Demikian disampaikan Ketua DPP Partai Hanura Saleh Husin dalam pesan singkat yang diterima
Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Senin, 18/8).
Hanura belum membicarakannya karena sejak awal memang tidak setuju dengan pengesahan revisi UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Menurutnya, pengesahan pada 8 Juli lalu itu terlalu dipaksakan.
Salah satu yang direvisi di UU tersebut adalah posisi Ketua DPR yang tidak otomatis diberikan kepada partai pemenang pemilu. Sebelum UU MD3 direvisi, mekanisme pemilihan pimpinan DPR yang terdiri dari satu ketua dan empat orang wakil ketua ditetapkan secara otomatis untuk lima partai peraih kursi terbanyak di DPR. Namun setalah UU MD3 direvisi, mekanisme pemilihan pimpinan DPR dilakukan lewat pemilihan langsung oleh seluruh anggota DPR terpilih lewat sistem paket.
Apalagi, lanjut Saleh Husin, saat ini ada beberapa pihak yang sedang menggugat UU tersebut ke MK. Di samping itu, Hanura belum membicarakan hal tersebut karena masih menunggu putusan MK terkait gugatan yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta terkait hasil Pilpres 2014.
"Di samping itu juga pasca penetapan putusan MK tanggal 21 Agustus terkait pilpres akan mengubah konstalasi peta politik nasional. Jadi semuanya masih cair. Jadi kita lihat nanti perkembangannya. Toh masih cukup waktu untuk mengambil sikap," beber anggota Komisi V DPR RI ini.
Yang jelas, Saleh Husin menambahkan, Hanura tetap konsisten bersama PDIP, Nasdem dan PKB sebagai partai pengusung Jokowi-JK. "Kami tetap konsisten bersama teman-teman koalisi Jokowi-JK untuk memperjuangkannya," demikian Saleh Husin.
[zul]
BERITA TERKAIT: