Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, perkara suap pengacara Mario C Bernardo kepada staf MA Djodi Supratman, pegawai Pusdiklat MA masih didalami penyidik. Pemeriksaan pun masih berkaitan dengan asal-usul uang serta untuk keperluan apa, suap diberikan kepada staf MA. Keduanya, pemberi dan penerima suap sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Saat ini, pemeriksaan intensif dilakukan terhadap sejumlah saksi. Saksi-saksi itu antara lain, atasan Mario, Hotma Sitompul, pengusaha yang perkaranya masuk tahap kasasi Hutomo Wijaya Ongowarsito, pengacara Bonardo PH Sinaga, jaksa Tamalia Roza, dan Supriyono, kurir PT Grand Wahana Indonesia (GWI).
Menurut Johan, keterangan semua saksi diperlukan guna mengetahui alias membongkar motif pemberian suap. Johan menolak memberi penjelasan seputar materi pemeriksaan saksi. Dia bilang, hal itu merupakan kompetensi penyidik yang menangani kasus ini. Yang jelas, KPK maksimal menindaklanjuti persoalan.
Diinformasikan pula, penyidikan perkara ini belum menyentuh level hakim agung. Kendati begitu, dia tidak menutup kemungkinan KPK akan mengorek keterangan sejumlah hakim agung sebagai saksi. “Belum ada agenda pemeriksaan hakim-hakim agung. Masih berkutat seputar motif suap,†ujarnya.
Namun, Johan belum berani memastikan bahwa kasus ini tidak melibatkan hakim agung. “Penyidikan masih berjalan,†katanya.
Menyikapi pemanggilan jaksa dalam kasus ini, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi mengatakan, pada prinsipnya Kejaksaan mendukung upaya KPK menyelesaikan perkara suap ini.
Pemeriksaan jaksa sebagai saksi kasus ini, menurutnya, dilatari upaya kasasi jaksa Kejaksaan Negeri Jaksel. “Kasus ini terkait kasasi yang diajukan jaksa. Jadi, tidak salah bila penyidik KPK menggali motif penyuapan lewat kesaksian jaksa kasus ini.
Kejaksaan bahkan mendorong jaksa yang menangani perkara ini untuk mendatangi KPK,†kata Untung, kemarin.
Langkah ini ditujukan agar perkara suap tersebut cepat selesai. “Apa motif dan siapa yang terlibat di dalamnya bisa diungkap secara gamblang,†ujarnya.
Dia mengingatkan, perkara suap diduga berkaitan dengan perkara kasasi nomor register 521 K/PID/2013. Kasasi tersebut diajukan jaksa 9 April 2013.
Hal senada dikemukakan Kepala Biro Humas dan Hukum MA Ridwa Mansyur. Dia menegaskan, MA menyerahkan pengusutan perkara ini ke KPK. “Semua info terkait tersangka Djodi telah disampaikan ke KPK,†ucapnya.
Ridwan menyatakan, tersangka Djodi merupakan staf Pusdiklat MA Megamendung, Jawa Barat. Yang bersangkutan merupakan pegawai MA golongan III-C. Tapi, dia menolak memberi keterangan mengenai keterlibatan Djodi dalam perkara yang ditangani tersangka Mario. Ia juga enggan merinci perkara penipuan yang kasasinya diajukan jaksa tersebut. Ridwan meminta hal tersebut dikonfirmasikan kepada KPK.
Dia menggarisbawahi, hingga kemarin MA belum mendapat pemberitahuan dari KPK tentang agenda pemeriksaan hakim-hakim agung. “Tidak ada pemanggilan hakim-hakim agung dari KPK,†tandasnya.
Saat dihubungi, Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun pun tidak menjawab pertanyaan. Diketahui, bekas anggota Komisi III DPR itu bersama Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Agung M Zaharuddin Utama, dan panitera pengganti M Ikhsan Fathoni, merupakan majelis kasasi perkara penipuan yang melibatkan terdakwa Hutomo Wijaya Ongowarsito.
Kilas Balik
Djodi Ditangkap KPK Di Monas Mario Diciduk Di Kantor HotmaPegawai Pusdiklat Mahkamah Agung Djodi Supratman ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT), Kamis siang, 25 Juli 2013.
KPK juga menangkap seorang pengacara bernama Mario C Bernardo. Mario ditangkap di kantor Hotma Sitompul dan rekan. Sedangkan Djodi ditangkap di Monas, Jakarta Pusat.
Dalam penangkapan tersebut, KPK juga mengamankan uang Rp 50 juta dari rumah Djodi di Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, dan Rp 78 juta dari dalam tas Djodi. Uang tersebut diduga terkait suap pengurusan kasasi kasus pidana penipuan atas nama Hutomo Wijaya Ongowarsito.
Untuk mengembangkan penyidikan, KPK menggeledah ruang kerja tersangka. Sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara kasasi pun disita. Dalam kasus ini, KPK menahan tersangka Mario dan Djodi di Rumah Tahanan Guntur pada 26 Juli 2013.
Untuk mendalami kasus ini, KPK pun meminta keterangan atasan tersangka Mario, Hotma Sitompul sebagai saksi. Seusai pemeriksaan, Hotma membantah memerintahkan Mario untuk mengurus perkara di MA. “Tahu saja saya tidak, bagaimana saya memerintah,†tepisnya.
Hotma juga membantah memerintahkan Mario memberi uang Rp 78 juta kepada pegawai Pusdiklat MA.
Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, penyidik sudah memiliki dua bukti untuk menetapkan Mario dan Djodi sebagai tersangka.
“Kasusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam kaitan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri sipil, atau penyelenggara negara terkait pengurusan kasasi tindak pidana penipuan atas nama terdakwa HWO di MA,†terang Johan.
Sebagai PNS, Djodi diduga melanggar Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut kuasa hukum Mario, Tommy Sihotang, uang yang diberikan kepada pegawai MA itu bukan uang suap untuk melicinkan kasus tertentu. Uang tersebut disebutnya untuk tunjangan hari raya (THR). “Masak untuk tiga hakim Rp 80 juta. Mana ada hakim yang mau menerima masing-masing Rp 20-25 juta. Bisa saja untuk THR,†ujarnya.
Tommy juga menegaskan, pemberian uang tidak terkait pengurusan kasus yang sedang ditangani kantor pengacara Hotma Sitompul. “Pak Hotma saya pastikan tidak tahu apa-apa. Uang itu terlalu kecil untuk mengurus kasus,†kata Tommy.
Menurutnya, sebelum jadi anak buah Hotma, Mario memiliki kantor sendiri. “Saya bisa pastikan, karena saya sudah periksa berkasnya. Sudah tanya Hotma dan itu tidak ada hubungannya dengan kantor Hotma. Kop suratnya, capnya, tanda tangannya bukan Hotma dan Hotma tidak tahu kasus itu,†tegas Wakil Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.
Motif Suap Kepada Pegawai MA Mesti JelasSyarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengingatkan, perkara dugaan suap terhadap pegawai Mahkamah Agung (MA) ini bisa menjadi blunder bagi hakim-hakim agung. Oleh sebab itu, penanganan perkara suap kepada pegawai MA ini, mesti diselesaikan secara cepat.
“Supaya bisa diketahui apa motif suap tersebut. Lebih penting lagi, dapat dijadikan sebagai momentum untuk mengetahui siapa saja yang diduga terlibat di dalamnya,†kata politisi Partai Hanura ini, kemarin.
Dia membeberkan, perkara suap di lingkungan MA bisa berdampak signifikan. Sebagai lembaga yudisial tertinggi di republik ini, semestinya MA bersih dari praktik-praktik kotor. Apalagi berkaitan dengan suap. Termasuk suap terhadap pegawainya.
Rentannya mental pegawai ini, dikhawatirkan berimbas pada upaya penegakan hukum yang diemban MA.
Dia meminta KPK lebih progresif dalam mengusut perkara dugaan suap tersebut. Keterbukaan atau transparansi dalam penyidikan perkara, menurut dia sangat penting. Hal ini bertujuan agar jangan sampai, penanganan perkara ini dimanfaatkan alias ditumpangi oleh kepentingan pihak tertentu.
Karena disadari atau tidak, sebut Suding, ada kelompok-kelompok yang mungkin berusaha keras mendiskreditkan MA.
“Berusaha supaya penegakan hukum tidak terlaksana dengan baik. Hal inilah yang perlu dicermati dengan kinerja yang maksimal oleh seluruh aparat penegak hukum,†kata Suding.
Meski Kecil Bisa Jadi Syok TerapiAlfons Leomau, Purnawirawan PolriKombes (purn) Alfons Leomau menilai, perkara suap di lingkungan peradilan masih jadi suatu hal yang sering muncul. Oleh sebab itu, persoalan ini perlu ditindaklanjuti melalui peningkatan pengawasan oleh jajaran Inspektorat Mahkamah Agung (MA).
“Perkara suap-menyuap ini terjadi karena ada pencari keadilan yang memaksakan kehendak dan ada penegak hukum yang bisa diatur,†katanya, kemarin.
Dua hubungan itulah yang menjadikan persoalan penegakan hukum menjadi runyam. Dia mengkategorikan, mekanisme suap pun terjadi dengan beragam metode atau cara. Karenanya, prinsip kehati-hatian penegak hukum hendaknya ditingkatkan.
Selain itu, diperlukan juga peningkatan fungsi pengawasan oleh pihak inspektorat yang dikoordinasikan secara intensif dengan lembaga independen lainnya. “Intinya, semua ditujukan untuk meminimalisir ruang gerak atau mempersempit terjadinya praktik suap-menyuap,†ucapnya.
Dia menekankan, perkara suap kali ini nominalnya masih relatif kecil. Namun, hal tersebut tetap perlu disikapi secara profesional. Selain penanganan perkara ini dapat dijadikan sebagai syok terapi, juga bisa menunjukkan bahwa penegak hukum serius dalam menangani pelanggaran hukum.
“Jadi, persoalannya bukan pada nominalnya yang kecil. Tetapi, pada pelanggaran hukum yang terjadi,†tegasnya.
Alfons berharap, dari pengusutan perkara ini, KPK menemukan benang merah atau keterkaitan dengan persoalan yang sesungguhnya. Persoalan yang lebih besar. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: