Istri Kedua Tersangka Kasus Bea Cukai Dicekal

Diduga Terlibat Pencucian Uang Suaminya

Minggu, 03 November 2013, 10:34 WIB
Istri Kedua Tersangka Kasus Bea Cukai Dicekal
ilustrasi
rmol news logo Polisi menetapkan status cegah ke luar negeri terhadap Widyawati, istri kedua tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang pegawai Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Heru Sulastyono. Widyawati diduga terlibat pencucian uang suaminya.

Polisi juga mengancam akan menambahkan pasal pemalsuan identitas untuk Kasubdit Ekspor Direktorat Teknis Kepabeanan Bea dan Cukai Tanjung Priok Heru Sylistyanto.
 Direktur II Ekonomi Khusus (Dir II Eksus) Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto menegaskan, pihaknya tidak segan menghadirkan saksi Widyawati secara paksa. “Kita bisa melakukan upaya paksa karena saksi bisa dianggap menghalangi penyidikan,” katanya pada Jumat sore (1/11) lalu.

Dia mengultimatum, upaya paksa dilakukan bila saksi kembali mangkir dalam panggilan kedua. Disampaikan, panggilan kedua terhadap Widyawati telah disampaikan penyidik unit pencucian uang Dit II Eksus Bareskrim.

Panggilan pemeriksaan dalam kapasitas saksi dipicu bukti signifikan.  Fakta itu berupa aliran dana hasil pencucian uang di rekening  Widyawati. Dana di rekeningnya, diduga berasal dari penjualan polis asuransi yang belum jatuh tempo.

Usut-punya usut,  polis asuransi tersebut terkait penyuapan terhadap Heru Sulistyono. “Suap diberikan tersangka Yusran agar Heru Sulistyono meloloskan barang yang diekspor dan diimpor perusahaan Yusran,” ucapnya.

Hal itu dilaksanakan Yusran untuk menghindari pajak atau bea keluar-masuk barang. “Kita juga telah menggeledah rumah tersangka dan menyita sejumlah barang bukti,” tuturnya.

Dari penggeledahan di rumah Heru, Jumat (1/11), polisi menyita sebuah brankas besi yang terkunci. Arief belum bisa menjelaskan isi brankas tersebut. Dia pun memastikan, berdasarkan penelusuran, ditemukan bahwa alamat pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) tersangka palsu.

Selama ini, Heru menggunakan alamat Jalan Kawi-Kawi Atas RT 006/007, Johar Baru, Jakarta Pusat. Tapi saat dicek ke lokasi, alamat tersebut bukan rumah milik Heru. “Dia bisa dikenai pasal pemalsuan identitas,” terangnya.

Empat rumah Heru berada di kawasan elit. Keempat rumah tersebut, tersebar di Perumahan Victoria River Park A16/ 3, Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten, Perumahan Vicotria River Park Blok A21/21, Perumahan Griya Bintara Indah F 1/18, Bekasi Barat,  dan Perumahan Sutera Renata Alba Utama, nomor  3 Alam Sutera, Serpong, Banten.

Sementara dari kediaman tersangka Yusran di Jalan Aselih, Jagakarsa, penyidik menyita sebuah mobil BMW B 606 WID. Dokumen kepemilikan mobil putih lansiran 2010 itu menggunakan nama Widyawati.

Bersama-sama dengan brankas dan temuan alamat palsu di KTP Heru, mobil dari kediaman Yusran pun diboyong ke Mabes Polri. Mobil tersebut kini menempati parkiran belakang Gedung Bareskrim.

Kasubdit Humas Ditjen Bea Cukai Haryo Limanseto mengatakan, Bea Cukai mengapresiasi langkah kepolisian. Dipastikan, paska penetapan status tersangka pada Heru, Bea Cukai sudah membebastugaskan posisi Heru sebagai Kasubdit Ekspor Direktorat Teknis Kepabeanan Bea dan Cukai Tanjung Priok ini. “Dia sudah dicopit dari jabatannya,” tuturnya. 

Kini jajaran inspektorat, sambung dia, tengah mencari tahu status perkawinan Heru dengan Widyawati, istri keduanya. Menurutnya, dalam dokumen kepegawaian, Heru tidak pernah menginformasikan status perkawinannya dengan Widyawati. Atau memberi keterangan mengenai status perceraian dengan istri pertamanya, Wakil Bupati Wonosobo, Maya Rosida.

Kilas Balik
Disangka Cuci Uang Rp 11 Miliar

Kepolisian menetapkan Kepala Sub Unit (Kasubnit) Penindakan Ekspor Impor Direktorat Bea dan Cukai Heru Sulistyono dan Yusran Arief, Direktur PT Tanjung Jati Utama sebagai tersangka kasus suap.

Keduanya juga disangka melakukan tindak pidana pencucian uang sekitar Rp 11 miliar. Demikian keterangan Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto.

Tindak pidana pokok dalam kasus ini ialah penyuapan. Penyuapan dilakukan pengusaha Yusran kepada pegawai Ditjen Bea Cukai Heru Sulistyono agar usaha ekspor-impor yang dilakoninya berjalan lancar.

Polisi pun menyangka, biji plastik, sparepart, aksesori, mainan dan lain-lain yang diekspor maupun diimpor tersangka Yusran, ilegal.

Menurut Arief, upaya penyuapan juga dilakukan untuk menghindari pajak. Hal itu, katanya, terlihat dari 10 perusahaan di bawah payung PT Tanjung Jati Utama.

Perusahaan-perusahaan itu umumnya didirikan dalam waktu pendek. Untuk menghindari pajak bea masuk dan bea keluar barang, Yusran pun menempatkan office boy dan pegawai PT Tanjung Jati Utama sebagai direktur maupun komisaris perusahaan-perusahaan tersebut.

Untuk kelancaran operasi perusahaan-perusahaan inilah, menurut Arief, tersangka Yusran memberikan suap kepada tersangka Heru. Upaya menutupi jejak kejahatan asal itu, katanya, dilakukan cukup profesional. Yusran tak segan menggelontorkan uang tunai maupun transfer kepada Widyawati, istri siri atau istri kedua Heru. Tindakan lainnya ditempuh Yusran dengan membeli polis asuransi langsung atas nama Heru.

Arief menambahkan, untuk kelancaran proses suap, Yusran juga menugasi staf bagian keuangan PT Tanjung Jati, SR dan AW untuk mengirim uang kepada Heru melalui rekening Widyawati. Oleh Widyawati, uang tersebut dibelikan polis asuransi.

Namun, ketika tenggat waktu asuransi belum berakhir alias jatuh tempo, Widyawati mencairkan polis asuransi itu. Uang hasil pencairan polis asuransi tersebut sebagian lantas dikirim ke rekening Heru. Demikian halnya polis asuransi yang langsung di atasnamakan Heru, dicairkan saat belum jatuh tempo. Uang hasil kejahatan tersebut, oleh Heru diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. “Nominal dana dari 11 polis itu Rp 11.424.893.500,” katanya.

Dari identifikasi kepolisian, polis asuransi yang dicairkan tersebut enam di antaranya atas nama Heru. Lima lainnya menggunakan nama Widyawati. “Enam polis atas nama Heru sebesar Rp 4.934.893.500, dan istrinya Rp 6.490.000.000,” urai Arief.

Arief belum mau merinci, untuk keperluan apa saja uang hasil kejahatan tersebut. Yang jelas, selain menyita 11 lembar dokumen polis asuransi, dua mobil jenis Nissan Terano dan Ford Everest, satu unit senjata jenis air soft gun, enam telepon genggam,  buku tabungan, dokumen transaksi, serta dokumen-dokumen ekspor impor PT Tanjung Jati Utama, kepolisian juga telah memblokir rekening milik Heru, Yusran, dan Widyawati.

Polisi menyangka, kejahatan ini berjalan pada medio 2005 sampai 2007. “Masih kami proses. Pemeriksaan terhadap Widyawati yang diduga sebagai penampung dana sudah dijadwalkan. Sejauh ini status Widyawati masih saksi,” katanya.

Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono menyatakan, jajarannya telah mengetahui dugaan rekening tidak wajar milik Heru sejak dua tahun lalu.

Dia menegaskan, jika kepemilikan rekening anak buahnya itu terbukti menyalahi ketentuan, pihaknya tak segan-segan memecat Heru. Intinya, dia menyerahkan penanganan perkara ini sepenuhnya kepada kepolisian.

“Kita serahkan proses hukumnya kepada pihak berwajib,” katanya.

Perlu Ditelisik Kepolisian Lebih Dalam Lagi
Asfinawati, Bekas Direktur YLBHI

Bekas Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyatakan, kasus pencucian uang dan korupsi oleh staf Bea Cukai ini komplek. Bisa jadi, pola kejahatan ini tidak hanya terjadi antara tersangka Heru dengan tersangka Yusran. “Ini perlu ditelisik kepolisian lebih dalam,” katanya.

Menurutnya, pola atau modus kejahatan senantiasa berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Oleh karena itu, tak salah bila saat ini sejumlah oknum sangat piawai dalam menutupi kejahatannya. Termasuk menghilangkan atau menutupi uang hasil penyuapan dengan berbagai cara.

Karena itu, efektifitas Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) perlu dioptimalkan. Penyidik kepolisian, kejaksaan maupun KPK, sebut dia, tak perlu ragu-ragu dalam menggunakan undang-undang tersebut.

“Yang paling penting, perkara pokok atau kejahatan asalnya ditemukan lebih dulu,” ujarnya.

Penggunaan undang-undang tersebut, mau tidak mau, suka tidak suka akan memberikan ancaman hukuman yang maksimal. Beda dengan KUHP yang nota bene ancaman hukumannya lebih ringan.

Dia menekankan, penanganan kasus ini harus proporsional. Maksudnya, para pihak yang diduga terlibat, apalagi rekeningnya dialiri dana hasil kejahatan pelaku utama, idealnya ditindak sesuai perannya.

Jangan sampai, penanganan perkara yang lamban dimanfaatkan oleh mereka yang ingin melarikan diri atau buron. Kemungkinan kaburnya saksi yang berpotensi menjadi tersangka, saran hendaknya diantisipasi maksimal.

“Sebab kadang-kadang upaya pencegahan saja tidak cukup,” saran Asfinawati.

Motivasi Bikin KTP Palsu Mesti Diketahui
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menilai, pengusutan kasus dugaan penyuapan dan pencucian uang ini menjadi pelajaran sangat berharga. Jangan sampai momentum ini disia-siakan begitu saja. “Jadikan ini sebagai introspeksi untuk meningkatkan kinerja lembaga secara menyeluruh,” ujarnya.

Dia pun meminta, tim inspektorat meningkatkan pengawasan terhadap pegawai atau staf yang diduga nakal. Pembenahan internal Bea Cukai, sambungnya, sangat mendesak. Sebab bila tidak, kerugian negara akibat kebocoran dari sektor ini akan semakin besar. “Artinya, kita bisa kehilangan momentum dalam memperbaiki kinerja Bea Cukai,” tandasnya.

Dia menambahkan, anggapan kepolisian yang menduga alamat di kartu identitas tersangka Heru palsu seyogyanya ditindaklanjuti. Berangkat dari identitas palsu tersebut, beragam kejahatan yang diduga dilakukan tersangka bisa dibongkar. “Itu petunjuk awal yang perlu ditelusuri secara maksimal,” tandasnya.

Motivasi tersangka membuat identitas palsu, kata dia, patut  dicurigai untuk  melancarkan aksi kejahatannya. Pada bagian lain, dia juga meminta kepolisian menyingkap peran istri kedua tersangka serta oknum lain, seperti bawahan maupun atasan tersangka.

Keberadaan istri kedua ini pun, hendaknya diusut oleh Bea Cukai. Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), tersangka Heru tidak dibenarkan memiliki istri lebih dari satu. Lantas yang menjadi pertanyaan, kenapa status perkawinan tersangka untuk yang kedua kalinya itu tidak diketahui bagian kepegawaian Ditjen Bea Cukai.  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA