Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menerangkan, penyidik Kejagung mulai menyeret keterlibatan orang Kementerian Pertanian (Kementan) dalam kasus korupsi bantuan langsung benih unggul (BLBU) tahun 2010-2012.
Kali ini, empat pejabat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (Ditjen TP) ditetapkan sebagai tersangka sekaligus. "Kejaksaan menambah jumlah tersangka sebanyak empat orang dari Direktorat Tanaman Pangan Kementan," katanya.
Peningkatan status tersangka didasari Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 106 sampai dengan 109/F.2/Fd.1/10/2013 tanggal 22 Oktober 2013.
Empat tersangka yang dimaksud masing-masing berinisial HAR, ZF, S, dan AS. Kapasitas HAR sebagai Ketua Kelompok Kerja proyek penyaluran benih. SF berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek. S tergabung sebagai Koordinator Tim Verifikasi Teknis Lapangan wilayah Jember, Jawa Timur. Sedangkan tersangka AS merupakan Staf Direktorat Aneka Kacang dan Umbi Ditjen TP.
Diklarifikasi mengenai keterlibatan keempat staf Ditjen TP pada kasus pengadaan benih bermodalkan Rp 209 miliar ini, Untung belum mau menjelaskan secara mendetil. Dia menekankan, keempatnya memiliki peranan menggiring PT SHS sebagai pemenang tender proyek BLBU.
"Mereka juga terlibat dalam penyimpangan ketika benih unggul didistribusikan oleh PT SHS," terangnya.
Penyelewengan yang dimaksud adalah, menyalurkan benih ke daerah yang tidak masuk alokasi penyebaran benih ke daerah lain. "Wilayah yang semestinya mendapat kuota besar, jumlahnya dikurangi. Dialihkan ke daerah lain," tandasnya.
Skenario penyimpangan proyek, sejak pemenangan PT SHS sebagai pelaksana proyek BLBU sampai penyimpangan area distribusi, diduga disusun bersama dengan delapan tersangka yang telah ditetapkan lebih dulu.
Delapan tersangka itu, lima di antaranya berasal dari PT SHS. Kelimanya yaitu Rachmat, Direktur Keuangan dan SDM PT SHS periode 2008-2011, Yohanes Maryadi, Direktur Produksi PT SHS periode 2008-2011, Nizwan Syafaat, Direktur Litbang PT SHS 2008-2011, Kaharuddin, Dirut PT SHS, bekas Dirut PT SHS Edy Budiono.
Dua tersangka lain berasal dari PT Hidayah Nur Wahana (HNW) ialah Sutrisno, Direktur Utama PT HNW dan Mahfud Husodo, Direktur Produksi PT HNW, serta Elda Devianne Adiningrat, Direktur PT Radina Bio Cipta (RBC).
Dengan penambahan empat tersangka dari Ditjen Tanaman Pangan, maka tersangkanya sudah ada 12 orang.
Untung menambahkan, untuk penanganan empat tersangka dari Kementan, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) belum menetapkan statusnya sebagai tahanan. Kemungkinan, keputusan penahanan diambil bila tersangka tidak kooperatif menjalani penyidikan.
Disinggung mengenai dugaan keterlibatan bekas Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia (API) Elda Devianne Adiningrat dalam kasus ini, Untung menegaskan, pemeriksaan terhadap Elda masih berjalan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Jampidsus Andhi Nirwanto pada Jumat (25/10) menyatakan, sudah mengagendakan pemeriksaan Elda pekan depan. Pemeriksaan dilakukan setelah tim medis Kejagung dikirim mengecek kesehatan Elda.
Rencananya, Elda bakal dikorek keterangannya untuk kasus korupsi benih unggul dan korupsi dana BJB. Fokus pemeriksaan dilaksanakan lantaran Elda diduga terkait berbagai proyek di Kementan. Akan tetapi, Andhi belum bisa memastikan apakah pihaknya akan menahan Elda sebagaimana yang telah diagendakan sebelumnya atau tidak.
Kilas Balik
Belum Ada Yang Ke PenuntutanKejagung optimistis, berkas perkara kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bibit PT Sang Hyang Seri (SHS) tahun 2008-2012 di Kementerian Pertanian (Kementan) segera masuk ke penuntutan. Tapi, sejauh ini, belum ada tersangkanya yang dibawa ke penuntutan.
"SHS itu saya pikir tidak lama lagi sudah ke penuntutan," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi
Nirwanto, Rabu (23/10).
Penyidik Pidsus Kejagung pun tidak menutup kemungkinan akan memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Suswono terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan benih oleh PT SHS.
"Kita ikuti saja perkembangan dari penyidikannya, kalau diperlukan oleh tim penyidik, dia pasti akan dipanggil," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Setia Untung Arimuladi, Kamis (26/9).
Kasus ini ditingkatkan ke penyidikan lantaran ditemukan bukti permulaan yang cukup ihwal penyalahgunaan proyek. Bukti-bukti tersebut meliputi rekayasa pada proses pelelangan yang memenangkan PT SHS, biaya pengelolaan cadangan benih nasional sebesar lima persen dari nilai kontrak yang tidak disalurkan kepada kantor regional di daerah, rekayasa penentuan harga komoditi, pengadaan benih program cadangan nasional fiktif.
Kemudian juga terkait pengadaan benih kedelai fiktif, penggelembungan volume dan harga benih kedelai, serta penyaluran subsidi benih yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Kasus ini ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan pada 8 Februari 2013. Peningkatan status perkara didasari temuan dugaan penyimpangan tahun 2009 sebesar Rp 10.412.223.750, dari nilai kontrak sebesar Rp 31.236.671.250. Tahun 2010 sebesar Rp 10.630.927.500, dari nilai kontrak sebesar Rp 31.892.782.250. Tahun 2011 sebesar Rp 15.277.866.283, dari nilai kontrak Rp 45.833.5983.851.
Berdasarkan penyelidikan jaksa, dalam program cadangan benih nasional (CBN) tahun 2009 dan tahun 2010, ada perbedaan antara dokumen SHS dan Dinas Pertanian Kabupaten di Lampung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran.
Menurut data SHS, untuk bibit jagung hibrida di Kabupaten Pesawaran tahun 2009, terdapat penyaluran sebanyak 16.977 Kg. Tapi, menurut data di Pesawaran, mereka tidak pernah menerima penyaluran CBN.
Pada 2010 di Kabupaten Lampung Selatan, sesuai data SHS, terdapat penyaluran CBN padi non hibrida sebanyak 113.871 Kg. Di Kabupaten Lampung Timur, sesuai data SHS, telah disalurkan CBN jagung hibrida sebanyak 10.740 Kg. Namun, sesuai data di Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Timur, yang diterima hanya 9.780 Kg, sehingga terdapat selisih 960 Kg.
Setelah dikonfirmasi kepada kelompok tani, terjadi juga pengadaan benih kedelai fiktif Rp
4.627.060.000 dan mark up volume maupun harga benih kedelai Rp 1.018.450.000 yang dilakukan Kantor Cabang PT SHS di Lampung Timur dengan para kelompok tani, sesuai perjanjian jual beli benih kedelai.
Perjanjian itu ditandatangani Manajer Cabang SHS tahun 2008 sampai 2011 Hartono, dan Manajer Cabang SHS dari 2011 sampai 2012, Subagyo. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes, sebanyak 170 ton benih tidak disalurkan ke kios yang terdaftar di Ditjen Tanaman Pangan. Tapi, disalurkan ke sub kios dan perorangan di wilayah Brebes dan Tegal, Jawa Tengah.
Penanganan Cepat Persempit Ruang Untuk TransaksiMarwan Batubara, Koordinator KPKNKoordinator LSM Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) memasang target waktu dalam menuntaskan perkara korupsi.
Dengan begitu, pengusutan kasus dugaan korupsi benih unggul PT Sang Hyang Seri (SHS) dapat diselesaikan dalam waktu cepat.
"Memang dalam tiap penangan perkara terdapat kendala-kendala. Inilah yang perlu dirumuskan agar pengusutan perkara tidak selalu memakan waktu yang panjang," ujarnya.
Hal-hal taktis menyangkut penyidikan perkara di sini, menurut dia, seringkali terabaikan. Karenanya, tak jarang pengusutan perkara justru dimanfaatkan pihak tak bertanggungjawab untuk mendapat keuntungan pribadi.
Pada prinsipnya, kata dia lagi, pengusutan perkara yang cepat menciptakan kepastian hukum yang jelas. Lebih penting lagi, diyakini akan mempersempit ruang transaksional.
"Jadi tidak ada alasan untuk menunda penanganan perkara. Sebab, bila satu perkara penangannya lamban, tentu mempengaruhi pengusutan perkara lainnya," kata Marwan.
Otomatis hal itu menciptakan peluang yang tidak diinginkan dalam sudut pandang penegakan hukum. Dia menyarankan, idealnya kejaksaan memiliki pola manajemen penanganan perkara yang spesifik.
Marwan berharap, dengan pedoman penanganan perkara yang jelas, kelak tidak terjadi lagi istilah perkara mandeg dan sejenisnya.
Terlebih, lanjutnya, kasus yang ditangani seperti korupsi benih di sini menyangkut nasib masyarakat kecil, yakni petani. Secara umum bisa merusak mekanisme ketahanan pangan yang dicanangkan negara.
Kejaksaan Agung Jangan Timbulkan Kesan Pilih KasihDaday Hudaya, Anggota Komisi III DPR Politisi Partai Demokrat Daday Hudaya mendesak, pengusutan perkara korupsi benih segera masuk pengadilan.
Dia pun meminta, Kejaksaan Agung tidak memberikan perbedaan perlakuan terhadap tersangka. "Jika sejumlah tersangka sudah ditahan. Tidak ada alasan lagi tak menahan tersangka lainnya," tegasnya.
Apalagi tersangka yang belum ditahan, diduga masuk kategori sebagai otak kasus tersebut. "Ini bikin sakit hati," tandasnya.
Dia pun mewanti-wanti Kejagung agar cermat dalam menentukan langkah hukum. Sebab dari situ, pengungkapan perkara ini kemungkinan bisa dikembangkan ke proyek yang lebih besar lagi. "Ada kemungkinan, perkara SHS ini melibatkan jaringan yang lebih besar lagi," ucapnya.
Bila bukti-bukti yang ada mengarah ke petinggi Kementerian Pertanian, seyogyanya, kejaksaan tidak ragu-ragu melakukan pemeriksaan.
Karena lagi-lagi, lazimnya kasus tindak pidana khusus seperti korupsi ini, melibatkan banyak pihak. Dari asumsi tersebut, maka Kejagung harus benar-benar memahami perkara tindak pidana korupsi yang ditanganinya.
"Jangan sampai oknum pejabat atau bahkan otak pelakunya dibiarkan lolos dari jerat hukum," tandasnya.
Yang paling pokok, tambahnya, jaksa tidak boleh pandang bulu dalam menentukan langkah hukum. "Proses semua tersangka secara proporsional. Jangan sampai menimbulkan kesan pilih kasih," ucapnya.
Ketegasan sikap kejaksaan ini sangat perlu. Sebab, pada perkara ini jumlah tersangkanya begitu banyak. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: