Ditunggu, Langkah SBY Pecahkan Kebuntuan Politik Pilpres

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Selasa, 22 Juli 2014, 17:27 WIB
Ditunggu, Langkah SBY Pecahkan Kebuntuan Politik Pilpres
rmol news logo . Presiden SBY harus mengambil langkah politik guna mencairkan kebuntuan politik yang menghantui proses peralihan pemerintahan dan kekuasaan 2014-2019. Kebuntuan terjadi seiring langkah capres Prabowo Subianto menolak hasil Pilpres 2014. Capres nomor urut satu itu menganggap KPU tidak tanggap terhadap beragam persoalan yang melilit proses pelaksanaan hingga penghitungan suara pilpres.

"Bola sekarang ada di tangan Presiden. Apabila SBY tidak mengambil exit strategy dalam memecahkan kebuntuan ini maka masyarakat yang kembali dibuat bingung. Harus ada keputusan politik dalam menghadapi masalah ini," kata Sekretaris Jenderal Founding Fathers House (FFH) Syahrial Nasution, kepada wartawan di Jakarta (Selasa, 22/7).

Dia menilai kisruh politik yang terjadi dilatarbelakangi ketidakmampuan KPU dalam merespon beragam persoalan yang mengemuka selama kontestasi Pilpres 2014. Hal ini dimulai tidak optimalnya pemuktahiran daftar pemilih tetap (DPT), pengiriman logistik yang terlambat, temuan kecurangan, hingga hilangnya hak politik warga negara. Bahkan beragam saran dan rekomendasi dari Bawaslu hanya menjadi angin lalu bagi KPU. Karena itu tidak mengherankan apabila muncul pendapat bahwa kualitas demokarasi pada pilpres ini tidak lebih baik dari pilpres sebelumnya.  

"Dalam sosialisasi untuk mensukseskan pilpres, isi kampanye KPU selalu mengharapkan partisipasi warga negara pada 9 Juli lalu. Tapi kenyataannya berbalik. Masih ada perlakuan yang berbeda terhadap warga yang kehilangan hak politiknya lantaran kesalahan KPU sendiri. Padahal esensi dari pesta demokrasi itu sendiri itu adalah partisipasi warga negara dalam menggunakan hak politik," paparnya.

Karena itu menurut dia, SBY sebagai pemegang amanat tertinggi masyarakat Indonesia, harus menyelidiki, mengaudit, dan investigasi penolakan capres cawapes nomor urut satu terhadap proses rekapitulasi suara nasional yang dilakukan KPU. Jangan sampai persoalan ini mencoreng wajah pemerintahan SBY atau meninggalkan cacat di mata masyarakat serta citra Indonesia di mata dunia internasional. Apalagi jauh-jauh hari SBY sudah mengimpikan bahwa pemerintahannya akan Khusnul Khotimah di penghujung Oktober 2014.  

Selain itu, SBY harus mengambil peran aktif untuk mendekati tokoh-tokoh yang ada di belakang kedua pasangan capres cawapres tersebut. Baik dari kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla maupun Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Dengan begitu, pemerintahan masa akan datang tidak tersandera dengan persoalan-persoalan masa lalu yang menghantuinya.

"Di sinilah kenegarawan seseorang diuji. Apakah Mega mau ditemui SBY? Apakah Prabowo mau silaturahim dengan Mega? Jika alasan untuk merah putih dan NKRI, tokoh-tokoh itu harus berani. Ambil contoh pelajaran Soekarno ketika menyelesaikan masalah politik dengan Sutan Syahrir," demikian Syahrial.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA