Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menjelaskan, penanganan kasus dugaan korupsi proyek peta topografi sudah masuk tahap final. “Tiga tersangkanya sudah ditahan sejak pekan lalu,†katanya.
Ketiganya ditahan karena disangka tersangkut kasus dugaan korupsi proyek pembuatan peta topografi dengan skala 1 banding 1000. Proyek tahun anggaran 2010 itu, memakan total anggaran Rp 15 miliar.
Akibat penyelewengan dalam proyek ini, MS, bekas Kepala Bidang Perencanaan Prasarana dan Sarana Kota pada Dinas Tata Ruang Pemprov DKI dituduh merugikan negara Rp 3,8 miliar.
“Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan hasil audit BPK. Hasil audit menyebutkan, adanya kerugian negara Rp 3,8 miliar,†tandasnya.
Dalam penelusuran kepolisian, tersangka MS yang juga bekas Kepala Suku Dinas Tata Ruang Pemprov DKI Jakarta serta pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek, dinilai tidak cermat melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan pemenang tender.
Keempat perusahaan pelaksana proyek adalah PT Waindo Specterra (WS) dengan anggota konsorsium PT Damarwuri Utama (DU), PT Ajisaka Destar Utama (ADU), dan PT Eksa Internasional (EI).
Menurut Rikwanto, dalam pelaksanaannya, keempat perusahaan itu tidak mengerjakan semua kegiatan sesuai spesifikasi yang tertera dalam kontrak kerja.
Padahal dalam kontrak, sebutnya, terdapat sembilan item yang harus digarap pemenang tender. Namun, ternyata hanya tujuh item pekerjaan yang diselesaikan.
Dua item pekerjaan yang meliputi orthophoto serta edge matching dan sinkronisasi, tidak dikerjakan tersangka. Ironisnya, dua item pekerjaan senilai Rp 2 miliar tersebut kembali ditenderkan pada proyek tahun anggaran 2011.
Menurut Rikwanto, nominal dana untuk pengerjaan proyek orthopoto sebesar Rp 969,51 juta. Sedangkan untuk pekerjaan edge matching dan sinkronisasi Rp 1,07 miliar.
“Pemenang tender dua pekerjaan itu adalah PT WS dengan anggota konsorsium PT ADU,†katanya.
Dari situ, kepolisian menduga ada duplikasi. Maksud duplikasi di sini ialah, dua pekerjaan yang anggarannya sudah dikucurkan pada 2010, tetapi kembali ditenderkan pada 2011. Dia juga menyatakan, selain terjadi penyimpangan pada spesifikasi proyek, penyidik juga menduga mekanisme tender proyek tidak dilakukan sesuai prosedur.
Dia menjabarkan, status berkas perkara kasus ini sudah pelimpahan tahap satu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Kini, kepolisian menunggu hasil penelitian berkas perkara atas nama tersangka MS, dari jaksa penuntut umum (JPU).
“Kita terus berkoordinasi dengan kejaksaan. Mudah-mudahan berkas perkaranya bisa segera dinyatakan lengkap,†tuturnya.
Kepala Subdit Tindak Pidana Korupsi (Kasubdit Tipikor) Polda Metro Jaya AKBP Ajie Indra Dwiatma menambahkan, selain menahan MS, kepolisian juga telah menahan AS selaku PPK proyek dan SM, Direktur Utama PT ADU selaku pemenang tender.
Tiga tersangka lainnya yang berinisial GH dari PT WS, T dari PT EI, dan I dari PT DU, lanjut Ajie, sampai saat ini masih buron. “Ketiganya sudah dimasukkan dalam daftar pencarian orang atau DPO kepolisian. Kami sedang melacak keberadaan mereka,†katanya.
Kilas Balik
Ahok Tak Mau Campuri Penanganan Kasus Peta
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta I Made Karmayoga mengaku belum menerima surat resmi penahanan Kepala Sudin Tata Ruang Jakarta Timur, MS.
“Sehingga, jabatan itu masih melekat sampai surat penahanan resmi dari Polda Metro Jaya dan Dinas Tata Ruang DKI Jakarta sampai ke tangan kami,†katanya, Kamis (12/12).
Kepala Bidang Pengembangan Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta Chaidir menambahkan, meski surat penahanan belum sampai di BKD, pembebasan jabatan struktural masih terus berproses.
Ia mengimbau kepada Kepala Dinas terkait, yaitu Kepala Dinas Tata Ruang Gamal Sinurat, segera menunjuk pejabat pengganti sebagai pelaksana tugas (Plt). Hal itu dilaksanakan demi kelancaran tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pembebasan jabatan itu, katanya, akan terhitung sejak pihak yang bersangkutan ditahan kepolisian. “Iya, sejak 21 November 2013 ditahannya. Kami mendapat info dari Dinas Tata Ruang,†kata Chaidir.
Selain belum memastikan nasib jabatan Kasudin Tata Ruang Jakarta Timur, BKD DKI belum memberhentikan status MS sebagai PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Sebab, status hukum juga belum ada.
Pemberhentian itu nantinya akan diawali dengan sidang kehormatan di Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). “Tergantung hasil sidang di Baperjakat dan pimpinan juga nantinya,†ujarnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengaku tidak akan mencampuri kasus hukum yang menimpa Kepala Suku Dinas Tata Ruang Jakarta Timur, MS.
“Itu peristiwa dari 2010. Waktu Plt Sekda DKI Wiriyatmoko menjadi Kepala Dinas Tata Ruang DKI. Terserah Polda, kita tidak bisa campur. Tapi kita mau minta, kalau dia kooperatif, mungkin tidak usah ditahanlah,†katanya, Rabu (11/12).
Ia menilai, penahanan terhadap tersangka merupakan kewenangan aparat kepolisian. “Ya, makanya kalau sudah ditahan haknya polisi,†tandasnya.
Kasus ini terjadi setelah Dinas Tata Ruang DKI Jakarta mengadakan tender pembuatan peta topografi skala 1:1000 tahun anggaran 2010 dengan pagu anggaran Rp 15 miliar. Pemenang tender untuk proyek itu adalah PT WS dengan tiga perusahaan anggota konsorsiumnya, yakni PT DU, PT ADU, dan PT EI, dengan nilai kontrak Rp 11.206.294.000.
Saat tender, tersangka AS menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas Tata Ruang DKI Jakarta. Adapun MS yang kini menjabat Kepala Suku Dinas Tata Ruang Jakarta Timur, menjadi Ketua Panitia Pemeriksa Jasa Konsultasi dari Dinas Tata Ruang DKI Jakarta dan PPK pengganti tahun 2010.
Menurut Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, barang bukti yang disita dari para tersangka, antara lain, dokumen kontrak atau perjanjian pekerjaan pembuatan peta topografi skala 1:1.000 tahun anggaran 2010, berita acara serah terima pekerjaan serta bukti pembayaran, dokumen perjanjian kontrak pekerjaan pembuatan orthophoto tahun anggaran 2011, berita acara serah terima, bukti pembayaran, dokumen perjanjian kontrak pekerjaan pembuatan edge matching dan sinkronisasi tahun anggaran 2011, berita acara serah terima pekerjaan, bukti pembayaran, serta hasil pekerjaan pembuatan peta topografi skala 1:1.000.
“Sejauh ini tidak ada dana tunai yang disita dari tersangka. Uang yang diduga dikorupsi, sudah habis digunakan tersangka. Penyidik masih berupaya menelusuri aliran dana hasil korupsi tersebut,†tuturnya.
Akibat kasus ini, kepolisian menetapkan keenam tersangka melakukan pelanggaran pasal 2 ayat (1), dan atau pasal 3, dan atau pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka diancam hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Penanganan Korupsi Mesti BerkesinambunganBambang Widodo Umar, Pengamat KepolisianDosen Paska Sarjana Fakultas Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar meminta Polda Metro Jaya mengintensifkan pengusutan beragam perkara korupsi.
Hal itu dilakukan mengingat masih minimnya penanganan perkara korupsi di wilayah hukum Polda Metro. “Penanganan kasus ini hendaknya diikuti dengan pengusutan kasus-kasus korupsi lainnya. Jadi setidaknya, ada kesinambungan yang jelas.â€
Dia menilai, beragam laporan terkait dugaan korupsi dan tindak pidana khusus lainnya, acap masih luput dari perhatian kepolisian daerah. Kasus-kasus yang seringkali diekspose kebanyakan masih bersifat perkara menyangkut kriminal umum.
“Padahal, penanganan kasus-kasus korupsi dan sejenisnya memiliki potensi untuk menanggulangi besarnya kerugian atau kebocoran pada anggaran negara,†tandasnya.
Dia mengakui, kejahatan korupsi dan tindak pidana khusus perlu ditangani secara ekstra.
Menurutnya, dibutuhkan keterampilan dan penguasaan teknis penyidikan yang memadai. Atau dengan kata lain, penyidik kejahatan kerah putih ini perlu membekali diri dengan pengetahuan memadai.
“Kejahatan korupsi itu sifatnya sistemik. Selalu dilakukan oleh kelompok yang terorganisir. Pola atau modusnya juga senantiasa disusun secara profesional.†Hal-hal itulah yang kata dia, selalu membuat penyidik di lingkungan kepolisian daerah kedodoran dalam menangani beragam kasus korupsi.
Polda Tak Boleh Ragu Tentukan Arah Penyidikan
M Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPRPolitisi PAN M Taslim Chaniago mengharapkan, jajaran Tipikor Polda Metro Jaya mampu meminimalisir beragam kendala dalam menuntaskan kasus korupsi proyek peta topografi. “Di sini independensi penyidik kepolisian daerah diuji,†katanya.
Oleh karena itu, penyidik kepolisian daerah tidak boleh ragu atau canggung menentukan arah penyidikan perkara. “Biasanya penyidik di tingkat kepolisian daerah terkesan ragu-ragu, apalagi perkara tersebut melibatkan unsur pejabat daerah.â€
Kecenderungan ini, idealnya bisa dicegah sejak dini. Sebab, bila independensi penyidik tidak diuji sejak awal, kelak kepolisian bakal menemui banyak kendala dalam menangani kasus korupsi yang skala maupun dampaknya lebih besar.
Dia menjelaskan, keterbukaan sikap Gubernur DKI saat ini, seyogyanya dipergunakan semaksimal mungkin oleh kepolisian untuk mewujudkan penegakan hukum di semua lini. “Ini momen bagus untuk menjawab tantangan dan hambatan yang muncul selama ini.â€
Jadi, tambah dia, tidak ada alasan bagi kepolisian untuk membuang-buang waktu dalam mengusut perkara ini. Apabila ada bukti yang cukup, kepolisian hendaknya segera menetapkan status hukum yang tegas. Langkah tersebut sangat penting dalam upaya menciptakan keadilan bagi masyarakat.
“Jangan sampai ada pengecualian dalam menindak seseorang. Segera tentukan siapa pihak lain yang diduga menerima aliran dana kasus tersebut,†tuturnya.
Dia pun meminta, kepolisian mengintensifkan perburuan tersangka yang sampai kini masih buron.
Dia menambahkan, penangkapan buronan kasus ini, dengan sendirinya akan menunjukkan keseriusan dan komitmen kepolisian dalam mengusut kasus korupsi. ***
BERITA TERKAIT: