Â
"Pada hari ini, anak saya sudah di-BAP oleh Polres Bekasi Kota menindaklanjuti laporan saya dua hari yang lalu," terang Julius W, orang tua Joseph Ezra Kinanta, korban pelaku penganiyaan tujuh orang rekan sekolahnya, Kamis (20/4).
Tindak kriminal itu terjadi pada 14 Februari 2014 dan diketahui oleh orangtua korban setelah dua saksi siswa perempuan melaporkan kepada pihak sekolah karena mengetahui rencana "pembunuhan" atas diri korban pada pekan setelah kejadian. Sementara itu, Kepsek GPS, Yuli Tan, hingga saat ini tidak mau dihubungi untuk dimintai konfirmasi
"Saya sudah mencoba menahan diri untuk tidak melaporkan secara resmi tindak penganiayaan itu kepada kepolisian yang merespon permintaan sekolah. Selain itu, GPS meminta agar peristiwa itu tidak diberitakan di media. Meski saya melakukan apa yang mereka minta, tetapi kesepakatan agar kedua anak tidak dikeluarkan belum dilaksanakan juga. Oleh karena itu, saya terpaksa sekali melaporkan secara resmi peristiwa ini agar Sekolah mengetahui akibat dari pelaporan ini," papar Julius.
Â
Dilaporkan sebagai pelaku pengeroyokan Dvd (kelas 9B), Ahd alias Adt (kelas 9A), Mch (kelas 9A), Do (kelas 9A), Rzk (kelas 9C), Frrl (kelas 9B) dang Ghz (kelas 9B). Julius juga melaporkan nama-nama saksi yang berjumlah 11 orang yang juga merupakan kelas 9. Dvd dan Ahd atau Adt diduga merupakan otak pelaku dan eksekutor dalam aksi pengeroyokan yang terjadi di Komplek Perumahan Persada Golf, Jatibening, Bekasi selama kurang lebih satu jam.
Â
"Pemberitaan di media masa sepertinya dianggap angin oleh pihak sekolah. Tidak ada niat baik dari pihak sekolah untuk menyelesaikan kasus ini. Dan, bagi saya itu merupakan lampu hijau untuk melanjutkan laporan ke polisi. Biar saja sekolah yang mengurus para pelaku dan bertanggung jawab kepada orangtua masing-masing," jelas Julius lebih lanjut.
Â
Tidak ada niatan baik dari sekolah, menurut Julius, sudah terlihat ketika ada laporan masuk. Ada dua siswa perempuan yang menyaksikan peristiwa itu kemudian melaporkan kepada sekolah pada 19 Februari atau lima hari setelah kejadian. Kedua saksi terpaksa melapor karena tidak menginginkan korban “dihabisi†oleh para pelaku yang rencananya dilakukan pada 21 Februari. Laporan kedua saksi itu baru ditindaklanjuti sekolah pada keesokan harinya tanpa melibatkan orangtua terlebih dahulu.
Â
Dalam pertemuan 21 Februari itu, kata Julius, sekolah menganggap selesai aksi pengeroyokan itu dan sehari kemudian, sekolah memanggil orang tua korban. "Saya tidak menerima cara penyelesaian sekolah seperti itu. Yang saya tuntut adalah, dua pelaku paling brutal dikeluarkan dan pelaku lain dihukum sesuai dengan aturan yang ada.".
Â
Meskipun dalam pertemuan orangtua korban dan orang tua pelaku pada 26 Februari, telah dicapai kesepakatan serta menerima sanksi dikeluarkan dari sekolah, KepSek GPS tidak segera mengambil tindakan. Hingga 10 Maret, kedua pelaku Dvd dan Adt tetap masuk sekolah seperti biasa dan hanya dikenakan sanksi skorsing. Ketidakseriusan GPS dalam mengambil tindakan tegas dikhawatirkan akan merembet pengulangan lagi terhadap peristiwa semacam itu.
"Silahkan untuk diaudit tentang perilaku para murid GPS serta ada tidaknya peristiwa serupa yang pernah terjadi tetapi ditutupi oleh sekolah. Saya kira ini, bukan aksi kriminal anak-anak sekolah terhadap rekannya, jika dilihat dari cara penyelesaian sekolah seperti itu," demikian Julius.
[dem]
BERITA TERKAIT: