Usai sidang, bekas Presiden PKS itu kembali menyebut sosok misÂterius Bunda Putri. Kata Luthfi, sejak diperkenalkan oleh Ketua Majelis Syura PKS Hilmi AmiÂnuddin, dia mengaku dua atau tiga kali bertemu dengan Bunda Putri.
Sekitar pukul 11 siang, Luthfi suÂdah tiba di Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. MengeÂnaÂkan batik lengan pendek warna meÂrah, bekas Presiden PKS itu langÂsung diberondong perÂtaÂnyaÂan oleh wartawan.
Ditanya soal pernyataan SBY soal Bunda Putri, anggota Komisi I DPR ini hanya mengedikkan bahu, mengangkat tangan sambil memamerkan senyumnya. “TiÂdak, saya tidak mau. Ini kan buÂkan di persidangan. Hanya boleh di dalam sidang,†ujar Luthfi, berÂgegas menuju ruang tunggu khuÂsus terdakwa.
Pukul 2 siang, sidang dibuka. MoÂlor lima jam dari jadwal seÂmula. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Gusrizal itu sediaÂnya menghadirkan empat saksi. Mereka adalah Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin, ofÂfiice boy dari PT Sirat Inti Buana Abdullah Sani, pemilik showÂroom Rudi Rusmadi, dan peÂnÂsiuÂnan TNI bernama Tanu Margono.
Sebelum dilanjutkan menÂdeÂngarÂkan keterangan saksi, jaksa Wawan Yunarto menyampaikan bahÂwa saksi atas nama Hilmi Aminuddin tidak bisa hadir ke persidangan. “Yang hadir baru tiga. Ada surat pemberitahuan tiÂdak hadir atas nama saksi Hilmi Aminuddin,†kata Wawan.
Namun, Wawan tidak menÂjeÂlaskan lebih jauh apa alasan keÂtidakhadiran Hilmi yang teÂrÂcanÂtum dalam surat itu.
Tiga saksi yang hadir dimintai keterangannya sebagai saksi dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Luthfi. Tanu Margono dimintai keterangannya soal sebidang tanah seluas 4 ribu meter persegi di Batu Ampar IV Condet, Jakarta Timur, yang seÂbagiannya dibeli oleh Luthfi.
Sementara saksi Rudi Rusmadi dikorek mengenai mobil Alphard miliknya yang dibeli Luthfi. UnÂtuk saksi Abdullah Sani, ia ditaÂnya mengenai dua transfer jutaan rupiah salah satunya ke anak Luthfi. Office boy ini juga dikoÂrek mengenai namanya yang terÂcantum dalam kepemilikan mobil Toyota Fortuner.
Tanu Margono yang hadir ke persidangan dibantu dengan kursi roda menceritakan, awal peÂrtÂeÂmuan dengan Luthfi karena dikeÂnalkan bekas anggota DPR SoeÂripto yang juga menjabat sebagai anggota Majelis Syura PKS.
Menurut Tanu, ia bertemu deÂngan Soeripto untuk menjual taÂnahÂnya seluas 2,162 meter perÂsegi karena terdesak butuh uang buat pernikahan anaknya. Setelah berÂtemu Soeripto ia bertemu deÂngan Ahmad Zaky dan Luthfi yang sepakat membeli tanah tersebut.
Luthfi dan Zaky membagi taÂnah itu menjadi lima blok dalam satu kluster. Kemudian, lanjut Tanu, Luthfi dan Zaky memiÂlihÂkan pembeli lima blok tanah itu. MeÂreka adalah BudiÂyanto, angÂgota Majelis Syuro PKS JaÂzuli Juwaini, dan Ahmad Zaky maÂsing-masing satu blok. Luthfi senÂdiri memiliki dua blok. PemÂbayaÂran tanah itu dilakukan meÂlalui faÂsilitas Kredit Pemilikan Rumah Syariah (KPRS) Bank Muamalat.
Lantas, hakim Made Hendra bertanya apa alasan Luthfi memilih pembeli. Tanu kemudian menjawab, alasan mendasarnya adalah para pembeli itu harus memiliki penghasilan lain, di luar gaji sebagai anggota DPR. “Karena kalau hanya gaji dari DPR saja enggak bisa. Misalnya Pak Jazuli kan ada bisnis kelapa sawit,†ujar Tanu.
Tanu juga mengungkapkan bahwa Luthfi bertugas memilih klien yang akan membeli rumah di sebuah kompleks yang dikenal dengan nama Kompleks PKS itu. Tanu mengaku mendengar perÂnyaÂtaan seperti itu melalui sekreÂtaris pribadi Luthfi, Ahmad Zaky.
Tanu mengatakan, dia menÂdengar dari Zaky, Luthfi adalah orang yang menentukan pembeli ruÂmah di kluster itu dan mengaÂjukan nama para pembeli itu ke Bank Muamalat, guna menÂdaÂpatÂkan KPRS.
“Saya mendengar dari Zaky seperti itu. Pak Luthfi yang meÂmilih pembeli yang bonafid. WaÂlaupun anggota DPR belum tentu bisa beli di situ,†kata Tanu.
Sementara Sani mengaku diÂminta dua kali oleh Ahmad Zaky untuk mentransfer uang. Transfer pertama, kata dia, ditujukan ke anak Luthfi yang bernama Usama yang sedang berada di Pakistan. Kata Sani, setiap pengiriman uang selalu memakai namanya.
“Pertama kirimnya melalui WesÂtern Union. Uangnya dari Ahmad Zaky,†aku Sani.
Selain itu, pada 24 Agustus ia juga mengirim uang sejumlah Rp 1 miliar. Uang tersebut kata dia, disimpan dalam kardus miÂnuman air mineral. “ Ahmad Zaky yang menuliskan nomor reÂkeÂning dan cara pengisian slip tranfernya,†kata Sani.
Soal namanya yang tertera daÂlam kepemilikan mobil Fortuner, Sani mengaku suatu hari Zaky pernah datang ke pantry tempat dia bekerja dan meminjam KTP-nya. Hakim I Made Hendra lantas bertanya, apakah saudara berÂtaÂnya tujuan Zaky meminjam KTP. “Saya tidak berani tanya, Pak,†jawab Sani.
Sementara itu, Rudi dimintai kesaksiannya soal mobil Alphard tahun 2010 miliknya yang kemuÂdian dibeli Luthfi. “Awalnya saya tawarkan Rp 675 juta, kemudian diÂtawar Rp 650 juta,†cerita Rudi.
Pembayaran dilakukan deÂngan dua kali tahapan. Pertama, Rp 300 juta dan sisanya dibayar keÂmudian. “Yang ambil uang di rumah Lutfi bukan saya. Yang ngasih juga bukan Pak Luthfi,†jelas Rudi.
Seusai sidang, Luthfi ditanya wartawan soal pengakuannya yang menyatakan bahwa Bunda Putri adalah sosok yang sangat deÂkat dengan Presiden SBY. Luthfi menjelaskan bahwa apa yang dinyatakannya hanya menÂjawab pertanyaan hakim. “Saya sama seÂkali tidak berinisiatif,†aku Luthfi.
Luthfi menjelaskan bahwa ia mengenal Bunda Putri saat berÂtamu ke rumah Hilmi Aminuddin di Lembang, Jawa Barat. “Beliau (Bunda Putri) ada di sana, lalu saya dikenalkan,†ungkapnya. SeÂsudah perkenalan itu, Luthfi bertemu lagi sekitar 3-4 kali.
Ditanya soal, tanggapan SBY yang geram atas kesaksiannya mengenai Bunda Putri, Luthfi meÂngaku tidak tahu. Luthfi meÂngaku hanya tahu bahwa SBY mendoakan dirinya.
“Saya tidak tahu (SBY geram). Yang saya tahu, anak saya berÂceÂrita waktu Lebaran kemarin. Dia datang dengan bangga mengaÂtaÂkan ‘ayah didoakan oleh Pak SBY’,†kata Luthfi.
Lantaran itu, lanjut Luthfi, dia mendoakan balik SBY semoga diÂberi kesehatan dan kekuatan untuk menjalankan tugas-tugas negara.
“Kita doakan juga Pak SBY mudah-mudahan beliau selalu diberi kesehatan, diberi kekuatan untuk menjalankan tugas-tugas negara karena beban beliau baÂnyak, menjalankan tugas nasional maupun internasional,†ujar Luthfi.
Kilas Balik
Yudi Ngaku Setor Rp 20 Miliar, LHI BantahYudi Setiawan, Direktur PT CipÂÂta Terang Abadi (CTA) dihaÂdirÂkan jaksa KPK sebagai saksi unÂtuk terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) pada Senin (6/10).
Yudi meÂngaku pernah menyeÂrahÂkan uang kepada Luthfi dan Fathanah seÂbagai ijon proyek di KeÂmenterian Pertanian. Yudi meÂrinci ada 15 pembayaran yang diÂbeÂrikan keÂpada Fathanah dan LuthÂfi. Total uang yang diberikan keÂpaÂda meÂreka lebih dari Rp 20 miliar.
Rinciannya antara lain, Rp 250 juta untuk uang perkenalan. Dua cek masing-masing senilai Rp 500 juta dan Rp 450 juta ke Luthfi untuk Pemilihan Gubernur DKI Jakarta dan Pemilihan Gubernur Jawa Barat. Transfer ke rekening M Rabani sebesar Rp 20 juta. MeÂnurut Yudi, seseuai pengakuan Fathanah kepadanya, M Rabani adalah anak Luthfi.
Yudi juga mengaku meÂnyeÂrahÂkan uang Rp 2 miliar tunai untuk THR teman-teman DPP PKS yang diambil Fathanah di aparÂtemen Yudi tanggal 24 Agustus, diÂtunggu Luthfi di lobi. Uang unÂtuk beli jas di Plaza IndoÂnesia seÂbesar Rp 165 juta. FathaÂnah beÂlanÂja 4 stel jas, Luthfi beÂlanja 20 stel jas. Untuk kepÂenÂtingan Denny Adiningrat 30 ribu dolar Amerika diserahkan ke Luthfi melalui Fathanah.
Yudi juga mengaku menyerahÂkan Rp 336,7 juta untuk uang muka mobil Toyota FJ Cruiser miÂlik LutÂhfi. Kemudian, uang Rp 1 miliar dibagi dua kali transfer Rp 950 juta tanggal 25 September 2012, Rp 35 juta dan Rp 15 juta, untuk kunÂjuÂngan kerja rombongan DPR dari Fraksi PKS ke Istanbul, Turki.
Luthfi membantah tuduhan-tuduhan yang dialamatkan Yudi kepadanya. Mulai dari 20 setel jas yang dibelikan oleh Yudi SetiaÂwan. “Saya tidak memiliki jas seÂbanyak itu,†aku Luthfi.
Bekas anggota Komisi I DPR ini juga membantah pernah meÂminta Yudi untuk mentransfer seÂjumlah uang ke rekening anaknya M RaÂbani. “Dari 15 anak saya, tiÂdak ada satu pun anak saya berÂnama Muhammad D Robbani. Saya bisa sebutkan satu persatu nama anak saya di sini,†ucap Luthfi.
Luthfi hanya mengaku pernah menerima uang dari Yudi yaitu seÂbanyak Rp 450 juta dan Rp 500 juta yang dia sumbangkan untuk keperluan Pilgub DKI Jakarta dan Pigub Jabar. “Saya mengira itu seÂbagai sumbangan saudara saksi di pilkada,†kata Luthfi.
Sedangkan, perihal uang Rp 250 juta yang dikatakan Yudi seÂbagai uang perkenalan tidak diÂakui Luthfi. Demikian juga, uang-uang yang jumlahnya mÂiliaran yang diserahkan melalui FathaÂnah, juga dibantah Luthfi. “Uang-uang yang sisanya, tidak sepeser pun saya tahu. Dan tidak pernah tahu atau menerima,†tegas Luthfi.
Luthi juga membantah meminÂta Rp 2 miliar unÂtuk THR DPP PKS. Dia pun membantah meÂminta Rp 1,9 miliar untuk kunjuÂngan kerja rombongan anggota DPR Fraksi PKS ke Turki.
Terbukti Cuci Uang, Diancam 20 TahunYenti Garnasih, Pengamat TPPUPengamat tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mengapresaiasi langÂkah jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang berupaya membuktikan tindak pidana pencucian uang terdakwa LuthÂfi Hasan Ishaaq (LHI).
Menurut Yenti, untuk memÂbuktikan seorang melakukan tindak pidana pencucian uang, jaksa memang harus memÂbukÂtikan aliran uang yang didaÂpatÂkan dari hasil korupsi. Baik itu untuk pembelian properti atau benda bergerak.
Kata Yenti, tujuan rangkap dakwaan, yakni korupsi dan pencucian uang agar jaksa bisa mendakwa dengan ancaman hukuman yang berat.
“Dengan begitu, majelis haÂkim bisa menÂjatuhkan huÂkuÂman yang berat,†kata Yenti.
Yenti menjelaskan, sesuai Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, di akhir siÂdang hakim akan memeÂrinÂtahÂkan Luthfi untuk membuktikan apakah pembelian-pembelian aset, yang sedang dibuktikan jakÂsa, berasal dari hasil korupsi atau bukan.
Jika terdakwa tidak bisa memÂbuktikan asal-usul uang tersebut berasal dari uang yang halal, lanjut Yenti, maka hal terÂseÂbut akan memperkuat dakÂwaÂan jaksa. “Hal tersebut akan meÂyakinÂkan hakim tentang daÂkÂwaÂan jaksa,†ucapnya.
Ke depan, Yenti berharap, seÂtiap terdakwa kasus korupsi bisa juga dikenakan pasal penÂcucian uang, selain pasal koÂrupÂsi. Menurut Yenti, selama ini hukuman untuk para terpidana kasus korupsi dirasa kurang berat. “Sekarang hukumannya hanya satu-dua tahun belum dipotong remisi dan lain-lain,†tandasnya.
Hukuman yang singkat, kata Yenti tidak akan memberi efek jera. Sebab itu, perkara korupsi terus muncul. Dengan dirangÂkap pasal pencucian uang, Yenti berharap terpidana bisa menÂdapatkan hukuman jauh lebih berat. Soalnya, dalam Undang UnÂdang Pencucian Uang, peÂlaku diancam maksimal 20 tahun penjara.
“Bagaimanapun hukuman penjara yang lama itu akan memÂbuat efek jera,†tandasnya.
Selain hukuman yang berat, kata Yenti, penggunaan pasal pencucian uang juga untuk meÂrampas uang yang menurut jaksa merupakan hasil korupsi. Uang itu kemudian diserahkan kepada negara.
Ada Kesan JPU Tidak Berani Panggil HilmiDesmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Desmond J Mahesa mengataÂkan, jika jaksa ingin memÂbukÂtikan dugaan pidana penÂcucian uang yang dilakukan Luthfi Hasan Ishaaq, maka jaksa peÂnuntut umum (JPU) harus bisa menghadirkan saksi-saksi yang mendukung dakwaan tersebut.
Termasuk menghadirkan Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin yang akan dijadikan saksi pencucian uang Luthfi. Kata Desmond, keÂtidakmampuan jaksa mengÂhaÂdirkan saksi dapat dianggap jaksa tidak serius. Karena pada daÂsarnya kedudukan setiap orang di depan hukum sama.
“Jangan sampai ada kesan di publik jaksa penuntut umum tiÂdak berani menghadirkan sakÂsi, karena saksi itu punya kekuasaan,†ucap Desmond.
Mengenai
disenting opinion hakim sebelumnya, mengenai berwenang atau tidak jaksa KPK mendakwa pencucian uaÂng Luthfi, menurut Desmond hal tersebut sudah selesai.
Kata dia, meski ada perbedaan penÂdapat, hakim sudah memuÂtusÂkan bahwa jaksa berwenang meÂnuntut tindak pidana penÂcucian uang Luthfi.
“Karena hakim sudah meÂmutus jaksa berwenang, sekÂaÂrang penilaiannya harus suÂdah pada substansi. Apakah ada pencucian uang itu atau tidak,†ujarnya.
Selanjutnya, kata dia, di daÂlam amar putusan nanti, hakim sebaiknya memberi pertimÂbaÂngan mengenai perbaikan unÂdang-undang. “Sebagai bentuk peÂnyempurnaan Undang UnÂdang Tindak Pidana Pencucian Uang,†ucap politisi Partai GeÂrindra ini.
Dalam kaitan ini, dia meminta KPK terus mengembangkan kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi ini. Meski sudah ditetapkan lima tersangka dalam kasus ini, dia heran belum ada satu pun tersangka dari pihak KeÂmenÂterian Pertanian.
Padahal, menurut dia, KeÂmentan adalah salah satu lemÂbaga yang memiliki keÂweÂnaÂngan untuk menambah atau meÂngurangi izin kuota impor daÂging sapi. “Belum adanya terÂsangka dari pihak Kementan akan mengganggu kredibilitas lemÂbaga KPK.†[Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: