Demikian disampaikan aktivis anti korupsi dari Jaringan Warga untuk Reformasi (Jawara) Banten, Dahnil Anzar Simanjuntak kepada
Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Rabu, 25/12).
Namun, keputusan pimpinan DPRD Banten itu bagi Dahnil, mengkonfirmasi bahwa politikus di legislatif Banten memang anggota 'Legislatut' dan memiliki standar etika moral yang sangat rendah. Karena bagaimana mungkin, mereka mengabaikan fakta bahwa pentingnya memberikan teladan yang baik kepada publik. Tak hanya itu, bagaimana mungkin kerja kerja pemerintah dapat berlangsung dengan baik dan memberikan dampak positif bagi pembangunan ketika gubernurnya di Penjara.
Karena tugas gubernur bukan sekedar tanda tangan, tetapi memimpin langsung arah kebijakan pembangunan dan kehadiran dia secara fisik dan pikir sangat penting.
"Bagi saya, setidaknya, ketika Atut tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya (mundur) seperti yang ditunjukkan Andi Mallarangeng, maka DPRD bisa menjadi penyeimbang secara politik untuk mendesak Atut bersikap lebih bijak bagi kepentingan publik bukan justru melegitimasi sikap atut tersebut," imbuh Dahnil.
"Akhirnya, saya berkesimpulan sulit berharap dari para 'Legislatut' tersebut. Karena kebanyakan dari mereka ikut serta melakukan praktek pemburuan rente bersama dinasti Atut ini," demikian Dahnil yang juga pengamat ekonomi-politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten ini.
Kemarin, usai menggelar rapat pimpinan, Ketua DPRD Banten Aeng Haerudin menjelaskan, pihaknya tetap mempertahankan Atut karena tidak ada undang-undang yang dilanggar. Sementara terkait administrasi, bisa meminta tanda tangan Atut dari dalam tahanan.
[zul]
BERITA TERKAIT: