Menurut peserta konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat itu, pelaksanaan Pileg 2014 menunjukkan demokrasi di Indonesia berjalan semakin matang dan berhasil mendorong peran aktif masyarakat.
“Pemilu berlangsung aman dan damai. Kita harus bersyukur. Ini kemenangan rakyat, prestasi luar biasa dalam sejarah perjalanan bangsa kita,†ujar Irman Gusman kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Bahkan, lanjutnya, Pemilu 2014 berhasil menorehkan catatan baru dalam perjalanan politik Indonesia. Partisipasi masyarakat berhasil mendorong sikap elite politik dalam mengambil kebijakan.
“Sebelum pemilu dilangsungkan, Ibu Megawati Soekarnoputri mengikuti atau mengapresiasi desakan publik soal pencapresan Jokowi dari PDI Perjuangan.
Setelah hasil hitung cepat dipublikasi, Pak SBY mengucapkan selamat kepada partai yang mengungguli partainya (Demokrat-red). Ini loncatan besar dalam budaya demokrasi dan berpolitik Indonesia,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana Anda melihat pelaksanaan pileg di berbagai daerah?Saya merasakan, mengikuti dari dekat, kesadaran politik rakyat Indonesia meningkat jauh. Ini bukan euforia, seperti Pemilu 1999. Pemilu 2014 terlihat apresiasi rakyat Indonesia sangat tinggi. Ini prestasi besar perjalanan bangsa kita.
Bagaimana dengan penyelenggaraannya? Indonesia memiliki ribuan pulau dan medan yang sulit. Kondisi ini tidak bisa bandingkan dengan Jerman, Prancis dan negara lainnya. Dengan kultur dan kondisi demografi yang sangat berbeda, Indonesia bisa menyelenggarakan pemilu dengan sangat baik. Ini sudah sangat hebat, harus kita apresiasi.
Sejumlah lembaga telah merilis hasil hitung cepat Pileg 2014, tanggapan Anda?Ini menunjukkan peta politik baru Indonesia. Meski sebatas hasil sementara, data-data yang ada menunjukkan adanya keberagaman perolehan suara. Tidak adanya dominasi salah satu parpol. Melihat kondisi ini, parpol perlu melakukan koalisi untuk mengusung calon presiden, serta membangun koalisi parlemen dan pemerintahan.
Bukankah koalisi yang dipimpin SBY terbukti tidak efektif menjalankan program pemerintah?Itu proses saja. Saya melihat konsolidasi demokrasi di tingkat elite maupun publik saat ini sudah semakin matang. Pelajaran-pelajaran dari periode sebelumnya, dapat kita jadikan konsolidasi terhadap sistem tata negara kita di masa mendatang.
Sekarang, sistem yang ada masih semi presidensial. Saya mengusulkan, kita perlu menegaskan dan memperkuat sistem presidensial. Kabinet yang disusun lebih mengutamakan kemampuan atau kabinet kerja. Isinya, boleh dari klangan profesional atau kader partai. Yang penting, mampu bekerja atau memprioritaskan tugas pemerintahan.
Soal isu pemerataan, apa tanggapan Anda? Dalam pembangunan ekonomi, pertumbuhan memang masih didominasi wilayah Barat, Jawa dan Sumatera. Saya berharap, siapa pun pemimpin selanjutnya bisa meneruskan upaya pemerataan pembangunan.
Membangun timur Indonesia, itu bukan membangun Indonesia sebelah timur. Tapi, membangun Indonesia secara keseluruhan. Kita harus bangun pusat-pusat ekonomi baru sesuai potensi atau keunggulan yang dimiliki masing-masing daerah.
Sebagai peserta konvensi capres Partai Demokrat, bagaimana Anda menyikapi perolehan suara Demokrat?Pada pemilu tahun ini, Demokrat menergetkan 15 persen suara, sehingga dapat mengusung capres. Tapi, dalam politik apa saja bisa terjadi. Kita tunggu saja perkembangannya. Pak SBY melihat hal itu dan akan membicarakannya kepada kita semua.
Anda akan mengikuti konvensi sampai selesai? Ya. Konvensi kan komite independen yang dibentuk Demokrat. Komite akan menyelesaikan tugasnya dan menyampaikan hasilnya. Mulai besok (hari ini-red), komite akan melakukan survei terhadap 11 capres konvensi. Hasilnya diumumkan awal Mei 2014.
Dengan perolehan suara di bawah 9 persen, Demokrat sulit untuk mengusung capres, kenapa Anda tetap bertahan?Sebelum menerima pinangan konvensi, saya berkomunikasi dengan anggota DPD. Teman-teman mendukung saya untuk mengikuti konvensi. Bahkan ada dukungan secara tertulis dari 114 anggota DPD. Dukungan itu spontan.
Kenapa saya ikut? Menurut saya, konvensi merupakan salah satu upaya untuk membangun budaya politik baru. Konvensi menepis budaya oligarki atau dinasti yang kerap dibangun partai politik.
Yang paling penting dari demokrasi, bukan soal menang atau kalah. Tapi, membangun budaya politik yang kondusif seperti yang dipertontonkan Pak SBY dan Ibu Megawati saat ini. ***
BERITA TERKAIT: