Berkas 3 Tersangka Bobol BSM Masih Bolak-balik Polisi-Jaksa

Diduga Ikut Ngemplang Kredit Rp 59 Miliar

Minggu, 23 Februari 2014, 09:46 WIB
Berkas 3 Tersangka Bobol BSM Masih Bolak-balik Polisi-Jaksa
ilustrasi
rmol news logo Polisi tengah melengkapi berkas perkara tiga tersangka kasus dugaan pembobolan Bank Syariah Mandiri (BSM), Bogor, Jawa Barat sebesar Rp 102 miliar. Berkas tiga tersangka ini masih bolak-balik Bareskrim-Kejaksaan Negeri Bogor.

Kepala Sub Direktorat Perbankan Direktorat II Ekonomi Khusus (Kasubdit Perbankan Dit II Eksus) Bareskrim Kombes Umar Sahid menjelaskan, tiga berkas yang dimaksud masing-masing atas nama tersangka notaris Sri Dewi, penerima kredit Hen Hen Gunawan, dan Rizky Adiansyah.

Disampaikan, Sri Dewi memiliki peran karena ditunjuk tersangka dari pihak BSM Bogor untuk mengesahkan akte notaris yang dipakai mengajukan permohonan kredit. Sri Dewi juga diduga berkomplot dengan tersangka yang bertindak sebagai penerima kredit.

Kepolisian menganggap, Sri Dewi punya peran signifikan. Sebab, tanpa ada pengesahan notaris, kredit perumahan itu tidak bisa dicairkan.

Oleh karenanya, polisi menuduh Sri Dewi melanggar Pasal 64 Undang-Undang  Nomor 21 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana Perbankan Syariah, Pasal 264 ayat 1 KUHP atas pemalsuan dokumen otentik, serta Pasal 3 dan atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). “Dia dijerat pasal berlapis,” tandasnya.

Lebih jauh, Umar menyatakan, dua tersangka penerima kredit BSM Hen Hen Gunawan dan  Rizky Adiansyah, termasuk otak pelaku pembobolan. Soalnya, keduanya berperan sebagai debitur yang mengajukan akad untuk pembiayaan perumahan.

Keduanya bersama-sama tersangka penerima kredit Iyan Permana (berkasnya sudah lengkap), mengajukan kredit atas nama 197 nasabah menggunakan data palsu. Akibat tindakan itu, BSM mencairkan dana kredit senilai Rp 102 miliar.

Dana tersebut, belakangan diketahui digunakan untuk kepentingan pribadi tujuh tersangka kasus ini. Empat tersangka berkasnya sudah lengkap. Diuraikan, dari total dana Rp 102 miliar, terdapat dana sebesar Rp 43 miliar yang  dibayarkan ke pihak bank sebagai pembayaran kredit. Sisanya, Rp 59 miliar dibagi-bagi oleh tersangka untuk kepentingan pribadi.

Akan tetapi, Umar menolak menguraikan berapa jatah yang diperoleh masing-masing tersangka. Yang jelas, sebut dia, tiga tersangka yang berkasnya belum lengkap, disangka melanggar Pasal  63 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,  Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang  Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. “Berkas dan ketiga tersangkanya masih ada pada saya,” tuturnya.

Sampai akhir pekan ini, tambah dia, pihaknya tengah melengkapi beberapa petunjuk jaksa. Ia menolak membeberkan, apa saja petunjuk yang perlu dilengkapi jajarannya.

Dia justru mengatakan, beberapa petunjuk jaksa sudah dimasukkan dalam berkas perkara ketiga tersangka. Diharapkan, pada pekan depan berkas ketiga tersangka bisa dilengkapi dan kembali dilimpahkan ke kejaksaan.

“Saya harap pekan depan bisa menyusul lengkap seperti empat berkas perkara tersangka lainnya.”

Umar mengemukakan, substansi persoalan pokok dalam kasus ini sudah sangat jelas. Artinya, kekuranglengkapan berkas perkara tidak menjadi hambatan bagi penyidik dalam menyelesaikan kasus ini.

Apalagi, sebut dia, kejaksaan juga sudah menerima pelimpahan aset-aset yang dikuasai seluruh tersangka. Aset-aset yang disita serta dijadikan barang bukti kasus  ini antara lain, 10 unit mobil, satu unit sepeda motor, serta sertifikat tanah.

Umar menambahkan, selain menyita barang-barang tersebut, kepolisian juga menyita rumah serta memblokir rekening para tersangka. Penyitaan dilaksanakan guna memudahkan proses eksekusi.

Dengan kata lain, penyitaan aset juga ditujukan untuk menghindari upaya tersangka mengalihkan harta hasil kejahatannya kepada orang lain.

“Jadi, jika kelak hakim memerintahkan untuk mengeksekusi aset-aset tersebut akan lebih mudah dan cepat.  Karena semua sudah kita blokir.”

Kilas Balik
Berkas 4 Tersangka Duluan Lengkap


Kepala Sub Direktorat Perbankan Direktorat II Ekonomi Khusus (Kasubdit Perbankan-Dit II Eksus) Bareskrim Kombes Umar Sahid menerangkan, kepolisian telah menuntaskan berkas perkara tujuh tersangka kasus ini.

Ketujuh tersangka diduga bersama-sama membobol dana Bank Sariah Mandiri (BSM) Bogor sebesar Rp 102 miliar. Dana bank tersebut, disalurkan kepada 197 nasabah fiktif.

Tujuh tersangka itu adalah Kepala Cabang BSM Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hermawan, Accounting Officer BSM Cabang Pembantu Bogor John Lopulisa, notaris Sri Dewi dan penerima kredit Iyan Permana, Hen Hen Gunawan serta Rizky Adiansyah.

“Berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Pelimpahan tahap kedua,” katanya.

Dari pelimpahan berkas tersebut,  empat berkas penyidikan dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan Negeri Bogor. Tiga berkas tersangka dinyatakan belum lengkap.

Menindaklanjuti lengkapnya berkas perkara, pada Senin (17/2) kepolisian menyerahkan tiga tersangka ke Kejaksaan Negeri Bogor. Ketiga tersangka itu Kepala Cabang Utama BSM Bogor M Agustinus Masrie, Kepala Cabang Pembantu BSM Bogor Chaerulli Hemawan dan Accounting Officer BSM Bogor John Lopulisa.

“Pada Senin, kami mengirimkan tiga tersangka bekas pegawai BSM yang masuk dalam tahap dua ke jaksa penuntut umum Kejari Bogor,” katanya.

Dia menambahkan, menyusul pelimpahan berkas dan tiga tersangka itu, satu berkas penyidikan tersangka atas nama penerima kredit Iyan Permana juga dinyatakan lengkap pada Selasa (18/2). “Tersangka Iyan Permana dan berkas perkaranya juga sudah disampaikan ke kejaksaan.”

Umar menerangkan, sekalipun telah melimpahkan berkas perkara ke kejaksaan, kepolisian tetap berupaya mengembangkan penyidikan. Hal-hal yang terus dikembangkan adalah, melacak kemungkinan adanya peran pihak lain serta menelusuri aset yang diduga masih disembunyikan tersangka.

Umar membeberkan, dalam kasus ini jajarannya menyita beragam aset  dari tangan tujuh tersangka. Aset tersebut masing-masing 11 mobil. Mobil-mobil ini, sembilan di antaranya disita lebih dulu. Sembilan mobil itu adalah, Honda Freed putih F- 630-CW, Toyota Fortuner putih F-1030-DO, Honda CRV hitam F-1299-L, Honda Jazz putih F 39 A, Mercedes Benz putih B 741 NDH, Mercedes Benz SLK kuning B-1-ADG, Toyota Alphard putih B-1650-RL, Hummer hitam B-741-FKD, Toyota Altis F-1649-DK. Dua mobil yang disita belakangan bertipe Honda Jazz dan Mitsubishi Pajero.

Selain mobil, polisi juga menyita sebuah motor gede (moge) Honda tipe Goldwings F6B hitam tanpa plat nomor,  sejumlah dana di rekening tersangka, serta beberapa surat tanah yang dijadikan agunan kredit oleh tersangka.

Umar belum memberikan keterangan rinci mengenai nominal dana yang telah disita. Sebab, lanjutnya, jumlah dana yang disita nominalnya bisa naik. “Kita masih menelusuri dana-dana di rekening yang diduga disembunyikan para tersangka.”

Disinggung mengenai berkas perkara tujuh tersangka, Umar menyatakan, substansi berkas perkara menyoal tentang tiga bentuk dugaan pelanggaran hukum oleh tersangka.

Tiga pasal yang dipakai adalah Pasal 63 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 3 ayat 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan Pasal 55 KUHP tentang kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama.

Berkas perkara tersangka yang dipisah, kata Umar, juga mempunyai maksud memudahkan hakim bila kelak berkehendak mengkonfrontir keterangan para tersangka di persidangan. “Semoga penelitian berkas perkara kasus ini bisa cepat selesai dan dinyatakan lengkap.”

Diketahui, dalam penyidikan kasus ini, penyidik sempat menyebutkan jika ada aliran dana ke rekening istri salah satu tersangka, Kacab Pembantu Jalan Baru Bogor Haerulli Hermawan. “Tersangka HH mengaku meminjam KTP istrinya kemudian dibuatkan rekening bank,” kata Direktur II Eksus Bareskrim Brigjen Arief Sulistyanto.

Kasus Jangan Cuma Bolak-balik Polri-Kejaksaan
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Golkar Deding Ishak mendorong kepolisian segera menuntaskan berkas perkara ini. Dia pun meminta, kepolisian menunjukkan kinerja yang bagus dalam menangani perkara sejenis lainnya.

“Ini bisa menjadi starting point untuk membuktikan kesungguhan Polri dan kejaksaan menyelesaikan perkara perbankan,” katanya.

Dia menandaskan, penyelesaian berkas perkara empat tersangka kasus ini hendaknya diikuti dengan lengkapnya tiga berkas perkara lainnya.

Jangan sampai, sebut dia, status berkas perkara tiga tersangka lainnya menggantung tanpa kejelasan. “Jangan sampai nanti P19 lagi, P19 lagi. Bolak-balik kejaksaan-kepolisian begitu,” ucapnya.

Jika persoalan tersebut terjadi, tentu ini memicu munculnya persoalan atau anggapan negatif dari masyarakat. Tapi terlepas dari hal itu, dia yakin bila saat ini kepolisian dan kejaksaan tengah berupaya maksimal dalam memperbaiki kinerjanya.

Dia menambahkan, pimpinan kepolisian dan kejaksaan sudah beberapa kali menyatakan sikap, tidak akan main-main dalam mengusut perkara. Ini tentunya  perlu dibuktikan dengan kerja nyata, bukan sekadar janji-janji.

Politisi asal Cianjur, Jawa Barat itu menekankan, siapa pun yang diduga terlibat kasus ini perlu ditindak sesuai hukum. Artinya, kepolisian dan kejaksaan tidak boleh main-main dalam menyelesaikan perkara. Apalagi, dalam mengusut dugaan keterlibatan pejabat bank.

Prinsip Penanganan Pencucian Uang Follow The Money
Iwan Gunawwan, Sekjen PMHI

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawwan menyatakan, kepolisian tidak boleh ragu-ragu menetapkan tersangka baru dalam kasus ini.

“Jika hasil gelar perkara menunjukkan adanya keterlibatan pihak lain, pengusutan kasus ini perlu ditindaklanjuti secara proporsional,” katanya.

Disampaikan, informasi mengenai adanya dugaan aliran dana ke istri tersangka maupun pihak lainnya hendaknya ditelusuri secara obyektif.

Sebab, menurutnya, dari situ akan terlihat arus aliran dana hasil dugaan kejahatan tersangka. “Prinsip tindak pidana pencucian uang itu kan follow the money,” ujarnya.

Jadi mau tidak mau, penyidik perlu mengungkapkan kemana dan siapa saja pihak-pihak yang diduga menerima dana dari tersangka.

Apabila dana yang diterima tersebut terkait dengan hasil tindak kejahatan, maka si penerima dana bisa diproses hukum. Dia menandaskan, hubungan darah sekalipun, tidak bisa menyurutkan tindak kejahatan pencucian uang. “Siapa pun bisa jadi tersangka,” ucapnya.

Yang paling prinsip, lanjutnya, penetapan status tersangka dilakukan dengan pembuktian yang maksimal. Bukan sebaliknya, ditetapkan secara sembarangan.

Hal ini dikhawatirkan menimbulkan persoalan baru. “Masyarakat jadi tidak percaya pada kepolisian dan kejaksaan,” ingatnya.

Padahal saat ini, kepolisian dan kejaksaan tengah berupaya keras memperbaiki diri. Jadi, jangan sampai kesalahan mengaburkan prestasi yang sudah dicapai selama ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA