Yaitu, permasalahan subsidi BBM dan beban pembayaran utang. Makanya, selain masalah-masalah detail belanja negara terutama di birokrasi, dua hal tersebut harus diperbaiki. Karena memang anatomi APBN selama ini tidak berpihak kepada rakyat.
Ekonom Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan, untuk masalah pertama, mau tidak mau, siapa pun presiden terpilih memang harus segera mengurangi subsidi BBM. Pasalnya, subsidi yang telah mencapai lebih Rp 350 T telah merampas hak belanja pembangunan lainnya yang langsung bersentuhan dengan rakyat.
"Namun, catatannya penaikan harga BBM ini adalah
shock kebijakan jangka pendek yang tidak akan menyelesaikan permasalah apabila presiden mendatang tidak memperbaiki pola tata niaga perminyakan Indonesia dan kontrak-kontrak eksplorasi dengan asing," jelas Dahnil (Selasa, 17/6).
Terkait masalah utang negara, dia menambahkan, pembayaran cicilan bunga dan utang pokok Indonesia rata-rata adalah 20% dari total APBN. Ini menjadi beban yang sangat berat sehingga kita kehilangan potensi untuk membiayai pembangunan sektor-sektor yang penting.
Makanya, presiden mendatang harus dapat menjamin bahwa keputusan berhutang untuk menutup defisit APBN di masa yang akan datang adalah utang yang produktif, utang yang benar-benar digunakan untuk stimulus ekonomi dan investasi pembangunan masa depan, bukan utang yang konsumtif.
"Dan tentu yang terakhir adalah memastikan komitmen akuntabilitas dan transparansi yang antikorupsi. Bila tidak semuanya tidak akan berarti sama sekali," demikian dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini.
[zul]
BERITA TERKAIT: