“Mari kita ajari rakyat kita berpolitik yang sehat. Politik siap kalah siap menang.â€
ITULAH pernyataan dari kedua kandidat calon Presiden saat berkampanye lalu. Namun belum lagi keputusan akhir tentang Presiden RI ke 7 yang secara konstitusi terpilih, pernyataan tersebut hanya tercatat sebagai sebuah pernyataan. Karena tidak diikuti dengan tindakan.
Tidak percaya akan proses rekapitulasi suara yang memenangkan pasangan Jokowi-JK, secara tiba-tiba Prabowo, tanpa didampingi Hatta Rajasa, menyatakan mengundurkan diri dari dan tidak mengakui rekapitulasi suara final yang diumumkan KPU pada tanggal 22 Juli 2014 lalu.
Indonesia terkejut, Jakarta pun tiba-tiba sunyi senyap dan jalan raya menjadi lenggang. Rakyat yang mengikuti pengumuman KPU khawatir akan munculnya gerakan massa dari kubu Prabowo-Hatta. Beruntung aparat keamanan sudah siap siaga dan tidak ada aksi-aksi membahayakan kesatuan nasional dari kedua kubu.
Langkah konstitusionalpun dilakukan oleh kubu Prabowo-Hatta, yaitu mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Â Langkah ini harus kita hargai.
Yang patut kita sayangkan adalah langkah politik yang dikumandangkan oleh kubu Prabowo-Hatta. Antara lain dengan menyatakan pemilihan Presiden kali ini penuh kecurangan terstruktur, sistematis dan bersifat masif. Keterlibatan asing juga dituduhkan mereka.
Pernyataan politik lainnya adalah akan membentuk Pansus Pilpres dan karena kubu Prabowo-Hatta menguasai parlemen, mereka tidak akan melantik Jokowi-JK apabila MK tetap menyatakan Jokowi-JK menang.
Apabila ini terjadi, maka demokrasi Indonesia yang sudah diakui dunia sebagai yang terbaik akan tercederai. Hanya karena ambisi sekitar 500 orang politisi di parlemen, suara sekitar 130 juta pemilih bisa dikalahkan. Hal ini tidak boleh terjadi karena ini akan menjadi cacat demokrasi Indonesia.
Hal yang paling menyedihkan adalah pernyataan Prabowo bahwa pemilihan umum di Indonesia lebih jelek dari Korea Utara. Padahal kita tahu persis bahwa sistem politik di Korea Utara sama sekali berbeda dengan Indonesia. Pernyataan yang menyatakan bahwa Prabowo sebagai titisan Allah juga sangat disayangkan.
Perlu diingatkan bahwa dalam konteks kenegaraan dan secara sosiologis, Prabowo Subianto belum menjadi sebuah simbol di Indonesia. Karena Prabowo belum pernah duduk dalam struktur kepemerintahan Indonesia dan kontribusi yang menonjol hanya di militer. Ini sangat berbeda dengan Soekarno, Soeharto maupun Gus Dur. Kontribusi mereka bagi negara dan bangsa Indonesia sudah sangat terpahat dalam pikiran dan hati rakyat Indonesia.
Meskipun demikiran, ketika ketiga pemimpin tersebut dipaksa turun, secara dewasa rakyat Indonesia bisa menerimanya. Pemerintahan terus berjalan dengan baik. Bahkan proses demokrasi Indonesia semakin lama semakin baik.
Karena itu, kebesaran dan kedewasaan sebagian besar rakyat Indonesia dalam menerima pihak yang menang dan kalah menurut saya jauh lebih besar dari pada sikap elite politik di partai pendukung masing-masing kubu yang penuh dengan kasak-kusuk dan intrik. Sehingga saya yakin, sebagian besar rakyat akan menerima keputusan akhir MK dan tidak akan ada kerusuhan karena di samping aparat sudah jauh lebih siap, juga kedewasaan rakyat akan menolak upaya-upaya anarkis yang bisa memecah belah bangsa.
Kubu Jokowi-JK mestinya juga tidak perlu membuat Tim Transisi sekarang. Kalau mereka benar-benar taat konstitusi, maka selayaknya Tim Transisi baru dibentuk sesudah MK mengeluarkan keputusannya tanggal 21 Agustus 2014 mendatang.
Karena itu terbentuknya Tim Transisi juga memperlihatkan jauhnya etika berpolitik dan berdemokrasi dari kubu Jokowi-JK. Apalagi banyak partai politik pendukung yang merasa dilangkahi oleh keputusan pembentukan tim ini. Bahkan kabarnya JK sendiri tidak setuju. Sudah benar apabila SBY pun membatalkan untuk melibatkan Jokowi-JK dalam pembahasan RAPBN 2015.
Pernyataan Jokowi dan beberapa pengamat bahwa menteri tidak boleh merangkap jabatan di partai juga menjadi sangat berkelebihan. Â Harus diingat bahwa karena partailah maka pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden bisa diajukan dan disahkan oleh KPU.
Di samping itu dalam proses jalannya demokrasi, peran DPR sangat besar. Karena itu komunikasi dan lobi dengan partai pendukung menjadi sangat penting agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik. Keberadaan menteri yang juga duduk di partai politik akan memberikan manfaat dalam proses komunikasi antara pemerintah dengan DPR.
Upaya SBY dengan membentuk tim UKP4 yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto perlu dilanjutkan agar siapapun menterinya, apapun latar belakangnya, tetap fokus pada kinerja dan mendahulukan kepentingan rakyat banyak.
Dalam pemerintahan Jokowi-JK, perbedaannya mungkin dalam fokusnya. Sesuai dengan janji Jokowi JK,  tim tersebut  bisa disebut “Unit Kerja Akselerasi Pembangunan (UKAP)â€. Di mana setiap kementerian diharuskan membuat program akselerasi pembangunan, bukan hanya program rutin. Kemudian UKAP melakukan monitoring kemajuan program ini dan secara berkala diumumkan ke rakyat pencapaiannya. Misalnya janji Jokowi tentang integrasi sistem pemerintahan melalui teknologi informasi.
Akhirnya kita berharap jiwa besar dari kedua kubu calon Presiden. Pertama, menanti dan mengajak masyarakat untuk bersama-sama memonitor perkembangan proses di MK. Kedua, agar masing-masing kubu bisa menerima keputusan MK sebagai ujung dari proses demokrasi Indonesia di tahun 2014 ini. Sehingga proses pembangunan bisa segera dilanjutkan begitu Presiden-Wakil Presiden terpilih dilantik bulan Oktober 2014 mendatang. Mudah-mudahan!
*Penulis adalah sosiolog dan tinggal di Jakarta.
BERITA TERKAIT: