WAWANCARA

Hanung Bramantyo: Rachmawati Hanya Narasumber Yang Menyediakan Data Tentang Soekarno

Senin, 23 Desember 2013, 09:15 WIB
Hanung Bramantyo: Rachmawati Hanya Narasumber Yang Menyediakan Data Tentang Soekarno
Hanung Bramantyo
rmol news logo Film Soekarno besutan sineas Hanung Bramantyo menuai kontroversi.
Hanung digugat Rachmawati Soekarno Putri ke Pengadilan Nia­ga dan Pengadilan Negeri (PN) Ja­karta Pusat karena dinilai me­langgar Hak Cipta.

Selain itu, film Soekarno di­pro­tes para pengemar tokoh proklamator tersebut. Mereka be­lum lama ini berdemo ke ru­mah Produksi Multivision Plus me­nuntut film tersebut ditarik karena melenceng dari sejarah.

Hanung mengatakan, tidak akan mundur sejengkal pun di da­lam mempertahankan karya seni­nya ter­sebut. Namun, demikian, dia  me­nyatakan akan bersikap ko­pera­tif dengan keputusan pengadilan.

Berikut ini wawancara Rakyat Merdeka selengkapnya dengan Hanung.

Belum selesai masalah de­ngan Rahmawati, ada seke­lom­pok orang mengaku penge­mar Soekarno menuntut film itu dihentikan. Bagaimana si­kap Anda?
Tidak apa-apa, biarkan sajalah. Saya curiga mereka yang demo me­nolak film itu rekayasa pe­ngacara Rahmawati. Saya tidak tahu mengapa mereka begitu.

Bukankah Pengadilan Niaga telah meminta film itu ditarik sementara?

Saya jelaskan biar clear. Di dalam pertemuan awal memba­has pembuatan film Soekarno, ibu Rachmawati memilih judul “Soekarno : Saat- Saat Terakhir” bu­kan seperti yang kami buat de­ngan judul “Soekarno: Indonesia Merdeka”. Dari situ saja sudah berbeda.

Kemudian di dalam menyusun ide, cerita dan syuting film tidak ada campur tangan Rachmawati yang telah mengundurkan diri dalam lanjutan film Soekarno.

Kalau kami dibilang mencuri ide, itu fitnah, menyakiti orang-orang yang terlibat membuat film seperti saya, Bapak Ram Punjabi, penulis, dan para kru film.  

Keretakan kerja sama de­ngan Rahmawati kabarnya ka­rena masalah ketidakcocokan pemilihan aktor pemeran Soe­karno. Apa benar?
Betul. Di dalam kontrak sebe­nar­­nya sudah jelas. Dia hanya sebagai narasumber. Tugasnya, menyediakan dan memfasilitasi data-data tentang Bung Karno. Dia nggak memiliki kewenangan untuk mengarahkan, menentu­kan, sumber-sumber mana yang ha­rus dipilih.

Perjanjiannya Rach­ma hanya sebagai narsum mewakili ke­luarga. Tidak ada kesepakatan ka­mi harus menuruti maunya. Toh, selain dia kami ju­ga me­min­ta masukan dari pihak keluarga lain seperti Pak Guntur. Bahkan, ke­tika editing Pak Gun­tur ikut mem­berikan masukan.

Apakah Anda pernah men­jelaskan masalah ini dengan pihak Rachmawati?

Kami sudah pernah mencoba melakukan mediasi, tapi dari pihak bu Rachmawati yang tidak bersedia.

Demonstran yang mengaku para pengemar Soekarno me­nilai Anda menyelewengkan sejarah?
Yang namanya sejarah itu se­lalu banyak tafsir. Jangankan yang 50 tahun lalu, kejadian dua ha­ri yang lalu pun bisa berbeda pan­dangan tergantung dari ba­gaimana cara melihat dan kepen­tingan­nya.

Saya masukan ada ki­sah as­mara, karena kami mem­per­tim­bangkan sisi komersilnya, tetapi kami tidak melupakan sisi edu­ka­sinya dengan memasukan un­sur perjuangan Soekarno.

Yang diprotes bukan hanya persoalan Asmara tetapi juga ke­berpihakan Anda terhadap Syahrir.

Saya tidak memihak Syahrir. Ini masalah karakter saja. Dalam film itu kan jelas, sosok Syahrir itu masih muda, tidak masuk ke da­lam pemerintahan. Makanya dia bisa mengeluarkan semua pe­mikiran tanpa mengikuti mains­tream. Sementara saat zaman Je­pang, Soekarno dan Hatta sudah dewasa, lebih bijak, dan ber­pi­kiran panjang.

Banyak yang menilai film Soekarno kurang melakukan riset. Apa tanggapan Anda?
Kalau mengangkat film soal sejarah, kebanyakan orang me­mang selalu mengkritik film se­lalu kurang riset. Padahal sebe­narnya bukan itu masalahnya. Ka­mi sudah menggali sangat da­lam.
.
Masalahnya itu faktor-faktor lain seperti waktu pembuatan yang sangat terbatas, mencari ak­tor yang sesuai, durasi film yang relatif singkat dan  lokasi yang kurang memadai karena kami nggak punya studio.

Untuk mensinkronkan semua masalah itu dengan hasil riset tidak mudah.

Kenapa Anda tidak me­nga­lah untuk meredakan konflik?
Tidak bisa, saya tetep harus ja­lan. Saya tidak akan mundur. Ka­lau saya mundur itu merusak kredibilitas saya sebagai seorang su­tradara. Lagipula kalau didiam­kan, nantinya siapapun yang membuat film Soekarno atau to­koh besar lain bisa menghadapi ma­salah yang sama. Jadi biarkan pengadilan yang memutuskan. Saya berharap lahir solusi yang baik dan kebenaran segera te­rungkap. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA