Tiga terdakwa ini dibagi dalam dua sidang. Sidang pertama untuk terdakwa Direktur Keuangan PT The Master Steel (TMS) Diah Soemedi (DS). Sidang kedua untuk terdakwa Manajer Akuntansi PT TMS Effendy Komala (EK) dan Teddy Muliawan (TM). Agenda kedua sidang pada Selasa (30/7) ini adalah pembacaan surat dakwaan.
Sidang untuk terdakwa Diah dimulai pukul 09.30 pagi, dipimpin Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto. Dalam sidang yang berlangsung sekitar 30 menit ini, jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ahmad Burhanuddin dan kawan-kawan membacakan surat dakwaan setebal 10 halaman. Tak lama berselang, sidang untuk dua terdakwa lain, Effendy Komala dan Teddy Muliawan dimulai.
Berdasarkan surat dakwaan terhadap Diah, pada 25 April 2013, Diah mengadakan pertemuan dengan penyidik Ditjen Pajak Kanwil Jakarta Timur Eko Darmayanto (ED) dan M Dian Irwan, serta konsultan pajak PT TMS Ruben Hutabarat di lantai 3 Hotel Borobudur, Jakarta. Pertemuan itu untuk meminta bantuan kepada Eko dan Dian agar penyidikan kasus pajak yang disangkakan kepada Diah dihentikan.
“Dengan kesepakatan imbalan dana sebesar Rp 40 miliar,†tegas jaksa Burhanudin.
Setelah permintaan itu disampaikan, Diah lantas menunjuk anak buahnya dari bagian akuntansi PT TMS, yaitu Efendy Komala dan Teddy Muliawan untuk menyelesaikan pembayaran tersebut. Penyerahan uang tahap pertama, menurut jaksa, terjadi pada 7 Mei 2013 di parkiran Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta. Sekitar sore hari, Effendy datang ke parkiran dan meletakkan uang sebesar 300 ribu dolar Singapura di mobil Honda City hitam milik Eko.
Pada hari yang sama, penyidik pajak Eko mengirim berkas perkara Diah yang tidak lengkap ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. “Pengiriman berkas tidak lengkap, maksudnya agar berkas perkara dikembalikan jaksa sehingga nantinya diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),†ucap JPU Burhanudin.
Kemudian, lanjut JPU KPK, penyerahan uang kembali terjadi pada 15 Mei 2013 di parkiran Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Kali ini, penyerahan uang sebesar 300 ribu dolar Singapura dilakukan Teddy. Dia meletakkan uang itu di mobil Avanza hitam milik Dian. Ketika Dian dan Eko sudah mengetahui ada uang di mobil itu, aparat KPK melakukan penangkapan di parkiran tersebut. “Tak lama berselang, Effendy, Teddy, Eko dan Dian ditangkap penyidik KPK,†tandas Burhanuddin.
JPU menjelaskan, kasus ini bermula pada Januari 2011 saat Ditjen Pajak Kanwil Jakarta Timur melakukan pemeriksaan pajak tahun 2008 PT TMS. Pada pemeriksaan tersebut ditemukan bukti permulaan kesalahan pajak.
Kesalahan itu berupa pelaporan pajak transaksi senilai Rp 1 triliun 3 miliar yang dicatatkan sebagai pinjaman dari warga negara Singapura Angel Sloh. Padahal, menurut JPU KPK, dana itu bukan pinjaman, tetapi penerimaan.
“Atas perbuatan itu, perusahaan milik Diah hanya membayar pajak dalam jumlah yang lebih sedikit,†tandas Burhanudin.
Pada Juni-Juli 2011, menurut JPU, Diah mengakui kesalahan tersebut dan membayar pajak terutang ditambah denda 150 persen sebesar Rp 165 miliar.
Namun, pihak PT TMS tidak bersedia memberikan keterangan atau data transaksi Rp 1,3 triliun tersebut, sehingga Kanwil Pajak Jaktim menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 2 April 2013 dengan nama tersangka Diah Soemedi, Istando Burhan dan Ngadiman.
Dalam tim penyidik perkara tersebut, Dian menjabat Ketua dan Eko sebagai anggota. Dian dan Eko sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari pihak yang disuap. Tapi, dua penyidik pajak itu belum memasuki tahap persidangan.
Meski surat dakwaannya berbeda, Diah, Effendy dan Teddy sama-sama didakwa memberi hadiah dan janji kepada penyelenggara negara atau pegawai negeri untuk berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya.
Mereka didakwa melanggar dakwaan kesatu, yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Dakwaan kedua, yaitu Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Atas dakwaan tersebut, ketiganya terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
Menjawab pertanyaan majelis hakim, Diah yang selama sidang serius menyimak, menyatakan memahami seluruh isi dakwaan yang ditujukan kepadanya. Kemudian, kuasa hukum PT TMS Dito Hananto Kusuma menyatakan pihaknya tidak akan mengajukan keberatan atau eksepsi.
“Kami sudah berkonsultasi. Dari pihak kami tidak mengajukan eksepsi, baik terdakwa maupun kuasa hukum,†kata Dito.
Dalam sidang terdakwa Teddy dan Effendi, Teddy sempat mengeluh kepada majelis hakim bahwa kakinya sakit karena tumbuh tulang muda. Dia minta izin tidak hadir dalam sidang selanjutnya untuk proses penyembuhan. “Saya minta izin, bagaimana ini, makin hari makin sakit,†kata Teddy sambil memegang kaki kanannya.
Kilas Balik
Ngakunya Diperas, Bukan MenyuapKuasa hukum PT The Master Steel (TMS) Dito Hananto membantah bahwa pihaknya mengemplang pajak. Soalnya, PT TMS telah membayar pajak sebesar Rp 165 miliar. “Itu diakui dalam surat dakwaan KPK,†katanya usai sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (30/7).
Dito pun mengaku memperoleh informasi, penyidik pajak Eko Darmayanto diperintah atasannya untuk meminta Rp 200 miliar kepada PT TMS. Bahkan, kata Dito, Eko membuat testimoni tertulis kepada KPK dan Menteri Keuangan bahwa dia diperintah atasannya meminta Rp 200 miliar kepada PT TMS.
Dito juga meminta tersangka Eko dan tersangka Dian yang juga penyidik pajak, agar mengungkap, siapa yang memerintahkan mereka meminta Rp 200 miliar ke PT TMS. “Kami mengimbau kepada Saudara Eko Darmayanto, Dian, keluarga mereka, pengacara mereka agar membuka, siapa yang memerintahkan permintaan Rp 200 miliar ke Master Steel itu,†ujarnya.
Dito mengaku kasihan kepada Eko dan Dian yang menurutnya, juga menjadi korban dalam kasus ini. “Kalian dijadikan korban oleh sindikat. Tidak mungkin Rp 200 miliar hanya kalian berdua. Ada orang lain yang terlibat. Kami mohon diungkap,†pintanya.
Menurutnya, kasus ini bukanlah perkara suap, namun pemerasan. “Nanti kami di persidangan akan menguji para saksi untuk membuktikan, ini pemerasan. Apalagi ada pengakuan Saudara Eko tadi,†tandasnya.
Ditanya siapa atasan Eko dan Dian yang memerintahkan mereka meminta uang ke PT TMS, Dito tidak mau menjawab. “Di dalam struktur perpajakan ada beberapa lapis. Saya tidak mau mendahului. Saya harap Eko membukanya nanti,†ucap Dito.
Dalam kasus ini, penyidik KPK menetapkan lima tersangka. Empat tersangka ditangkap di Bandara Soekarno Hatta pada 15 Mei lalu, yakni Manajer Akuntansi PT TMS Effendy Komala (EK) dan Teddy Muliawan (TM), penyidik Ditjen Pajak Kanwil Jakarta Timur Eko dan Dian. Belakangan, KPK menetapkan Direktur Keuangan PT TMS Diah Soemedi sebagai tersangka.
Hingga kemarin, baru tersangka dari PT TMS saja yang sudah ke tahap persidangan. Sedangkan Eko dan Dian masih dalam tahap penyidikan di KPK. Soalnya, KPK masih mendalami, apakah pihak yang disuap hanya Eko dan Dian. Atau, ada yang lainnya.
Yang pasti, KPK telah memeriksa Kepala Kantor Wilayah Pajak Jakarta Timur Haryo Damar sebagai saksi. Seusai diperiksa pada 24 Mei lalu, Haryo mengakui kenal tersangka Direktur Keuangan PT TMS Diah Soembedi.
“Terhadap wajib pajak, kami kan persuasif. Saya bilang, kalau mau menyelesaikan, lakukan dengan cara yang benar, itu saja,†katanya.
Haryo mengatakan, apa yang dilakukan anak buahnya, Eko dan Dian, merupakan kesalahan mereka berdua. “Tidak ada instruksi dari atasan untuk hal seperti itu,†ujarnya.
Sebelumnya, Rabu (22/5), Haryo juga dimintai keterangan sebagai saksi. Selama 12 jam dia diperiksa penyidik KPK. Sekitar pukul 9.30 malam, Haryo keluar. Dia mengaku ditanya soal dua anak buahnya dalam proses penyidikan kasus pajak PT TMS.
Saat ditangkap KPK, Dian dan Eko merupakan penyidik pajak pada Kanwil Pajak Jakarta Timur yang menangani masalah pajak PT TMS. “Kami menjelaskan proses dari penyidikannya. Kami bilang, kami sudah ada koordinasi dengan Direktorat Intelijen dan Penyidikan, dan kami pada waktu itu adu cepat.â€
Awalnya Ingin Bayar Pajak Lebih SedikitHifdzil Alim, Peneliti PUKAT UGMPeneliti LSM Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Hifdzil Alim menilai, apa yang terjadi dalam kasus seperti perkara suap pajak PT The Master Steel (TMS) adalah modus lama.
Menurut dia, diduga ada upaya dari pengusaha untuk menyuap pegawai pajak agar perusahaan membayar pajak lebih kecil dari yang semestinya. Hal itu pula yang dijelaskan dalam surat dakwaan untuk tiga terdakwa dari pihak PT TMS.
“Kasus pidana seperti ini umumnya mirip. Awalnya ada penggelapan pajak agar perusahaan membayar pajak lebih sedikit,†kata Hifdzil, kemarin.
Modus lain, lanjutnya, pengusaha menyuap pegawai pajak untuk menghentikan penyidikan jika kasus penggelapan terungkap. “Kemudian ada penyelewengan penangguhan penyidikan,†tandasnya.
Karena itu, katanya, KPK harus komprehensif dalam menangani kasus ini. Semua pihak yang diduga terlibat, harus diperiksa dan dijadikan saksi di pengadilan. Termasuk pihak kejaksaan yang berwenang mengurus tuntutan kasus pajak itu.
“Tidak bisa satu aktor yang bermain dalam penghentian penyidikan kasus pajak itu. Ada yang disuap dan menyuap. Bila menyangkut pengurusan aktornya, bisa jadi, tidak hanya dari pegawai pajak,†tegasnya.
Hifdzil berharap, jaksa penuntut umum (JPU) KPK lebih siap menghadapi sidang selanjutnya. Dia berharap, JPU sanggup menghadirkan semua saksi, termasuk dari pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
“Agar dalam persidangan bisa terlihat, apakan kasus ini perkara suap atau pemerasan,†sarannya.
Penyidik Pajak Mudah Berhubungan Dengan TersangkaEva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengingatkan, masih banyak permasalahan pajak yang harus dibenahi Dirjen Pajak. Terutama pengawasan pegawai di lingkungan Ditjen Pajak.
Kata Eva, peningkatan pengawasan itu sangat diperlukan jika dilihat dari surat dakwaan tiga terdakwa pihak PT The Master Steel (TMS). Dalam dakwaan tergambar, penyidik pajak Eko dan Dian mudah berhubungan dengan wajib pajak yang sedang berperkara di luar ruang penyidikan. Dalam hal ini berhubungan dengan tersangka kasus pajak PT TMS.
“Sidang tersebut menunjukkan, peluang bagi pegawai pajak bermain dengan wajib pajak untuk menggelapkan pajak itu selalu ada,†katanya, kemarin.
Lantaran itu, Eva berharap, Divisi Kepatuhan di Ditjen Pajak meningkatkan pengawasan. Sehingga, kasus suap yang menimpa penyidik pajak tidak terulang. Setidaknya, memperkecil kemungkinan kasus seperti ini terulang.
Mengenai apakah ada pejabat di atas Dian dan Eko terlibat kasus ini, Eva tidak mau berprasangka lebih dulu. Menurut dia, saat ini sebaiknya semua pihak membiarkan proses hukum berjalan. Dalam proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan akan diketahui, siapa saja yang diduga terlibat kasus ini.
Sebab itu, Eva berharap KPK segera menyelesaikan berkas perkara dua tersangka lain, yakni penyidik pajak M Dian Irwan dan Eko Darmayanto. Menurutnya, duduk perkara kasus ini akan terlihat jelas dalam sidang dua tersangka itu nanti.
“Nanti akan diketahui apakah tersangka bekerja sama dengan pihak lain, atau bekerja sendiri. Apakah mendapat perintah atau bekerja sendiri akan semakin jelas,†kata politisi PDIP ini.
Jika nanti dalam sidang ditemukan fakta dan bukti keterlibatan pihak lain, Eva berharap, KPK mengembangkan kasus tersebut kepada pihak-pihak yang diduga terlibat itu. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: