Aparat Kementerian Paling Banyak Tersangkut Korupsi

KPK Keluarkan Data Penindakan Semester Pertama 2013

Rabu, 28 Agustus 2013, 09:46 WIB
Aparat Kementerian Paling Banyak Tersangkut Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi
rmol news logo KPK mengeluarkan data rekapitulasi penindakan semester pertama tahun 2013. Dari data itu terlihat bahwa kasus korupsi paling banyak terjadi di kementerian, disusul kemudian pemerintah kabupaten atau kota.

Data rekapitulasi itu dirilis KPK kemarin. Dalam data yang dihimpun dari Januari-Juli 2013 itu disebutkan, KPK menangani 47 kasus pada tingkat penyidikan. Jenis kasus yang paling banyak ditangani adalah perkara penyuapan, yakni 36 kasus. Kasus pengadaan barang dan jasa 5 perkara, dan kasus perizinan sebanyak 3 perkara.

Dari 47 kasus itu, yang paling banyak terjadi di lingkungan instansi kementerian atau lembaga pusat, yakni sebanyak 28 perkara. Kemudian, pemerintah kabupaten atau kota sebanyak 14 perkara, pemerintah provinsi sebanyak 3 perkara dan DPR 2 perkara.

Pelaku kasus korupsi melibatkan berbagai pihak. Mulai dari anggota DPR, kepala daerah sampai pihak swasta. Rinciannya, anggota DPR atau DPRD sebanyak 7 orang, gubernur 1 orang, walikota atau bupati dan wakilnya 2 orang. Eselon I, II dan III sebanyak 7 orang, hakim 3 orang, swasta 15 orang, dan pihak lain sebanyak 9 orang.

Menurut Wakil Ketua KPK Zulkarnain, dari data itu tidak bisa disimpulkan bahwa kementerian adalah lembaga paling korup. Kata dia, potensi terjadinya korupsi di tiap lembaga atau instansi sama besar. Baik yang di pusat maupun yang ada di daerah.

“Harus dilihat kasus per kasus. Tidak bisa digeneralisir. Menyesuaikan dengan kasus tersebut, ada suap, ada mark up, jadi beda-beda,” kata Zulkarnain kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Bekas Koordinator Staf Ahli Kejaksaan Agung ini menilai, masih terjadinya korupsi di lembaga pusat atau kementerian akibat lemahnya perencanaan dan pengelolaan anggaran di lembaga tersebut. Menurut dia, masih banyak laporan yang disusun tidak berbasis kinerja yang baik. “Artinya menyusun laporan kinerja yang akan dilakukan tidak tepat waktu, dan tempat,” jelasnya.

Selain itu, terjadinya mark up atau penggelembungan harga karena dalam penyusunan laporan tidak jelas satuan pembiayaannya, serta tidak terukur waktu dan tempat sampai pelaksana tugas, sehingga memungkinkan terjadinya mark up.

“Dalam laporan penyusunan anggaran juga tidak ada orientasi hasil. Jadi hanya buat-buat rencana saja,” nilai Zulkarnain.

Dia mencontohkan, pada kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Olahraga di Hambalang. Menurut dia, awal munculnya dugaan kasus korupsi tersebut dimulai dari tahap penganggaran. Kata dia, sejak pembahasan awal penganggaran, proyek tersebut sudah banyak yang tidak memenuhi syarat.

“Mulai dari keadaan lahan, kondisi tanah, itu sudah tidak memenuhi syarat. Sehingga, saat disetujui banyak celah terjadinya mark-up,” terangnya.

Dari data yang dirilis KPK, dapat dilihat juga bahwa pelaku korupsi melibatkan kepala daerah. Baik tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota. Menurut Zulkarnain, kepala daerah adalah titik kekuasaan yang paling rentan melakukan penyalahgunaan kewenangan. Pasalnya, pengguna anggaran di daerah ada di bawah otoritas kepala daerah.

“Jika di pusat, kementerian atau lembaga, maka di daerah komandan perencana dan orang nomor satu adalah kepala daerah,” jelasnya.

Zulkarnain menyadari bahwa kasus korupsi yang ditangani KPK mengalami tren meningkat. Sepanjang tahun 2012, KPK melakukan penindakan sebanyak 48 kasus. Pada semester pertama tahun 2013, KPK sudah menangani 47 kasus.

Menurutnya, kasus korupsi yang ditangani KPK tidak berbanding dengan penurunan korupsi. Soalnya, penindakan hanya satu bagian dari pemberantasan korupsi. “Ada juga pencegahan. Penindakan itu bagian kecil saja. Yang tertangani juga bagian kecil saja,” ucapnya.

Karena itu, dalam memerangi korupsi, KPK melayangkan surat imbauan ke kementerian atau lembaga, pusat sampai ke daerah agar membuat perencanaan anggaran tepat guna, tepat sasaran dan akuntable.

“Kita harapkan ini jadi perhatian semua pihak,” ujarnya.

Kilas Balik
BUMN Pegang Rekor Laporkan Gratifikasi

Pada periode 1 Januari-30 Juni 2013, KPK menerima 623 laporan gratifikasi. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, yang paling banyak melaporkan gratifikasi adalah unsur BUMN dan BUMD, yaitu 486 laporan. Disusul dari lembaga eksekutif sebanyak 114 laporan.

Rincian lembaga eksekutif adalah, kementerian koordinator dua laporan, kementerian 36 laporan, kementerian negara 2 laporan, setingkat kementerian 8 laporan, lembaga pemerintah non departemen (LPND) 16 laporan, lembaga ekstra struktural 9 laporan, dan dari unsur pemerintah daerah (pemda) sebanyak 41 laporan.

Dari lembaga legislatif (MPR/DPR) KPK menerima 13 laporan, lembaga yudikatif 2 laporan, dan lembaga independen sebanyak 8 laporan.

Johan menambahkan, setiap laporan gratifikasi masuk melalui Direktorat Gratifikasi di bawah Deputi Pencegahan. Kemudian, laporan tersebut ditindaklanjuti untuk ditentukan statusnya. Penentuan status tersebut diputuskan pimpinan KPK, apakah gratifikasi tersebut milik penerima, negara atau sebagian milik negara.

Dia menambahkan, laporan pemberian yang termasuk gratifikasi itu bisa berbagai macam. Meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Dari laporan gratifikasi milik negara, dalam bentuk uang Rp 610 juta. Ada juga  dalam bentuk mata uang asing. Sementara yang berstatus milik penerima mencapai Rp 14 miliar.

Johan menambahkan, barang gratifikasi yang berstatus milik negara dikirim ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk dilelang. Sementara yang berbentuk uang akan dikirim ke kas negara, melalui Kemenkeu. “Barang yang sudah diputus milik negara ada sebagian yang disimpan di KPK, ada yang langsung di DJKN,” tuturnya.

Sebagian barang gratifikasi dipajang di etalase Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Kata Johan, barang tersebut merupakan gratifikasi yang diputus milik negara.

Sebagian barang gratifikasi dipajang di etalase setinggi dua meter di Gedung KPK. Ada dua buah etalase di sana. Satu buah di lobi utama, sisanya di lobi samping Setiap etalase mempunyai lima tingkat, dan ada tulisan “Direktorat Gratifikasi KPK” di atasnya.

Di setiap tingkat dipajang barang-barang gratifikasi. Mulai dari uang pecahan seratus ribu yang belum dipotong, voucher belanja sampai voucher paket wisata. Ada juga cincin emas, satu seri koin emas dari ANTAM, handphone Nokia tipe communicator, serta jam tangan dan ballpoint asal Prancis merek Mont Blanc. “KPK sudah minta izin ke Kemenkeu untuk memajang barang-barang tersebut,” kata Johan.

Pertengahan Juni lalu, DJKN melelang barang-barang sitaan dan gratifikasi. Ada 45 item barang yang dilelang.

Rawan Korupsi, Karena Kementerian Pengelola Anggaran
Gede Pasek Suardika, Ketua Komisi III DPR

Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengaku tidak aneh melihat data yang dirilis KPK mengenai penanganan tindak pidana korupsi sepanjang 2013.

Menurut dia, angka korupsi di kementerian atau lembaga negara lebih tinggi karena kementerian merupakan pihak eksekutif yang mengelola anggaran. Apalagi, sebagian besar anggaran APBN dikelola di kementerian.

“Cara melihatnya, kementerian adalah penyelenggara negara. Eksekutif. Tindak pidana korupsi antara lain melibatkan penyelenggara negara,” ujarnya.

Melihat tingginya angka korupsi di kementerian, politisi asal Partai Demokrat ini berharap KPK semakin jeli mengawasi dan mengusut kasus-kasus korupsi yang ada di kementerian. Kendati, kementerian adalah instansi yang pengawasannya berlapis.

Selain diawasi inspektorat di kementerian tersebut, kementerian juga diawasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). “Jadi, jika terjadi korupsi di kementerian, berarti korupsinya sudah sangat rapi,” ujarnya.

Sementara masih adanya anggota DPR yang terlibat dalam kasus korupsi, Pasek melihat hal tersebut sebagai bagian jual beli kewenangan.

“Ini biasanya dengan kasus suap. Menjualbelikan kewenangan atau izin yang dimiliki legislatif,” ucap calon DPD Bali ini.

Pasek berharap, KPK juga meningkatkan penanganan korupsi di sektor lain. Seperti di instansi penegak hukum. Menurut dia, korupsi di sektor tersebut sudah menjadi sorotan masyarakat. Menurut Pasek, KPK belum maksimal melakukan upaya pemberantasan korupsi di sektor tersebut.

“Sudah ada dan sedikit memberi efek jera. Tapi harus ditingkatkan. Jika ditelusuri, maka di sektor itu mungkin akan lebih banyak lagi ditemukan kasus korupsi,” ucapnya.
Pasek juga berharap KPK menangani perkara korupsi di sektor-sektor yang menjadi penerimaan negara. Seperti migas, tambang, dan pajak.

“Sekarang sudah ada SKK Migas, tapi mungkin masih banyak kasus lain yang belum terungkap,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA