Politisi PPP Romahurmuziy Terseret Kasus Kuota Sapi

Saksi Ngaku Berikan 130 Ribu Dolar AS

Selasa, 08 Oktober 2013, 09:42 WIB
Politisi PPP Romahurmuziy Terseret Kasus Kuota Sapi
M Romahurmuziy
rmol news logo Yudi Setiawan dihadirkan kembali dalam sidang kasus sapi di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin. Kali ini, Direktur PT Cipta Terang Abadi (CTA) itu didatangkan jaksa KPK untuk menjadi saksi bagi terdakwa kasus sapi yang lain, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI).

Dalam persidangan, Yudi menyebut Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) asal PKS Tamsil Linrung dan Ketua Komisi IV DPR M Romahurmuziy yang juga Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terlibat pengurusan proyek pengadaan benih di Kementerian Pertanian (Kementan).

Yudi menuding Romi, panggilan Romahurmuziy, menerima uang 130 ribu Dolar Amerika Serikat untuk pengurusan proyek benih jagung. Sementara, Tamsil dituding Yudi sebagai pihak yang membocorkan proyek benih kopi.

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu dibuka sekitar pukul 10.30 pagi. Ada lima saksi yang dihadirkan. Dua di antaranya adalah Yudi Setiawan dan Denny Pramudia Adiningrat. Pukul 10 pagi, Yudi tiba di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

Mengenakan kaos polo warna putih bergaris hitam, Yudi didudukkan di muka sidang bersama Denny. Sedangkan terdakwa Luthfi sudah tiba sejak pukul 9.30. Mengenakan batik biru motif kembang-kembang, bekas Presiden PKS itu ditemani 11 pengacara. Antara lain Muhammad Assegaf dan Zainuddin Paru.

Sidang yang dipimpin hakim Gusrizal ini digelar di lantai dua. Di muka persidangan, Yudi menuding Romahurmuziy alias Romi menerima uang sebesar 130 ribu dolar AS.

 Menurut Yudi, uang itu diberikan untuk memuluskan lelang proyek jagung tahun 2012.

Dalam kesaksiannya, Yudi mengatakan sudah mengeluarkan banyak biaya operasional untuk mendapatkan lelang benih jagung dan kopi. Termasuk, mengeluarkan biaya untuk membayar ke DPR.

Menurut Yudi, uang itu diserahkan melalui anggota Komisi IV Saiful. “Lelang jagung kita sudah bayar ke Romy Ketua Komisi IV melalui Saiful,” kata Yudi.

Yudi memaparkan, penyerahan uang tersebut atas perintah Elda yang menjabat sebagai Direktur PT Radina Bioadicipta. Uang diserahkan melalui Denny (suami Elda) untuk selanjutnya diserahkan kepada Dedy Yamin di Singapura. Dedy adalah Direktur PT Sang Hyang Seri, anak perusahaan PT Radina.

“Penyerahannya pada awal Maret,” kata Yudi.

Menurut Yudi, istrinya, Caroline sampai harus ke Singapura untuk menyerahkan uang tersebut ke Denny untuk diserahkan ke Romi melalui Saiful.

“Dana itu dikirim istri saya dari Surabaya ke Denny di room (kamar) nya dia. Lalu istri saya menghubungi Denny hotelnya di mana. Waktu itu, perjanjiannya dana 130 ribu dolar Amerika diletakkan di brangkas kamar Denny yang sebelumnya kuncinya sudah diberikan,” ungkap Yudi.

Sedangkan Tamsil Linrung, disebut Yudi ikut menggarap proyek pengadaan benih kopi di Kementan. Yudi menjelaskan, dia mengetahui bahwa Tamsil ikut dalam proyek di Kementan dari bawahannya saat itu, yaitu Denny Adiningrat.

Kata Yudi, saat bekerja pada perusahaanya, Denny ditugaskan sebagai pencari proyek di kementerian. “Paket kopi itu awalnya Denny diberikan oleh Tamsil Linrung. Dia orang anggaran,” kata Yudi.

Menurut Yudi, istri Denny, Elda Devianne Adiningrat mengatakan, setelah proyek selesai akan ada kewajiban yang harus dibayar kepada Tamsil. Kewajiban itu adalah membayar fee atau komisi sebesar 5-6 persen buat Tamsil dari pagu anggaran proyek pengadaan benih kopi.

“Saat pelaksanaan, di tengah-tengah saya tahu itu punya Tamsil. Tapi kata Fathanah hajar saja. Kata Fathanah itu arahan Pak Luthfi. Jadi artinya, Pak Luthfi merampok proyek orang lain,” tegas Yudi.

Yudi mengakui praktik lobi dengan memberikan uang kepada anggota DPR dan membeli atau mengijon proyek sudah lazim dilakukan. Menurut dia, jika tidak dilakukan, maka tidak mungkin berhasil mendapatkan proyek. “Sudah umum. Kalau sudah dibayar, DPR akan mengawal sampai teknis,” ucap Yudi.

Di luar sidang, Romahurmuziy membantah kesaksian Yudi itu. Romy mengaku tidak pernah mendapatkan uang dari Yudi. “Ini jelas pencemaran nama baik. Saya heran dan prihatin, darimana yang bersangkutan bisa menyampaikan seperti itu,” kata Sekjen PPP ini.

Romy mengaku tidak kenal Yudi. Dia mengetahui nama Yudi Setiawan dari media massa. Romy menegaskan bahwa pengadaan proyek jagung merupakan wewenang pemerintah, dan bukanlah wewenang DPR.

“Jadi silakan juga dicek apakah pernah saya menitipkan yang bersangkutan untuk dimenangkan,” ucapnya.

Bantahan senada disampaikan Tamsil Linrung. Dia membantah ikut bermain dalam proyek pengadaan benih kopi di Kementan. “Tak pernah main proyek kopi, atau proyek lain. Saya juga tak pernah minum kopi,” kata Tamsil saat dihubungi, tadi malam.

Tamsil mengaku tidak mengenal sosok Yudi. “Hanya tahu saja karena dia sering main ke DPR,” ujarnya. Lalu, dia menambahkan, “Pengakuan Yudi perlu diklarifikasi.”

Kilas Balik
Yudi Setiawan Mengijon Proyek

Setelah dua kali tidak memenuhi panggilan jaksa penuntut umum KPK, saksi kunci sidang kasus sapi Yudi Setiawan akhirnya muncul di sidang terdakwa Ahmad Fathanah pada Kamis (3/10) lalu.

Sidang yang dimulai sekitar pukul 2.45 siang ini, dipimpin Hakim Ketua Nawawi Pomolango. Dalam sidang, Direktur PT Cipta Inti Parmindo (CIP) atau PT Cipta Terang Abadi (CTA) ini mengaku telah menyetor uang senilai Rp 20 miliar ke PKS melalui Fathanah dan Luthfi Hasan Ishaq. Uang itu diberikan untuk ijon proyek di tiga kementerian, yakni Kementan, Kemensos dan Kemeninfo. Untuk proyek di Kementan, Yudi mengaku perusahaannya dijanjikan menggarap proyek benih jagung, kopi, kentang, dan pupuk.

Memegang kertas yang diklaimnya sebagai bukti transfer dan catatan waktu dan tempat penyerahan uang, Yudi membeberkan aliran uang yang dikirimkan ke Fathanah atau Luthfi. Total ada 15 kali penyerahan uang. Empat di antaranya untuk ongkos anggota fraksi PKS berkunjung ke Turki, pembayaran saksi saat Pilgub DKI Jakarta, sumbangan Pilgub Jabar dan pembelian jas.

Untuk keperluan ongkos kunjungan kerja fraksi PKS ke Istanbul, Turki, Yudi mengaku harus merogoh kocek sebesar Rp 1 miliar. Menurut dia, uang itu diambil dalam tiga tahap. Rinciannya, Rp 950 juta dari cek BJB, kemudian uang tunai masing-masing Rp 35 juta dan Rp 15 juta. “Totalnya Rp 1 miliar,” ulang Yudi.

Yudi juga mengaku pernah menyetor Rp 500 juta untuk sumbangan keperluan Ahmad Heryawan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2012. Dia mengaku uang itu diserahkan melalui Fathanah.

“Saya nggak tahu uangnya sampai atau tidak,” ujar Yudi.

Yudi juga mengaku menggelontorkan Rp 450 juta untuk membantu membayarkan saksi duet Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Dia mengatakan, uang itu diberikan langsung kepada Luthfi yang ketika itu menjabat sebagai Presiden PKS. “Itu untuk bayar saksi pencoblosan, karena kekurangan uang membayar saksi satu orang seratus ribu,” kata Yudi.

Yudi mengatakan uang itu diberikan kepada Luthfi di Lapangan Tembak Senayan, Jakarta. Tetapi, saat dicecar hakim anggota I Made Hendra apakah uang itu benar-benar sampai ke tangan Hidayat, dia mengaku tidak tahu.

“Saya serahkan di Lapangan Tembak Senayan. Selebihnya saya enggak tahu apakah uangnya sampai atau tidak,” ujar Yudi.

Yudi juga mengaku mengeluarkan uang Rp 165 juta£guna membeli 20 jas untuk LHI dan 4 buah jas untuk Fathanah di Plaza Indonesia. “Buktinya komplit,” tegas Yudi.

Ketika hakim Made Hendra menanyakan kenapa mempercayai Fathanah, Yudi mengaku percaya kepada suami Sefti Sanustika itu karena Luthfi menyerahkan urusan ijon itu ke Fathanah.

“Saya percaya karena sosok Luthfi sebagai Presiden PKS,” ujarnya.
Menurut Yudi, hubungan keduanya sangat dekat. “Kalau LHI ini botol, Fathanah ini tutupnya. Kalau saya tidak yakin dengan kedekatan Fathanah dengan LHI, saya nggak bakalan menyetor uang,” aku Yudi.

Di akhir sidang, Fathanah membantah telah menerima uang sebesar Rp 20 miliar. Menurutnya uang yang diterimanya dari Yudi sekitar Rp 5-6 miliar. Kata dia, uang itu bukan untuk ijon tapi sebagai bentuk kerjasama dalam investasi.

Juru Bicara PKS Mardani Ali Sera membantah bahwa ada aliran uang ke partainya. “Silakan buka saja kalau ada,” kata Mardani saat dihubungi.

Publik Menunggu Kesaksian Sengman Dan Bunda Putri
Ucok Sky Khadafi, Koordinator Fitra

Koordinator LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Ucok Sky Khadafi heran, kenapa sampai sekarang jaksa penuntut umum pada KPK belum juga menghadirkan Bunda Putri dan Sengman Tjahya dalam sidang kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementan dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq (LHI).
Padahal, kata Ucok, saat ini publik sedang menunggu kesaksian Bunda Putri dan Sengman Tjahya yang sudah dua kali disebut dalam sidang kasus sapi.

“Kesannya KPK takut untuk memanggil yang bersangkutan. Agar tidak disebut takut, jaksa perlu segera menghadirkan dua orang yang misterius itu ke persidangan,” kata Ucok.

Menurut Ucok, hadirnya dua sosok yang masih misterius itu ke persidangan untuk memperjelas kontruksi hukum yang dibangun KPK. Jangan sampai ada benang yang putus dalam kasus sapi. Lebih dari itu, kata Ucok, publik akan menilai ada yang ditutup-tutupi KPK jika tidak menghadirkan Sengman dan Bunda Putri.

“Sampai sekarang bisa dilihat jaksa KPK gagal dalam menghadirkan saksi kunci,” nilainya.

Ucok menegaskan, keterangan Bunda Putri dan Sengman penting dalam melihat duduk kasus suap yang melibatkan Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) itu. Apalagi dalam konstruksi kasus yang dibangun jaksa, sosok Bunda Putri bisa mengatur menteri.

“Ini yang harus ditelusuri dan dapat diperdengarkan di sidang,” papar Ucok
Selain itu, Ucok berharap KPK terus mengumpulkan fakta-fakta yang terungkap dalam sidang bekas Presiden PKS ini. Antara lain, kesaksian bos PT Cipta Terang Abadi (CTA) Yudi Setiawan yang mengaku pernah mengirim uang untuk Ketua Komisi IV DPR Romyhurmuziy dan mendapatkan bantuan anggota Badan Anggaran DPR Tamsil Linrung untuk mendapatkan proyek pengadaan benih di Kementan. Kata Ucok, fakta yang terungkap di persidangan bisa dijadikan bahan bagi KPK ketika akan membuka penyelidikan baru.

Keterangan Saksi Perlu Divalidasi
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Deding Ishak mengatakan, KPK harus jeli dan teliti ketika akan menindaklanjuti informasi yang muncul di persidangan. Termasuk pengakuan saksi Yudi Setiawan yang mengklaim pernah menyerahkan sejumlah uang untuk anggota DPR Romahurmuziy guna pengurusan proyek benih jagung di Kementan, dalam sidang kasus sapi dengan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq.

“Setiap keterangan perlu divalidasi. Jangan hanya mengandalkan satu bukti, apalagi jika akan dijadikan bukti permulaan untuk penyelidikan,” kata Deding, kemarin.

Kata Deding, jaksa penuntut umum (JPU) KPK juga harus profesional dalam membuktikan dakwaan. Caranya dengan menghadirkan saksi-saksi penting ke persidangan. Nama-nama yang muncul di persidangan, lanjut Deding, sebisa mungkin dihadirkan ke persidangan. Jangan sampai terkesan KPK takut memanggil seseorang untuk dijadikan saksi. “Padahal pada dasarnya setiap orang kedudukannya sama di muka hukum,” tandasnya.

Deding mengatakan, kenapa saksi-saksi penting dihadirkan, yaitu untuk pertimbangan hakim dalam memutus perkara. â€œSetiap kesaksian yang muncul di persidangan akan menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis,” ucap politisi Partai Golkar ini.

Dia berharap, KPK terus mengembangkan kasus ini. Ia menilai kasus ini tak akan berhenti pada lima tersangka yang ada saat ini. Meski sudah ada lima tersangka, Deding mengaku heran karena KPK belum menyentuh pihak dari Kementerian Pertanian.

Menurut Deding, kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi bukanlah kasus yang berdiri sendiri. KPK perlu menelusuri pengakuan Yudi Setiawan yang menyebut ada proyek-proyek lain yang diurus Ahmad Fathanah melalui bantuan Luthfi Hasan Ishaaq yang ketika itu menjabat sebagai Presiden PKS dan anggota Komisi I DPR. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA