WAWANCARA

Khofifah Indar Parawansa: Kami Gugat Ke PTUN & Mabes Polri Jika Pasangan Karsa Tetap Dilantik

Kamis, 06 Februari 2014, 10:05 WIB
Khofifah Indar Parawansa: Kami Gugat Ke PTUN & Mabes Polri Jika Pasangan Karsa Tetap Dilantik
Khofifah Indar Parawansa
rmol news logo Bila Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melantik pasangan Soekarwo-Syafullah Yusuf (Karsa) menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur periode 2014-2019, tim Khofifah Indar Parawansa akan menggugat
ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Kalau pasangan Karsa tetap dilantik menjadi Gubernur-Wagub Jawa Timur periode 2014-2019, tim kuasa hukum berencana menggugat ke PTUN dan Mabes Polri. Sebab, dasar pelantikan itu tidak sah,” tegas bekas calon gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa kepada Rakyat Merdeka, Selasa (4/2).

Seperti diketahui, kuasa hukum Khofifah Indar Parawansa meminta Menteri Dalam Negeri  menunda pelantikan kepala daerah hasil Pemilukada Jawa Timur yang rencananya dilaksanakan 12 Februari mendatang.

Alasannya,  pernyataan bekas Ketua MK Akil Mochtar menyebutkan, gugatan  Khofifah  Indar Parawansa seharusnya menang di MK.

Menurut Akil, keputusan dalam rapat panel MK mengabulkan sebagian gugatan Khofifah. Namun Akil mengaku sudah tidak ikut-ikutan dalam keputusan akhir sengketa itu. “Itu kan panel, yang memenangkan Bu Khofifah. Tapi keputusannya bukan saya lagi karena nama saya sudah dikeluarkan. Selanjutnya yang menang Pak Karwo,” kata Akil Mochtar setelah mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/1).

Tapi Gamawan Fauzi menolak penundaan pelantikan Soekarwo-Saifullah Yusuf. Alasannya, tidak ada istilah cacat hukum terhadap putusan MK. Putusan MK dianggap final dan mengikat.

Khofifah Indar Parawansa selanjutnya mengatakan,  putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 3 Oktober 2013 lalu melanggar Pasal 28 ayat 1.

“Pasal itu mengungkapkan bahwa dalam memutus perkara harus melibatkan sembilan atau paling sedikit tujuh hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua MK, yaitu Akil Mochtar,” jelas bekas Menteri Pemberdayaan Perempuan itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kata Mahfud MD pengambilan keputusan tanpa kehadiran Ketua MK diperbolehkan, ini bagaimana?
Pasal 28 ayat 1 kan jelas, harus dipimpin oleh Ketua MK. Artinya meski digantikan Hamdan Zoelva, Akil tidak bisa dinyatakan berhalangan. Penjelasan berhalangan itu  sudah sangat jelas yakni meninggal dunia atau kondisi jiwa dan fisiknya terganggu. Ditangkap KPK itu tidak bisa dianggap berhalangan.

Bukankah hal yang biasa terjadi seperti itu?
Mungkin saja. Saya kan hanya berpatokan berdasarkan aturan perundang-undangan. Nanti menjadi tugas MK untuk membuktikan, benar atau tidak. Yang jelas, menurut Pak Akil Mochtar, saya yang seharusnya menang. Sebab, menang dalam panel.

Pengambilan putusan itu kan memang kewenangan RPH,  sehingga putusan itu sah?
Tapi tetap harus dijelaskan dong, mengapa bisa tiba-tiba berubah. Dewan Etik harus mempertanyakan ini kepada hakim-hakim MK. Apalagi melihat peryataan Pak Akil. MK wajib menjelaskannya kepada publik.

Ini bukan soal kalah atau menang. Ini soal kebenaran dan keadilan bagi kita semua. Apa yang terjadi saat ini adalah sebuah kecurangan yang sistemik.

Maksudnya?
Anda ingat, KPUD Jatim sempat tidak meloloskan kami. Di mana keputusan tidak lolosnya kami itu dilakukan melalui voting, bukan karena administrasi. Itu pun dilakukan dalam voting tertutup pada malam hari. KPU pusat saja sampai bingung. Akhirnya tim kami mengadu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan DKPP pun memutuskan kami bisa ikut.

Kemudian oleh Bawaslu kami pun diperlakukan diskriminatif. Dalam permohonan sengketa pilgub Jatim di MK, sebenarnya kami juga melaporkan dugaan kecurangan yang dilakukan pasangan calon incumbent.

Saya dan kuasa hukumnya, Djuli Edy sudah berkali-kali melaporkan hal tersebut.

Namun dalam kesaksian di MK, Bawaslu justru menyatakan, tidak ada laporan kecurangan yang diterima. Dia mengatakan itu sambil bawa-bawa nama Tuhan di majelis tertinggi tersebut. Kini kami “dijegal” oleh putusan MK.

Anda sudah melaporkan “penjegalan” ini kepada Dewan Etik?
Sudah. Kami sudah mengajukan surat kepada Dewan Etik bersamaan dengan saat ke Kemendagri. Selain itu, tim juga sudah melayangkan surat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kasus ini.

Kami juga berencana melaporkan dugaan pemalsuan putusan oleh delapan hakim MK ke Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri. Sebab kedelapan hakim MK ini kami nilai sudah bertindak curang saat mengadili sengketa Pilgub Jatim.

Kapan akan dilaporkan?
Sesuai rencana, pekan ini, bisa dilaporkan ke Mabes Polri. Paling lambat Jumat pekan ini.

Mengapa lama sekali?
Sebab masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan kuasa hukum sebelum bisa mengajukan laporan ke Mabes Polri.

Apa saja itu?
Pertama, tim kuasa hukum akan melihat posisi dugaan pemalsuan putusan MK ini. Jika pemalsuan putusan masuk dalam delik aduan, tim kuasa hukum akan meminta surat kuasa kepada saya. Kalau bukan delik aduan, mereka (kuasa hukum dan tim sukses) akan jalan sendiri.

Kedua, tim kuasa hukum sedang menyusun materi hukum laporan tersebut.

Materi tersebut memuat bukti utama dugaan kecurangan hakim MK saat memutus, yakni klaim dari bekas Ketua MK Akil Mochtar atau pengacara Akil.

Minimal pengakuan secara tertulis dari Akil atau pengacaranya. Tapi sampai saat ini kami belum dapatkan itu, tim di Surabaya masih mengupayakan.

Apa upaya ini akan berhasil?

Saya berharap keadilan bisa ditegakkan. Janganlah berperilaku diskriminatif terhadap saya. Khofifah itu siapa sih? Khofifah bukan siapa-siapa.

Khofifah tidak ada apa-apanya. Saya cuma menginginkan kebenaran terungkap.

Kalau itu terungkap, artinya akan jadi kemenangan bagi kita semua. Kemenangan melawan kecurangan yang sistemik. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA