan dalam kasus ini?Ini bukan soal kecil atau besar, ini pintu masuk, nanti bisa kena yang lain. Sekarang kan sudah kena semua, ada dari pihak SKK Migas, Komisi VII DPR dan kementeriannya. Selanjutnya kemana lagi, KPK lebih tahu. Saya nggak bisa menilai proses hukum yang sedang berjalan.
Menurut pimpinan KPK, Jero Wacik serakah, apa benar?Sepanjang perkenalan saya dengan Pak Wacik, saya melihat beliau sosok sederhana, lembut dan pekerja keras. KeÂnapa saya bilang dia sederÂhana dan lembut? Dulu, saat bentrok pertaÂma antara Ketua Umum Partai Demokrat, Subur BudhiÂsantoso dan Bendahara Umum-nya, Pak Vence RuÂmangkang, Pak Wacik pernah menangis dalam rapat.
Dia berkata sambil menangis, ini rumah kita, saya menyayangi saudara-saudara, mari kita berÂsatu lagi. Itu membuat kami kaÂget. Padahal, kita semua tahu kalau perdebatan dalam partai cukup keras, pukul-memukul meja dan nada tinggi adalah hal biasa. Tapi, di tengah konflik seperti itu muncul sosok Pak Wacik. Akhirnya, kami salam-salaman dan mengakhiri perseÂteruan.
Namun, saya tidak tahu kalau setelah jadi menteri dia ada keÂbutuhan lain. Saat itu, ya seperti itu. Dia orangnya rajin, sangat melankolis dan selalu berpeÂnampilan sederhana.
Selain mengundurkan diri dari posisi menteri dan SeÂkretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat, Jero Wacik juga dikabarkan keluar dari partai, apa benar?Saya juga dapat kabar dari Max Sopacua kalau dia mundur dari Demokrat. Saya heran dengan kepuÂtusan itu, kenapa harus munÂdur dari partai. Menurut saya, ini adalah musibah dan kita harus bersabar. Biarkan peristiwa ini jadi pengalaman kita.
Saya dan Pak Wacik adalah pendiri Partai Demokrat, orang yang ikut melahirkan. Jadi, saya nggak akan lari. Tapi, saya tetap menghargai apapun keputusan beliau. Yang saya tahu, Pak Wacik adalah sosok
gentleman.Artinya, Anda memaafkan semua perlakuan partai terhaÂdap Anda?Sebagai manusia biasa, keÂkecewaan tetap ada. Tapi, sebagai orang beragama, ya saya sabar saja. Ini saya anggap sebagai penyucian diri agar menjadi lebih baik.
Apa Anda akan buka-buÂkaan dalam kasus dugaan koÂrupsi yang dialamatkan kepaÂda Anda?Ya. Apa yang saya tahu, apa yang saya lihat, apa yang saya rasakan, ya saya sampaikan. Itu kalau ditanya. Kalau nggak ditanya, apa yang mau saya ceritakan.
Apa saran Anda kepada Jero Wacik?Ikuti saja proses yang berÂlangsung, dan dekatkan diri keÂpada Tuhan. Saya tahu, beliau pasÂti syok. Tapi, ketika kita meÂnata diri, kita akan lebih tegar. Itu lebih baik dari pada kita mencari-cari kesalahan orang lain. Saya nggak pernah bongkar aib atau melimpahkan kesalahan kepada orang lain. Biarkan saja, KPK kan lebih tahu.
Orang tersangka itu belum tentu bersalah, yang bukan terÂsangka juga bisa jadi begitu. Nggak usah kita gagah-gagahan, biarkan ini berproses. Kita perÂcaya pada KPK.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Max SoÂpacua, SBY akan konsenÂtrasi membenahi atau memimÂpin ‘bersih-bersih’ partai seteÂlah lengser dari jabatan preÂsiden,’tanggapan Anda?Menurut saya, Pak SBY terlalu besar untuk mengurus hal-hal seperti itu. Beliau cukup menjaÂbat sebagai ketua dewan pemÂbina, memantau dan mengaÂrahÂkan anak-anak muda yang munÂcul. Itu lebih baik daripada Pak SBY menjadi eksekutor. Saya khaÂwatir, nama besar beliau tengÂgelam karena partai ini.
Desakan agar SBY turun langÂsung didasari rasa takut akan adaÂnya perpecahan. Kawan-kawan juga nggak berani muncul, karena takut partai ini tenggelam. Saya tidak tahu apa yang mau dilaÂkukan SBY ke depan. MuÂdah-mudahan Demokrat menjadi lebih baik. ***