DPR Kurang Semangat Melarang Iklan Rokok

Pernyataan Aktivis Konsorsium Masyarakat Sipil & Zat Adiktif

Sabtu, 21 Juni 2014, 09:50 WIB
DPR Kurang Semangat Melarang Iklan Rokok
ilustrasi
rmol news logo Konsorsium Masyarakat Sipil dari Zat Adiktif mendesak DPR segera menuntaskan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran, dan memasukkan pasal larangan iklan rokok di media massa.

”Rokok termasuk zat adiktif berbahaya, yang tidak semestinya di­iklankan. Inilah salah satu ben­tuk perlindungan terhadap anak,” ujar Direktur Lentera Anak, Hery Chariansyah kepada Rakyat Mer­deka di Kantor KPAI di Jakarta, kemarin.

Hery menilai DPR lambat me­nyelesaikan pembahasan RUU Penyiaran. Sebab, RUU yang aju­kan sejak tahun 2011 tersebut hingga kini belum rampung.

”Keberadaan RUU Penyiaran ini sangat penting. Sebab, UU Pe­nyiaran sebelumnya tidak sesuai lagi dengan perkembangan kon­disi terkini,” tuturnya.

Dia menilai, lambatnya kinerja DPR membahas RUU tersebut bisa dianggap sebagai kejahatan terhadap anak. Keterlambatan ini membuktikan, negara telah lalai memberikan perlindungan ter­hadap anak.

Sementara Ketua Komisi Per­lindungan Anak Indonesia (KP­AI) Asrorun Ni’am meng­e­mu­kakan, lembaga penyiaran me­rupakan media strategis untuk mengiklankan pro­duk rokok. Sebab, siarannya dapat me­nem­bus masyarakat secara seren­tak, dan meluas tanpa diundang. Alhasil, banyak anak yang ter­pengaruh untuk merokok.

”Pengaturan iklan rokok saat ini hanya bersifat pembatasan saja agar anak-anak tidak menon­ton. Cara seperti itu tidak efektif. Sur­vey Global Youth Tobacco me­­­­nunjukkan, 83 persen anak dan remaja di Indonesia menon­ton iklan rokok,” tukasnya.

Dia menuturkan, lemahnya pengaturan iklan rokok menye­babkan peningkatan prevelansi perokok anak. Dalam kurun wak­tu kurang dari sepuluh tahun, pe­rokok usia 10-14 tahun mening­kat hampir dua kali lipat.

”Survei Sosial Ekonomi Na­sio­nal (Susenas) menunjuk­kan, pre­velensi perokok remaja usia 10-14 tahun meningkat dari 9,5 per­sen pada 2001, menjadi 17,5 pada 2010,” timpalnya.

Dia meminta DPR segera me­nuntaskan pembahasan RUU Penyiaran. Apalagi, perlindungan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang merupakan amanah UUD 1945, pasal 28B ayat 2.

 Namun usulan ini ditentang Ke­tua Indonesia Lawyers As­sossiation On Tobacco Con­trol Mu­hammad Joni. Menurut dia, ti­dak ada alasan bagi DPR un­tuk memasukkan larangan iklan rokok.

Sebab, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara No 19/PUU-VIII/2010 menyata­kan, walaupun rasa zat adiktif da­lam undang-undang dihilang­kan, hal itu tidak akan mengubah fakta jika tembakau adalah zat adiktif.

”Putusan MK itu memperkuat UU No. 36 tahun 2009 tentang ke­­se­hatan pasal 113 yang me­nya­ta­kan rokok sebagai zat adik­tif sehingga bisa mendorong ter­wujudnya UU No.23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak,” terangnya.

Dia pun membantah, pernya­taan rokok tetap bisa diiklankan ka­rena termasuk produk legal. MK juga sudah menetapkan jika iklan rokok tidak boleh dilarang.

Menurut dia, MK seharusnya melihat aturan lainnya sebelum memutuskan suatu perkara. “UU Kesehatan dan UU Perlindungan anak, serta pu­­tusan MK sudah memperkuat larangan tersebut,” ucapnya.

Dia pun mendesak DPR segera menuntaskan pembahasan terse­but sebelum mengakhiri masa ja­ba­tannya. Jika tidak, DPR harus ber­­tanggungjawab kepada publik.

”Sebab, pembahasan yang ber­larut-larut bisa menggunakan ba­nyak anggaran publik. Mereka saja sempat ke Korea dan bebe­rapa ne­ga­ra lain untuk studi ban­ding soal RUU ini,” pungkas­nya.

Ombudsman Sulit Temui Presiden
Perpres Ganti Rugi Layanan Publik Belum Diteken
Kualitas layanan publik kita ma­sih buruk. Pemerintah belum maksimal untuk membe­nahi­nya. Untuk itu, Om­budsman men­desak Presiden SBY agar segera ­me­nge­­­luar­kan peraturan ten­tang me­ka­­nisme ganti rugi pe­layanan publik.

Dalam pasal 50 dalam UU No. 25 ta­hun 2009 ditegaskan bahwa  Peraturan Presiden (Per­pres) yang mengatur meka­nisme ganti rugi layanan publik seharusnya terbit Juli 2014 nanti.

”Kualitas layanan publik di negara kita seharusnya dibenahi secara terus-menerus,” ujar Ko­misioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Hendra Nurtjahjo di Jakarta, kemarin.

Dia juga menegaskan salah satu pasal dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 yang menyebutkan, masyarakat bisa menuntut ganti rugi kepada negara bila dirugikan oleh pe­layanan ad­ministratif yang bu­ruk dari apa­ratur negara.

Lewat ketentuan tersebut, ka­tanya, masyarakat bisa meminta ganti rugi lewat proses ajudikasi khusus di Ombudsman.

”Selanjutnya Ombudsman me­mutuskan besaran ganti rugi yang harus dibayarkan negara atau ins­tan­si pelayanan publik bagi ma­sya­rakat yang dirugi­kan,” imbuhnya.

Karena itu, dia meminta SBY segera mengeluar­kan Per­­pres yang mengatur  soal tuntutan ganti rugi kepada negara apabila dirugikan oleh layanan publik yang buruk.

Namun, diakui Hendra, de­sakan ini tidak mudah untuk ter­wujud. Karena pihaknya hingga kini sulit bertemu Pre­­siden untuk membahas Per­­pres itu. ”Om­budsman telah berulang kali meminta pertemuan lang­sung dengan Presiden SBY un­tuk membicarakannya. Akan tetapi, birokrasi di Sekretariat Ne­gara masih sulit untuk men­jad­walkan pertemuan itu,” ung­kapnya.

Ia yakini presiden sebenarnya bukan sosok yang sulit diajak ber­dialog ihwal persoalan pen­ting seperti itu. “Jangan sampai terke­san seolah Presiden ingin me­lemparkan tugas konsti­tu­sional ini kepada presiden yang baru. Padahal, amanat UU pe­laksanaan mekanisme ini adalah bulan Juli 2014,” tandasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR Dodi Reza me­nga­takan reformasi pada la­yanan pu­blik seharusnya jadi konsen utama untuk mencegah praktik KKN.

”Yang harus dilakukan untuk mewujudkan itu melalui produk legislasi yang dihasilkan seha­rusnya  mendukung terciptanya aparatur negara yang profesional, berintegritas, independen, dan berkualitas,” katanya.

Produk regulasi yang harus di­hasilkan antara lain, menciptakan UU tentang Penyelenggara Ne­gara yang bersih dan bebas dari KKN hingga UU tentang Apa­ratur Sipil Negara (ASN). â€DPR juga memberikan dukungan un­tuk remunerasi penghasilan pe­gawai sehingga mereka tidak lagi berpikir macam-macam saat bekerja,” tutur anak Gubernur Sumsel Alex Noerdin ini.

Ribuan Aktivis 98 Mau Konsolidasi Di Jakarta
Cermati Kasus Pelanggaran HAM

Sejumlah aktivis prorefor­masi yang tergabung dalam Ge­rakan Aktivis 98 akan meng­gelar pertemuan akbar di Jakar­ta. Mereka menolak para pe­mimpin pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang hingga kini belum diusut tuntas.

”Rencananya, pertemuan akan digelar pada 24 Juni men­datang di Wisma Karsa Pemu­da, kantor Kementerian Pemu­da dan Olahraga, Senayan, Ja­karta,” ujar aktivis 98, Noel, da­lam jumpa pers di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta Pusat, Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.

Noel mengemukakan, gera­kan tersebut merupakan sikap tegas mereka menolak siapa­pun calon pemimpin yang di­anggap memiliki beban masa lalu, se­perti pelanggaran HAM dan ke­terkaitan mereka dengan Orde Baru.

”Kita harus semakin mem­per­jelas siapa musuh. Kita be­lum hilang kok ingatannya,” ka­ta dia. Dia menjelaskan, siapa­pun pelakunya harus bertang­gung­jawab atas kasus pencu­likan aktivis yang terjadi pada tahun 1997-1998.

Hingga kini, keluarga dan rekan korban yang ditinggalkan tidak tahu kemana harus men­cari. “Jika mereka masih hidup, di mana mereka kini? Jika su­dah meninggal, di mana ku­buran mereka?” gugatnya.

Juru Bicara Aktivis 98, Erwin Usman membantah, kalau yang mereka lakukan saat ini adalah politisasi. Menurut dia, gerakan ini murni gerakan menuntut keadilan.

Pihaknya tidak rela jika se­orang yang pernah melakukan pelanggaran HAM berat bisa me­lenggang, mendapatkan ke­kuasaan. “Selama ini, kami juga selalu menuntut hal serupa kok, yaitu tindak pelanggar HAM 98, dan buat pengadilan HAM ad hoc. Cuma saat ini kebetulan ada momen sehingga mendapat sorotan publik,” jelasnya.

Dia juga membantah, kalau pa­ra aktivis 98 telah terpecah ka­rena terlibat politik praktis. Me­nurut dia, para aktivis yang di­se­but mendukung kubu ter­tentu ada­lah para aktivis 98 ga­dungan.

”Mereka itu aktivis 98 KW 3 (tiruan-red). Atau kalau tidak, in­tel yang memang sejak awal di­­­su­supkan di kalangan aktivis wak­tu tahun 1998. Jadi, benar ka­­­lau ada yang bilang, mereka itu kalangan mahasiswa yang ikut gerakan Mei 1998,” terangnya.

Erwin menambahkan, saat ini pihaknya sedang melakukan konsolidasi ke daerah-daerah, menemui para aktivis yang wak­tu itu ikut pergerakan peng­gulingan Soeharto.

Dia pun berharap konsolidasi tersebut dapat dilakukan tepat waktu, dan dia pun optimis hal itu akan terwujud. “Maklum, ak­tivitas mereka kan saat ini ber­macam-macam. Ada yang jadi dokter, pengacara, notaris, dan lain sebagainya.

Tapi, me­reka pasti mau kok berkumpul. Sebab, kami tidak mau proses re­formasi yang diperjuangkan mati-matian saat itu, mundur lagi,” pungkasnya.

Ikatan Pejabat Akta
Tanah Kawal Reformasi Birokrasi Di Tubuh BPN

 
Ketua Ikatan Pejabat Pem­buat Akta Tanah (IPPAT) Be­kasi Sermida Silaban mendu­kung layanan ‘One Day Servi­ce’ BPN Kota Bekasi dalam memberikan layanan kepada masyarakat.

Kebijakan reformasi yang dicanangkan Kepala BPN Hen­darman Supandji  sangat baik, khusus dalam menerapkan sis­tem seperti ini di semua kantor pertanahan.

”Pelayanan tersebut patut didukung dan diberikan award,” kata Sermida di acara pembi­naan dan diskusi profesi dalam rangka mengaparesiasi ‘One Day Service’ di Kantor Perta­nahan Kota Bekasi, kemarin.

Selain itu, kata dia, layanan ter­sebut memberikan semangat baru di kantor Badan Pertana­han Nasional (BPN).”Motivasi harus diberikan kepada semua Kantor pertanahan lain di selu­ruh Indonesia,” ujar Sermida.

Tak hanya itu, lanjut dia, sis­tem baru itu juga bisa memo­tong mata rantai oknum dan calo dalam pelayanan pertana­han. “Sebanyak 180 anggota IPPAT siap mengawal dan mem­­bantu reformasi pertana­han di BPN,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala BPN Kota Bekasi Andi Syskia Dan­nia berjanji akan mengop­timal­kan empat jenis layanan perta­nahan BPN sebagai ‘Quick Wins’.

Keempat jenis pelaya­nan per­tana­han yang masuk da­lam program Quick Wins me­liputi Pelayanan Pengecekan Ser­tifikat Hak Atas Tanah, Pela­yanan Peralihan Hak Jual Beli Atas Tanah, Pelayanan Peruba­han Hak dalam rangka Pening­ka­tan Hak sesuai Peraturan Ke­pala BPN RI Nomor 6 Tahun 1998 dan Pelayanan Pengha­pu­san Hak Tanggungan/Roya.

Empat jenis layanan ini akan di­optimalkan untuk kepenti­ngan masyarakat. “Salah satu­nya yang difokuskan adalah one day service permanen. Layanan ini dibuka setiap hari, termasuk hari Minggu,” kata Andi.

Untuk mengoptimalkannya, pihaknya akan mengembang­kan kemampuan sumber daya ma­nusia, menerapkan pola jen­jang karier yang didasarkan pa­da merit system dan bertitik to­lak pada sistem “reward and punishment.”

”Saat ini pegawai kami masih minim, sehingga sumber daya manusianya akan ditambah lagi supaya pelayanan lebih baik,” tuturnya.

Wanita asal Makassar ini juga memastikan untuk menjaga hubungan baik dengan partner kerja BPN, Notaris/PPAT dalam rangka mewujudkan pelayanan perta­na­­han yang cepat, tepat dan trans­paran sebagai bagian dari pe­lak­­sa­naan reformasi birokrasi.

”Kekompakan  bagi seluruh pega­wai akan terus ditingkat­kan, begitu juga dengan konsis­tensi aturan dan optimalisasi pelayanan pertanahan,” pung­kasnya.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA